Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ED Woodward mendadak harus meninggalkan konferensi pers yang digelar di Sydney, Australia, pertengahan Juli lalu. Wakil Presiden Manchester United itu bergegas meluncur ke Bandar Udara Sydney dan harus segera terbang ke benua lain. Ada urusan penting, yakni sebuah transfer kakap, yang mesti ditangani sehingga ia harus meninggalkan tim yang tengah melawat ke Benua Kanguru.
Tak ada informasi resmi siapa pemain penting itu dan di mana negosiasi berlangsung. Tapi wartawan mendapat bisikan: Woodward tengah mengejar tanda tangan Cesc Fabregas dan perundingan dilakukan di Wina. Maka, dengan pesawat komersial, ia menuju ibu kota Austria itu lewat Bali, Bahrain, dan Addis Ababa.
Fabregas tentu saja sebuah nama yang mencorong. Pemain 26 tahun ini pernah berkibar bersama Arsenal, dan kini berkostum Barcelona. Kehebatannya di lapangan tengah sangat dibutuhkan United. Maklum, saat ini pemain yang bisa diandalkan tinggal Michael Carrick. Sebab, Tom Cleverley dan Anderson belum memberi rasa aman. Sedangkan Ryan Giggs semakin uzur dan Paul Scholes pensiun. Bagaimana dengan Wayne Rooney? Sampai saat ini belum jelas nasibnya, apakah akan bertahan atau hijrah. Kondisi makin rumit ketika Nani ditawar AS Monaco.
Tak mengherankan, Fabregas adalah prioritas. Jauh sebelum mendarat di Australia, Setan Merah—julukan Manchester United—sudah dua kali melayangkan tawaran. Pertama, klub itu menyodorkan dana 26 juta pound sterling, tapi Barcelona menolak. Tawaran kemudian naik menjadi 30 juta pound, dan tetap majal. Merasa bertepuk sebelah tangan, United mulai melupakan Fabregas.
Tapi lalu Woodward mendapat kabar dari Darren Dein, agen Fabregas, bahwa masih ada peluang mendatangkan bintang Spanyol tersebut. Dein segera mengajak bertemu untuk mematangkannya. Inilah yang bikin Woodward ngacir meninggalkan konferensi pers.
Pertemuan tertutup yang tidak dihadiri Fabregas itu sepertinya berhasil baik. Sekurangnya dalam persepsi Woodward. Menurut harian Express yang terbit di Inggris, saat itu Dein memastikan kliennya ingin kembali berlaga di Liga Primer dengan kostum United. Tentu saja ini bikin Woodward plong.
Dan itulah yang kemudian dia sampaikan kepada David Moyes, pelatih Manchester United, di Carrington—pusat pelatihan Manchester United—pada akhir Juli lalu. Saat itu, Moyes baru pulang dari tur panjang dari Asia dan Australia. Keduanya mempertimbangkan menaikkan tawaran menjadi 35 juta pound sterling.
Tapi, belum lagi angka baru diajukan, datang kabar buruk dari Fabregas. Dalam jumpa pers yang digelar awal Agustus lalu, dia memastikan akan tetap di Camp Nou—markas Barcelona. "Saya bahagia di sini dan tak berpikir meninggalkannya," katanya.
Plas! Pernyataan itu bagai jarum yang menusuk balon mimpi Woodward dan Moyes. Harapan mereka mendapatkan pemain bintang langsung kempis lagi. Penolakan itu juga menohok Woodward, karena ia merasa ditipu Dein. Owen Gibson, kolumnis olahraga The Guardian, menulis kegagalan ini bagai titik nadir bagi Woodward.
Titik nadir karena penolakan Fabregas ini melengkapi kisah kegagalan Woodward berburu pemain top. Sebelumnya, ia ditampik Leighton Baines dan Marouane Fellaini dari Everton serta Thiago Alcantara dari Barcelona.
Kebuntuan duet Woodward-Moyes memboyong pemain papan atas adalah hal mengherankan. United punya semuanya: sejarah panjang, nama besar, prestasi kinclong, serta jutaan penggemar fanatik. Duit mereka juga banyak.
Untuk transfer musim ini, Moyes dibekali setidaknya Rp 1,5 triliun. "Tidak ada pembatasan anggaran, jadi saya bisa membeli pemain mana pun yang saya mau," ujar Moyes. Daftar buruan pun ia rancang: Cristiano Ronaldo, Cesc Fabregas, Gareth Bale, serta Luka Modric.
Tapi sesumbar Moyes gagal terwujud. Sampai babak akhir bursa transfer, ditutup 2 September nanti, duit itu masih nganggur. Hingga berita ini ditulis, satu-satunya pemain yang bisa didatangkan Setan Merah hanya Guillermo Varela, bek asal Uruguay berusia 19 tahun.
Gibson menunjuk Woodward sebagai biang keladi mandulnya United di bursa transfer. Woodward dinilai belum cukup berpengalaman. "Sampai Gill mengundurkan diri, Woodward tak pernah beraktivitas di bursa transfer," tulis Gibson.
Gill yang dimaksud adalah David Gill, CEO Manchester United yang mundur akhir Juni lalu. Gill mendampingi Sir Alex Ferguson, pelatih Manchester United sebelumnya, selama 16 tahun. Dialah yang selama ini menjadi aktor kunci di balik perekrutan pemain bintang satu dekade terakhir. "Mereka tak terpisahkan. Mereka bekerja sama dengan baik," kata Gary Neville, bekas pemain United.
Duet Gill-Ferguson bekerja dengan menebar jaringan ke agen pemain, para pemandu bakat, hingga petinggi klub lain. Ada juga sisi personalitas yang mereka mainkan untuk mendapatkan pemain buruan.
Terakhir, keduanya sukses memboyong Robin van Persie dari Arsenal. Gill dan Fergie bahkan cukup hanya menelepon Arsene Wenger, pelatih Arsenal, untuk mendatangkan bintang Belanda tersebut. Saat mereka mengincar Dimitar Berbatov pada 2008, Gill sendiri yang menjemput Berbatov di bandara.
Gibson mewanti-wanti, transfer pemain sering kali bersifat personal sehingga membutuhkan kedekatan emosional. Menurut Gibson, itulah yang belum dimiliki Woodward. Karena baru menggantikan Gill sebulan lalu, Woodward juga belum mampu membangun jaringan luas.
Woodward sebenarnya bukan orang baru di United. Ia direkrut keluarga Glazer, pemilik United, pada 2005. Tugasnya adalah membenahi finansial klub yang ketika itu sedang dililit utang. Dan ia memang cemerlang di bidang ini.
Saat itu, Woodward berhasil mengembangkan jaringan komersial klub. Dia menjual brand United lewat berbagai pernak-pernik, mendatangkan sponsor, dan menggenjot kinerja MUTV—stasiun televisi milik United. Hasilnya sungguh top. Saat Woodward pertama kali datang ke Old Trafford, pendapatan United hanya 48 juta pound sterling. Kini klub itu meraup 117 juta pound sterling! Tapi kisah sukses di bidang marketing itu belum bisa ia pindahkan ke dunia transfer pemain.
Kini Woodward masih punya beberapa hari untuk membalikkan pesimisme orang-orang atas dirinya. Sejumlah nama besar tengah ia dekati, di antaranya pemain Real Madrid, Mesut Oezil. Sepertinya ini akan jadi ujian terakhirnya.
Klub lain yang masih gigit jari karena belum punya pemain bintang anyar adalah Arsenal. Sampai saat ini klub berjulukan The Gunners itu baru membeli pemain muda bernama Yaya Sanogo dari Prancis.
Saat Arsenal ditekuk 1-3 oleh Aston Villa dalam laga perdana Liga Primer musim ini, Sabtu dua pekan lalu, ribuan pendukung kesal dan bersorak, "Beli pemain, beli pemain, beli pemain!"
Arsene Wenger bukannya tak paham soal itu. "Mereka berteriak agar kami membeli pemain, tapi siapa?" ucap Wenger. Ya, siapa? Pelatih berdarah Prancis itu sebelumnya sudah berusaha merekrut pemain baru. Ia, misalnya, telah menawar sejumlah bintang, yakni Gonzalo Higuain, Luiz Gustavo, dan Luis Suarez, tapi mereka menolak. Peluangnya kini tinggal mendatangkan Yohan Cabaye dari Newcastle United. Namun Cabaye tentu saja belum masuk kategori bintang.
Apakah penyebab kegagalan Arsenal itu karena soal uang? Mungkin saja. Stan Kroenke, pemilik saham mayoritas Arsenal (62 persen), dikenal pelit menggelontorkan dana untuk membeli pemain baru. Ia memilih mengoptimalkan pemain yang ada untuk mendongkrak prestasi. "Selalu ada risiko jika Anda bereaksi berlebihan dengan melemparkan uang untuk mengatasi persoalan," katanya seperti dikutip dari arsenalnews.co.uk.
Kebijakan ini berimbas langsung pada belanja pemain Arsenal. Dalam tujuh tahun terakhir, The Gunners hanya menggelontorkan 175 juta pound sterling atau 25 juta pound sterling per musim. Bandingkan dengan Manchester United, yang pernah menghabiskan 57 juta pound sterling per musim.
Aturan Kroenke itu menuai kritik tajam dari pemegang saham lain, Alisher Usmanov. Taipan Rusia ini menuding Kroenke tak punya gairah membesarkan Arsenal. "Pelatih hebat saja tak cukup jika kita tak memberinya kesempatan membeli pemain-pemain bintang," kata Usmanov.
Ketatnya dana itu membuat Wenger pernah hanya membeli pemain dengan harga maksimal 12 juta pound sterling pada musim 2011/2012, yakni saat ia membeli Alex Oxlade-Chamberlain. Sekarang Wenger mendapat kuota 70 juta pound untuk belanja. Jumlah yang lumayan sebenarnya. Tapi entah kenapa, sampai berita ini disusun, pemain bintang belum juga mau hinggap ke markas Arsenal.
Ternyata bukan bola saja yang bundar, sehingga hasil laga susah ditebak. Seluk-beluk transfer sama "bundar"-nya....
Dwi Riyanto Agustiar (The Guardian, Telegraph, ESPN, Sky Sports)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo