Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SURAT itu sampai di kantor Wakil Presiden, akhir pekan lalu. Panjangnya tak sampai tiga halaman, tapi isinya membuat tersentak. Ditandatangani 60 advokat Yogyakarta,- pada alinea terakhir surat somasi itu ada tuntutan, ”Presiden dan Wakil Pre-siden harus minta maaf pada korban gempa Yogyakarta.” Alasannya, ke-dua pemimpin republik itu dituding ber-bohong soal jumlah bantuan rehabili-tasi rumah untuk korban gempa di bumi Mataram itu.
Somasi yang dikirim Koalisi Pekerja Hukum Yogyakarta, Selasa pekan lalu, memang berpangkal dari simpang siur informasi yang meresahkan warga. Pekan pertama setelah lindu 5,9 skala Richter mengguncang Jawa Tengah dan Yogyakarta, Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat berjanji, pemerintah akan memberikan bantuan maksimal Rp 30 juta untuk setiap rumah yang roboh atau rusak berat.
Masalah muncul ketika pada awal Ju-li, Presiden Yudhoyono menyetujui pencairan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun untuk pembangunan kembali rumah peng-ungsi seiring dengan berakhirnya masa tanggap darurat. Mengingat ada sekitar 300 ribu rumah yang terdaftar mendapat bantuan, maka tiap rumah memang baru kebagian Rp 4 juta. K-a-bar itu kontan membuat korban gempa g-elisah.
”Janji pemerintah membuat ko-rban lebih sengsara secara psikologis,” kata Irsyad Thamrin, Direktur Lembaga- Bantuan Hukum Yogyakarta yang ikut menggagas pengiriman somasi itu, pekan lalu. Dia menunjuk pengaduan ratusan korban gempa, yang secara bergelombang mendatangi kantornya sejak Juni. Mereka datang dari Gunung Kidul, Sleman, dan Bantul. ”Semua-nya mengeluh soal penyaluran bantuan,” katanya.
Setelah berembuk kanan-kiri, I-rsyad dan koleganya memutuskan pe-ngirim-an somasi untuk mengingatkan peme-rin-tah. ”Oktober sudah masuk musim -hujan, bagaimana nasib korban yang -masih tinggal di tenda?” katanya. Sampai sekarang, banyak warga belum mulai membangun rumahnya. Jadi, me-re-ka berharap pada kucuran dana peme-rintah.
Ngadiman, warga Dusun Gesikan, Desa Wijirejo, Pandak, termasuk di an-taranya. Bulan lalu, dia mero-bohkan rumahnya yang sudah doyong. Wal-hasil, keluarganya kini hidup di rumah da-rurat berdinding anyaman bambu. Kebingungan, pria 54 tahun ini meng-ge-rutu, ”Sampai sekarang tidak jelas -kapan kami akan dibantu.”
Menanggapi somasi itu, Wakil Presi-den Jusuf Kalla justru balik bertanya, ”Janji mana yang tidak ditepati peme-rintah?” Dia mengaku memang pernah meng-umumkan alokasi bantuan ”maksimal” Rp 30 juta untuk rumah yang roboh atau rusak berat. Tapi, ”Sampai di warga, ka-ta ’maksimal’-nya hilang,” kata Kalla kepada Tempo yang menemuinya di Istana Wapres, kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat sore lalu. ”Saya tidak pernah asal ngomong,” katanya lagi dengan nada tinggi.
Menurut Kalla, pemerintah sudah- mengalokasikan dana rehabilitasi ru-mah sebesar Rp 4 triliun untuk memba-ngun sekitar 300 ribu rumah di kedua pro-vinsi korban gempa. Artinya, tiap ru-mah rata-rata akan mendapat Rp 15 juta secara bertahap. ”Angka itu diperoleh lewat uji coba pembangunan prototipe rumah tahan gempa seluas 36 meter persegi,” ka-ta-nya. Direncanakan, masa rehabili-tasi dan rekonstruksi Yogya dan Jawa -Te-ngah rampung dalam dua tahun.
Masih ada satu masalah sebelum dana itu sampai ke kantong warga. Deputi Ketua Badan Koordinasi Nasional Pe-nanganan Bencana, Budi Atmadi, meng-akui data jumlah rumah rusak berat di Yogya terus berubah. ”Akibatnya, perhitungan jumlah total kebutuhan dana-nya juga berubah-ubah,” katanya. Di-duga ada bupati yang menggelembungkan data jumlah rumah yang rusak berat di daerahnya.
Budi berjanji verifikasi data jumlah rumah yang perlu dibantu akan selesai pada pekan pertama Agustus. ”Mudah-mudahan, memasuki Oktober, pemba-ngunan fondasi, tiang dan atap rumah sudah selesai,” katanya.
Wahyu Dhyatmika, Syaiful Amin (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo