Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Melompati Gawang Laksana Terbang

Pelari gawang Liu Xiang menembus dominasi kulit hitam dan putih. Masih ingin menunjukkan keajaiban di Olimpiade Beijing.

31 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tubuhnya menjulang 1,89 meter. Dengan bobot 85 kilogram, postur Liu Xiang yang ramping dan berotot amat serasi untuk olahraga yang digelutinya: lari gawang. Pemuda kelahiran Shanghai, Cina, 23 tahun silam itu kini menjadi buah bibir jagat atletik.

Dengan tungkai yang panjang, ia me-lompati gawang demi gawang laksana- terbang. Awal Juli lalu ia mencatat re-kor baru lari gawang tingkat dunia di Laussane, Swiss. Ia mencatat waktu 12,88 detik. Hasil itu melampaui rekor lama 12,91 detik atas nama pelari Inggris Collin Jackson yang sudah berta-han 13 tahun.

Ini sebuah terobosan. Secara tradisio-nal, nomor atletik selama ini didominasi atlet berkulit putih atau hitam. Tak salah bila sejumlah koran di Amerika Serikat menjulukinya Peluru Kuning dari Shanghai. ”Ia bintang baru yang kuat dan potensial,” kata Allen Johnson, rival Liu yang juga atlet favorit Amerika dan pernah empat kali meraih gelar juara dunia.

Sukses Liu jelas membuat rakyat Cina bangga. Gelar atlet terbaik dinobatkan- atas namanya. Liu pun disanjung seba-gai pahlawan dan idola baru Cina se-telah pemain basket NBA Star Yao Ming dan artis film Zhang Ziyi.

Foto-fotonya menghiasi sampul koran dan majalah. Ia tampil di televisi se-bagai bintang iklan minuman ringan dengan bayaran 100 juta yuan atau sekitar Rp 100 miliar. ”Apa yang dicapai Liu memperlihatkan kepada dunia tentang arti ‘kecepatan Cina’,” demikian tulis koran pagi Yangchen.

Pujian tak cuma datang dari dalam negeri Cina. Majalah Time, dua tahun lalu, juga pernah menobatkan Liu seba-gai Pahlawan Asia karena berhasil mematahkan dominasi pelari Amerika dan Eropa dalam kejuaraan dunia atletik.

Pemuda kelahiran 13 Juli 1983 itu di-besarkan oleh kakek dan neneknya ka-rena orang tuanya sibuk kerja. Keluarganya semula menginginkan Liu me-nekuni komputer agar masa depannya cerah. Liu punya otak encer. Prestasinya- di sekolah cukup bagus. ”Ia peringkat ketiga di kelasnya,” kata ibunya, Ji Fenhua. Tapi Liu lebih ingin menjadi atlet. Orang tuanya akhirnya menyetujui keinginannya dengan syarat ia tak boleh setengah-setengah.

Setelah melewati berbagai tes, Liu ak-hirnya terpilih masuk sekolah olahraga junior di Putuo, Distrik Shanghai.- Sekolah ini adalah satu dari 3.000 lebih- se-kolah pendidikan khusus olahra-ga- yang saat itu dibuka pemerintah Ci-na. Pemerin-tah punya ambisi untuk- menggembleng olahragawan Cina mengikuti kejuaraan internasional.

Awalnya Liu tertarik cabang olahraga lompat tinggi. Namun, saat dites, ia sempat diminta mundur. Posturnya, yang saat itu masih pendek, diprediksi akan menyulitkan dia untuk berprestasi seba-gai atlet lompat tinggi.

Remaja Liu tetap berkeras. Terkesan dengan kemauan kerasnya, para guru ak-hirnya menerima Liu dengan catatan ia tak hanya belajar lompat tinggi, tapi juga cabang atletik lainnya. ”Potensinya sebagai atlet besar sudah terlihat,” kata Gu Baogang, pelatih Liu waktu itu.

Tahun 1998 menjadi titik balik karier Liu. Di sebuah turnamen atletik tingkat junior di Shanghai, ia bertemu pelatih atletik nasional, Sun Haiping. Sun akhir-nya melatih Liu dan berhasil membujuk-nya pindah jalur ke lari gawang 110 meter.

Setelah tiga tahun mendapat gembleng-an dari Sun, karier Liu mulai melejit. Satu demi satu rekor dicetaknya dan ia pun merebut medali nomor lari gawang di berbagai kejuaraan. Mula-mula, de-ngan memperbarui rekor sejarah olahraga atletik Cina.

Kemudian ia terjun ke berbagai kejuaraan tingkat dunia, baik di level junior maupun senior. Ia merebut medali emas di Olimpiade Athena 2004. Puncaknya, Liu memecahkan rekor dunia baru dengan catatan 12,91 detik.

Sempat beberapa kali mengalami ce-dera, Liu tak pernah kehilangan op-ti-misme tiap kali menghadapi pertan-ding-an. Tak terkecuali bila harus meng-hadapi lawan-lawan berat. ”Rival ter-besar saya tetap diri saya sendiri,” ujarnya.

Kendati gembira dengan rekor baru di Laussane, Liu tetap rendah hati. Gelar juara yang diperolehnya dari sejumlah kejuaraan tak membuatnya lekas puas. Ia masih menyimpan cita-cita mengikuti- Olimpiade di negeri sendiri dua tahun mendatang. Di ajang bergengsi itu, ia i-ngin membuktikan kepada dunia, ”Cina masih punya banyak keajaiban.”

Widiarsi Agustina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus