Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Melawan pendekar bule

Penggemar pencak silat di luar negeri makin berkembang karena seni bela diri lain dianggap kaku. pencak silat mengandung unsur olah raga & unsur pengisian mental. (or)

7 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMANDAN Garnisun Ibukota, Brigjen Eddy Marzuki Nalapraya, kikuk, tapi juga terharu sewaktu menerima serombongan pendekar berkulit putih di rumahnya pekan lalu. Ketika tuan rumah hendak mempersilakan mereka duduk, tiba-tiba para pendekar itu menyusun barisan, memberi hormat sambil merapatkan tangan di dada. "Pencak silat kini sudah berkembang pesat di Belanda," kata Nalapraya, Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) sesaat setelah menerima pendekar-pendekar Belanda itu. Bukan cuma di Belanda, negara yang pernah berperang melawan pendekar-pendekar Indonesia zaman dulu dengan bedil yang telah mempelajari seni bela diri Indonesia. Bahkan juga Jerman Barat, Belgia, Luksemburg, Prancis, Inggris, Denmark, Suriname, Arab Saudi, Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru. Umumnya pendekar-pendekar silat asing itu berguru pada para mahasiswa Indonesia yang belajar di sana. "Kami yakin guru-guru kita itu telah mengembangkan ilmu bela diri kita secara subyektif. Anggota sudah ribuan sehingga selera apa yang mereka pakai, kita tidak tahu," kata Nalapraya lagi. Nah, untuk meluruskan jurus-jurus kebudayaan bela diri Indonesia di luar negeri itulah, IPSI mengundang mereka untuk bertanding pada Kejuaraan Olahraga Pencak Silat Prasetya Mulya Pertama di Istora Jakarta 6-8 Agustus. Ternyata minat datang ke Indonesia cukup besar. Dari Belanda datang 31 pendekar, dari Jerman muncul 10 pesilat, dari AS 7 dan Australia 2 pesilat. Sedangkan Malaysia dan Singapura -- keduanya bersama Indonesia tahun 1979 mendirikan Persatuan Silat Antara Bangsa (Persilat) -- juga mengutus masingmasing 33 dan 51 pendekar. Pasukan-pasukan pendekar yang datang ini cukup besar karena masing-masing negara diperkenankan menurunkan 2 tim, baik putra maupun putri dalam kejuaraan yang direncanakan dilangsungkan 2 tahun sekali ini. Dalam kejuaraan sekarang IPSI menurunkan 35 pendekar. "Pasukan Belanda" yang pernah mengalahkan Indonesia 4-1 dalam Kejuaraan Persahabatan Pencak Silat di Jakarta tahun 1980, memang dijagokan jadi juara. Mereka telah datang sejak awal pekan lalu, ditempatkan di Wisma Aneka Senayan. "Mereka berlatih secara tertutup. Katanya pukul 5 pagi sudah keluar berlatih sampai iam sarapan. Malam mulai lagi pukul 7," kata Eddy Nalapraya . Lalu bagaimana kemungkinan bagi pendekar-pendekar IPSI? "Mestinya kita menang. Teknik kita lebih tingi, karena ibarat masakan Cina, kita kokinya," jawab Ketua Umum IPSI asal Sumedang, Jawa Barat itu. Tapi buru-buru ia menambahkan: "Kalau kita kalah, kita harus menghormati mereka." Pembina olahraga terbaik 1981 pilihan wartawan olahraga DKI itu yakin pada kemampuan pesilat-pesilat IPSI yang akan diturunkan, karena mereka adalah juara-juara nasional dalam PON 1981. Yang dikhawatirkannya soal stamina karena mereka baru mempersiapkan diri dua minggu sebelum Lebaran. Sedangkan pesilat-pesilat Eropa, Belanda khususnya, rutin berlatih sepanjang tahun. Pemuda-pemuda Eropa, menurut Yanuarno, Ketua Bidang Luar Negeri IPSI tertarik akan pencak silat, "karena mereka ingin mengisi diri dengan seni budaya yang lain dari iklim kebudayaan yang kaku dan individualis. " Banyak orang tua di Eropa senang anak-anaknya belajar pencak silat karena membuat anak-anak jadi lebih sopan. Seorang pesilat Belanda yang ditanyai Nalapraya, kenapa tidak memilih karate, kungfu, taekwondo atau seni bela diri lain yang lebih terkenal, menjawab: "Seni bela diri itu terlalu kaku. Dalam silat, saya pun dapat berdansa." Seni bela diri Asia Tenggara (silat, termasuk arnis dari Filipina) juga populer di AS sejak akhir dekade 1970. Menurut Suryadi Jafri (29 tahun), yang telah menjadi guru silat di AS, "seni bela diri asal Jepang, Korea dan Cina sudah terlalu dikomersialkan, sehingga tejadi dekadensi. Banyak pemuda AS pindah belajar silat atau arnis yang mengajarkan bukan cuma ilmu bela diri secara fisik, tapi juga secara mental." Pencak silat sebagai seni bela diri memang bukan cuma mengandung unsur olahraga (prestasi) yang dapat dipertandingkan, tapi juga unsur pengisian mental. Para pendekar Eropa yang datang ke Jakarta pekan ini tampaknya ingin membuktikan hal itu lebih jauh. Karena itu ada yang menanyakan pada Yanuarno tempat yang menjadi pusat persilatan. Ketua Bidang Luar Negeri IPSI itu bingung juga dan terpaksa cuma bisa menjawab "Abdi mah latihan di sawah," tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus