Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HUJAN deras membekap Sta-dion Manahan Solo, Kamis malam pekan lalu. Duduk di deretan bangku pemain cadangan, Su-bangkit, pelatih Persekabpas Pasuruan, tampak tegang mengikuti jalannya pertandingan. Malam itu anak-anak Laskar Sakera—julukan Persekabpas—berusaha memperbaiki ketertinggalan 0-1 atas lawannya, PSIS Semarang.
PSIS unggul lewat gol yang dicetak Imral Usman pada menit kesembilan. Sampai peluit panjang berbunyi, Perse-kabpas tak mampu menyamakan kedu-dukan. Serangan bertubi-tubi dengan tempo tinggi yang dimotori gelandang menyerang Siswanto selalu kandas di kaki pemain-pemain belakang PSIS.
Kendati gagal menembus final, Su-bangkit dan laskar Sakera bisa pulang dengan kepala tegak. Tak ada yang me-ngira Persekabpas bisa melangkah hingga semifinal liga Divisi Utama. Hal itu di luar perkiraan pengurus klub, bahkan sang pelatih sendiri. Persekabpas adalah kesebelasan kemarin sore, baru dua musim berada di Divisi Utama. Manajemen klub semula hanya menargetkan lolos ke perempat final.
Tak dinyana, di babak delapan besar, Sis-wanto dkk. tampil perkasa. Dua tim yang selalu jadi unggulan, Persija Jakarta dan PSM Makassar, mereka gulung dengan skor 3-1 dan 5-1. Satu-satunya hasil seri diperoleh saat menghadapi Persmin Minahasa. Hasil itu menempatkan Persekabpas keluar menjadi juara Grup A. Tim yang semula tak diunggul-kan itu seketika menyandang status kuda hitam.
Kunci sukses timnya, menurut Su-bangkit, adalah permainan cepat. Taktik itu pula yang menyelamatkan Persekabpas dari kekalahan ketika menghadapi Persmin. Sempat tertinggal dua gol, The Lassak—kependekan dari Laskar Sakera—tak henti-henti memberondong per-tahanan lawan sehingga bisa men-curi dua gol saat perpanjangan waktu. Sa-yang, hal itu tak terulang ketika menghadapi PSIS Semarang.
Siswanto, yang seperti tak pernah ke-habisan tenaga, menjadi inspirasi- Per-sekabpas merobek lini pertahanan -la-wan. Peran gelandang serang asal Libe-ria, Zah Rahan, pun tak bisa dikesam-pingkan sebagai pengatur serangan. Kedua pemain ini didukung bakat-bakat muda dengan semangat besar. ”Me-reka memiliki daya juang tinggi, be-berapa tahun ke depan mereka akan matang,” kata Subangkit.
Semangat para pemain inilah yang menjadi alasan Subangkit menerima tawaran melatih Persekabpas. Ketika menyiapkan tim, bekas pemain Niac Mitra ini tidak jor-joran membeli pemain. Gaji pemain termahal di klub ini cuma Rp 450 juta. Jumlah itu jauh dibanding gaji pemain bintang klub favorit yang mencapai angka Rp 1 miliar. Sebagian besar pemain yang membawa Persekabpas ke Divisi Utama dipertahankan.
Dengan pembelian pemain yang mi-nim itu pun, sepanjang musim 2006 Per-sekabpas menyedot dana Rp 10 miliar. Hampir seluruhnya diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). ”Sumbangan dari masyarakat atau pengusaha memang ada, tapi jum-lah-nya tidak terlalu banyak,” kata A.S. Fattah, Sekretaris Umum Persekabpas, yang juga anggota DPRD Pasuruan. Dana sebesar itu belum termasuk untuk perbaikan fasilitas klub.
Fasilitas klub, terutama stadion, memang berbanding terbalik dengan pres-tasi Persekabpas. Terletak di Kecamat-an Bangil, sekitar 10 kilometer dari pu-sat Kota Pasuruan, Stadion Pogar yang menjadi markas klub ini ditumbuhi rumput liar. Petugas stadion pun tak kuasa menghadang warga yang se-enaknya menendang bola. Bebatuan se-besar kepalan tangan bertonjolan di se-kujur lapangan.
Kondisi itu jauh lebih baik diban-ding pada Januari lalu. Saat itu tidak ada pa-gar pembatas yang memisahkan tribun dan lapangan. Pemerintah kabupaten memang tak mengira tim bentukan me-re-ka bakal melangkah ke Divisi Utama.
”Kami tidak menyangka bisa sehebat ini. Kami juga tidak membayangkan jika harus merenovasi stadion,” ujar Jusbakir Al-Jufri, Bupati Pasuruan, yang menjadi manajer tim. Untuk memugar stadion, pemerintah daerah mesti merogoh kocek lagi sekitar Rp 650 juta.
Lantaran proses renovasi- stadion, beberapa pertan-dingan kandang di awal musim terpaksa berlangsung di Stadion Wilis, Madiun, yang jaraknya 150 kilometer. Di sana pemain Persekabpas menempati mes balai pendidik-an dan pelatihan dinas pendidikan kota setempat yang terletak persis di samping pekuburan umum. Tidak semua pemain kebagian kamar yang memiliki penyejuk ruangan. Makanan pun disediakan di atas meja lusuh.
Di masa depan, pengurus Per-se-kabpas berencana membangun stadion baru yang le-bih layak. Letaknya di daerah sekitar Pandaan dan diba-ngun di atas tanah 6,5 hektare. Pembangunan sta-dion baru itu diperkirakan akan menelan dana Rp 30 -mi-liar. ”Kami butuh bantuan peme-rin-tah pusat untuk membangunnya,” kata Jusbakir.
Kesederhanaan juga tampak di Persmin Minahasa, klub yang mendampingi Persekabpas lolos dari Grup A. Kendati punya stadion sendiri yang cukup layak yaitu Stadion Maesa, manajer tim Ricky Pontoh mengaku kerepotan membayar bonus pemain. ”Pastinya bonus yang mereka terima tidak sebesar di klub-klub lain,” katanya. Bonus yang berarti baru dirasakan pemain Persmin ketika lolos ke delapan besar dan empat besar. Mereka mendapat bonus total Rp 300 juta.
Prestasi yang ditorehkan tim berjuluk Manguni Makasiouw atau Kesembilan Burung Manguni ini tidak kalah mengkilap dengan Persekabpas. Mereka lolos ke babak delapan besar dengan status Juara Wilayah II. Di Grup A, selain bermain imbang dengan Persekabpas, tim asuhan Djoko Malis ini juga menahan Persija Jakarta 0-0, dan PSM Makassar 2-2. Persmin baru menyerah di semifinal setelah kalah 1-3 dari Persik Kediri.
Persmin baru tahun lalu masuk ke Divisi Utama. Tim ini berburu pemain ke klub-klub di Jawa, Sumatera, dan pemain lokal Minahasa sendiri. Salah seorang pemain yang direkrut adalah Djet Donald Laala dari Persita Tangerang. Kebetulan Djet adalah putra asli Minahasa, maka proses perekrutannya tidak mengalami kesulitan. Apalagi Bupati Minahasa, Stefanus Vreeke Runtu, turun tangan mengontak langsung bekas pemain Persija itu.
Bertahan berkat bantuan dana APBD Rp 7,7 miliar, Persmin terus membangun skuadnya. Dua pemain penting yang masuk adalah mantan pemain nasional Miro Baldo Bento dan pemain asal Cile Jorge Toledo. Kedua pemain ini dikontrak setelah Persmin mendapat kucuran APBD Rp 9,7 miliar untuk musim 2006. Target baru dipasang, Persmin harus masuk kelompok papan atas Wilayah II.
Dana APBD memang menjadi tulang punggung pendapatan klub Liga Indonesia. Soalnya, sponsor masih langka dan pendapatan dari tiket masuk tak bisa diandalkan. Ketika dana APBD terhenti atau dikurangi, hampir pasti prestasi klub menurun. PSIS Semarang dan Persegi Gianyar bahkan pernah sampai turun divisi.
Ricky Pontoh, yang juga Direktur PDAM Minahasa, mengatakan bahwa kekuatan Persmin adalah kepercaya-an dan kebersamaan tim. ”Meski ada beberapa pemain yang sudah malang melintang di klub lain, masih banyak pemain yang baru berlaga di Divisi Utama,” kata-nya. Pemain sesering mungkin melakukan kegiatan bersama sehingga biasa berkomunikasi dan saling mengerti di lapangan.
Kelemahan Persmin yang merisaukan pelatih Djoko Malis adalah mental saat menghadapi pertandingan pen-ting. ”Mental mereka tidak stabil, suatu saat tampil bagus sekali, tapi kadang jelek,” kata mantan pelatih BPD Jateng dan Persekabpas ini. Faktor itu menjadi penyebab kekalahan Persmin dari Persik. Para pemain sulit keluar dari tekanan, dan kehilangan semangat ketika Persik mencetak gol ketiga.
Mental juara memang perlu ditempa lewat pertandingan yang rutin. Dengan modal sejumlah pemain muda, Persekabpas dan Persmin masih punya peluang menembus final bahkan menjadi juara Liga Indonesia di masa depan. Asalkan, pemerintah daerah mau tetap bermurah hati mengucurkan dana APBD.
Adek Media Roza, Anas Syahirul, Rohman Taufiq.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo