Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TANGIS Rizki Juniansyah, atlet angkat besi Indonesia, pecah sesaat setelah keberhasilannya menyelesaikan angkatan clean and jerk 199 kilogram. Sorak-sorai penonton bergemuruh saat menyaksikan pertandingan angkat besi kelas 73 kilogram dalam Olimpiade 2024 di South Paris Arena 6, Paris, Prancis, pada Kamis malam, 8 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angkatan itu membuat Rizki meraih medali emas Olimpiade dengan total angkatan 354 kilogram. Dia mengalahkan Weeraphon Wichuma dari Thailand dan Bozhidar Andreev dari Bulgaria.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Momen ini menjadi catatan sejarah Rizki dalam debutnya di kejuaraan internasional empat tahunan tersebut. Pemuda 21 tahun asal Banten itu menjadi lifter Indonesia pertama yang meraih medali emas Olimpiade, mengungguli prestasi Eko Yuli Irawan, seniornya yang mengumpulkan dua perak dan dua perunggu dalam lima kali penampilan.
Itu adalah medali emas kedua tim Indonesia di Olimpiade. Beberapa jam sebelumnya, atlet panjat tebing Veddriq Leonardo menyumbang medali emas pertama bagi tim Merah Putih. Prestasi keduanya juga menjadi catatan sejarah bagi Indonesia karena untuk pertama kalinya medali emas Olimpiade disumbangkan bukan dari bulu tangkis, cabang olahraga yang selama ini rajin menyumbang medali emas tapi kali ini hanya mampu menyabet satu medali perunggu lewat Gregoria Mariska Tunjung di nomor tunggal putri.
Rizki meraih prestasi ini setelah melewati berbagai rintangan. Dia bahkan nyaris kehilangan kesempatan mengejar tiket tampil di Paris karena terserang penyakit usus buntu dan harus menjalani operasi pada Agustus tahun lalu. Akibatnya, dia tak bisa bertanding dalam Kejuaraan Dunia Federasi Angkat Besi Internasional (IWF) 2023 di Riyadh, Arab Saudi, satu dari ajang kualifikasi menuju Olimpiade 2024.
Yeni Rohaeni Durachim, ibu Rizki, menuturkan, putranya saat itu dalam kondisi kritis. “Kata dokternya, kalau ini enggak tertolong dua jam lagi, dia bisa meninggal,” ujarnya saat ditemui di ruang VVIP Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Selasa, 13 Agustus 2024.
Saat itu, Yeni bercerita, keluarga terus memberikan dukungan kepada Rizki agar bisa melewati fase tersebut. Rizki sendiri juga berkeras bangkit dan ngotot berlatih meskipun dokter menasihatinya untuk beristirahat dulu selama enam bulan pasca-operasi.
Hasilnya, dia siap bertanding di Kejuaraan Asia Angkat Besi di Tashkent, Uzbekistan, pada Februari 2024 dan pulang membawa medali perak. Dua bulan kemudian, dia memenangi Kejuaraan Dunia IWF 2024 di Phuket, Thailand, dengan total angkatan 365 kilogram, yang membuatnya mengantongi tiket berlaga di Olimpiade Paris. Catatan angkatannya itu sekaligus memecahkan rekor dunia di kelas 73 kilogram yang sebelumnya dipegang lifter Cina, Shi Zhiyong.
•••
LAHIR di Kota Serang, Banten, 17 Juni 2003, Rizki Juniansyah tumbuh dalam keluarga atlet. Ayah Rizki, Mohammad Yasin, adalah atlet angkat besi nasional yang berjaya pada 1983-1993. Ibunya, Yeni, adalah mantan atlet angkat berat dari Banten. Rizki anak ketiga dari empat bersaudara. Kedua kakaknya, Randi Maulida Yasin dan Riska Anjani Yasin, lebih dulu mengikuti jejak ayahnya. Adiknya, Rasya Salsabila, menekuni olahraga yang sama.
Yasin telah melihat potensi besar putranya. Dia mengungkapkan, saat berumur lima tahun, Kiki—sapaan Rizki—sudah tertarik pada cabang olahraga ini. “Saat itu dia suka lari-larian dan mengangkat-angkat besi yang ada di sini,” ucapnya kepada Tempo di sasana Bulldog Gym, Kota Serang, pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Keyakinannya yang kuat terhadap potensi Rizki membuat Yasin tak ragu mengajari putranya berlatih angkat besi. Apalagi dia memiliki sasana sendiri yang bisa digunakan Rizki untuk berlatih saban pagi dan sore.
Sasana seluas 200 meter persegi itu terletak tepat di depan rumah mereka. Yasin menuturkan, semula sasananya hanya seluas garasi, tapi kemudian diperluas dengan biaya dari uang hadiah kejuaraan yang dia kumpulkan ketika masih aktif bertanding. Fasilitas sasana itu jauh dari layak. Bangunannya beratap baja ringan dan tanpa penyejuk udara atau kipas angin. Atlet yang akan berlatih pun harus menyiapkan sendiri alat-alatnya. Sasana itu kini dipakai 43 atlet, termasuk pemula.
Sebelum serius menapaki karier sebagai atlet angkat besi, Rizki sempat tergiur menjadi pembalap motocross. Yasin mengakui Rizki memang menggemari motocross, tapi dia akhirnya bisa meyakinkan putranya itu agar tetap berkiprah di jalur angkat besi. “Alhamdulillah, dia memilih tetap di angkat besi dan membawa anugerah buat kami.”
Rizki mulai dikenal di dunia angkat besi Tanah Air setelah memenangi lomba tingkat pelajar. Dia meraih medali emas dalam Kejuaraan Nasional Antar-Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar pada 2017 dan 2018, lalu bergabung dengan Pemusatan Latihan Daerah Pekan Olahraga Nasional Banten pada 2019. Saat usianya baru 15 tahun, Rizki sudah mencatatkan prestasi di level internasional. Turun di kelas 67 kilogram, dia meraih medali perak di Kejuaraan Asia Remaja di Pyongyang, Korea Utara, pada 2019—pertama kalinya dia tampil dengan jersei berlambang garuda di dada.
Rizki Juniansyah melakukan angkatan clean and jerk dalam kelas 73 kg putra Olimpiade Paris 2024 di South Paris Arena, Paris, Prancis, 8 Agustus 2024/ANTARA/Wahyu Putro A
Debut Rizki di kelas 73 kilogram tercipta di Kejuaraan Asia Junior 2020 di Tashkent dan dia langsung meraih medali emas. Dia juga mencatatkan rekor snatch 157 kilogram di Kejuaraan Asia Remaja 2022. Di level senior, dia pemegang rekor Kejuaraan Dunia IWF 2024 di kelas 73 kilogram dengan total angkatan 365 kilogram. Ia juga mencatatkan rekor di SEA Games 2023 dengan total angkatan 347 kilogram.
Saat tampil di Olimpiade Paris 2024, Rizki juga turun di kelas 73 kilogram. Ketika bertanding, dia mengawali penampilannya dengan kurang baik lantaran dua kali gagal mengangkat beban. Rizki bangkit pada angkatan clean and jerk dengan menyelesaikan angkatan beban 191 kilogram dan kembali berhasil mengangkat beban 199 kilogram sehingga mencatatkan total angkatan 354 kilogram, mengungguli Weeraphon Wichuma dengan total angkatan 346 kilogram dan Bozhidar Andreev dengan 344 kilogram. “Waktu angkatan snatch saya tertinggal, sempat deg-degan juga. Saya kemudian bisa bangkit dan semangat saya kembali untuk angkatan clean and jerk,” tutur Rizki seusai pertandingan.
Rizki meraih medali emas Olimpiade disaksikan sang ibu. Yeni datang menjelang pertandingan bersama anak tertuanya, Randi. Mereka membawakan makanan kesukaan Rizki, yakni rendang, ayam suwir, dan ampela goreng. Kehadiran sang ibu rupanya turut meningkatkan motivasi bertanding Rizki, yang selalu mencuci dan mencium kaki ibunya serta meminum airnya setiap kali hendak bertanding.
Rizki diguyur bonus Rp 6 miliar oleh pemerintah berkat raihan medali emasnya. Sebagian hadiah itu akan dia pakai untuk memperbaiki fasilitas sasana Bulldog Gym dan sisanya ditabung untuk mempersiapkan masa pensiunnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Muhammad Iqbal dari Banten berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Emas dari Sasana Banten"