Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mencari Pengganti King Setelah ...

Pbsi terlambat melakukan regenerasi. puncak ketimpangan ini terjadi ketika pemasangan king pada pia la thomas lalu. bibit muda sudah disiapkan tapi sasaran pelatnas belum jelas. (or)

17 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

REGENERASI pemain bulu tangkis Indonesia ternyata macet. Ketika Indonesia dipecundangi RRC di final Piala Thomas, tiga pekan lalu, banyak suara menyesalkan ketidakberanian pengurus PBSI menggantikan posisi Liem Swie King, 30, yang merangkap pemain tunggal ketiga dan ganda terakhir, dengan pemain muda. Ternyata, suara-suara itu dipantau Presiden Soeharto. Ketika menerima Ketua Umum PBSI Try Sutrisno di kediamannya, di Jalan Cendana, Sabtu lalu, Kepala Negara mengingatkan agar regenerasi pemain bulu tangkis segera dilaksanakan. "Sudah waktunya kita memunculkan pemain muda." Itulah antara lain pesan Pak Harto kepada Try. Mengapa kita terlambat melakukan regenerasi? Menurut Christian Hadinata, 37, salah satu pemain ganda terbaik Indonesia, semua itu berpangkal pada kelengahan kita dalam proses pembinaan pemain di masa lalu. "Bibit pemain cukup banyak, tapi kualitas mereka sangat tidak merata," kata Christian, yang masih ikut tim Piala Thomas lalu. Dia menyebut contoh kasus pemasangan King pada kejuaraan Piala Thomas lalu adalah puncak semua ketimpangan itu. "Ada tujuh pemain lain yang lebih muda, tapi ya . . . tumpuan harus jatuh pada King, karena perbedaan kualitas." Penyebab perbedaan itu antara lain karena kurangnya kesempatan bagi pemain muda mengikuti pelbagai pertandingan internasional. Itulah pula sebabnya, terutama di saat menjelang kejuaraan Piala Thomas, banyak pemain muda dikirim ke pelbagai kejuaraan dan turnamen di luar negeri. Namun, upaya itu sudah "agak telat". Karena itu, seperti juga Ketua Bidang Pembinaan PBSI Tahir Djide, Christian beranggapan pemasangan King untuk main tunggal dan ganda memang alternatif yang sulit dielakkan. Memang ada suara untuk memasang Eddy Kurniawan, seperti yang digerutukan banyak orang belakangan ini, tapi itu tak bisa diterima Tahir Djide. Alasannya, "Eddy sedang tak fit, karena flu. Lagi pula, empat bulan lalu, ia sudah dikalahkan Xiong Guobao, pada turnamen bulu tangkis Muangthai Terbuka." Tahir, dosen FPOK IKIP Bandung, tegas menyatakan tak ada kesalahan strategi yang dibuat ofisial Indonesia. "Kalau kita kalah harus diakui secara sportif," katanya. Ia tidak sependapat jika dikatakan PBSI kurang berani menampilkan pemain muda di kejuaraan Piala Thomas. Kata Tahir, memang pernah ada usul dari beberapa eks pemain senior agar Alan Budi Kusuma, 18, dari klub Suryanaga, Surabaya, yang antara lain pernah mengalahkan pemain tangguh Denmark, Ib Frederiksen, ikut dimasukkan dalam tim inti. Usul itu ditolak karena prestasi Alan masih kurang memadai untuk bisa terpilih jadi anggota tim. Paling akhir, di All England lalu, Alan kalah di ronde kedua dari pemain baru Denmark. "Jadi, dengan alasan yang logis Alan memang tak bisa dipilih, meskipun harus diakui karena publikasi pemain ini cukup populer," kata Tahir. "Ia memang punya bakat. Tapi, masih perlu terus dibina." Berapa lama pemain seperti Alan perlu dibina? Tahir belum bisa menyebutkan pasti. Persoalan lain yang juga mengempang di depan PBSI: ada puluhan pemain seperti Alan, tapi belum ada yang sekaliber King, apalagi Rudy Hartono, yang sudah membuat debut bagus ketika masih berusia 17 tahun. Bahkan, sepuluh tahun lalu, Indonesia pernah dikenal punya 7 pemain tangguh yang sulit tertandingi. "Orang di luar sempat menggelari kami dengan julukan The Seven Magnificent," kata Christian. Ketujuh jagoan itu adalah Rudy Hartono, 27, Iie Sumirat 27, Christian, 27, Johan Wahyudi, 26, Ade Chandra, 27, Tjun Tjun, 24, dan Liem Swie King, 20. Kini, dengan materi Icuk Sugiarto, 24 Lius Pongoh, 26, Eddy Kurniawan, 24, Hadibowo, 28, Bobby Ertanto, 25, Kartono, 32, King, 30, dan Christian, 37, ketangguhan itu memang tak sebanding. Kelompok sekarang lebih sering kalah dibandingkan kelompok dulu. Padahal, mereka itulah pemain terkuat yang kini dimiliki Indonesia. Memang ada beberapa pemain sebaya Icuk, seperti Sigit Pamungkas, 23, Eddy Hartono, 23, Hafid Jusuf, 23, atau Hastomo Arbi, 25, yang kesemuanya anggota cadangan tim Piala Thomas 1986 dan dengan kemampuan agak berimbang. Namun, masih teka-teki apakah prestasi mereka bisa ditingkatkan lebih tajam, karena selama ini kemampuan mereka begitu-begitu saja. Menurut Tahir, PBSI memang mulai menyiapkan bibit regenerasi itu. Kini, katanya, malah sudah ada sekitar 30 orang (15 putra dan 15 putri) pemain berusia 18 tahun ke bawah yang ditarik ke Pelatnas dan Pelatda. Mereka inilah calon yang setelah dilatih serius diharapkan jadi pengganti King dan kawan-kawan nanti. "Kalau pemain mau digembleng di Pelatnas Jakarta, harus benar-benar jelas apa dan sasarannya dan mau ke mana," ujar Tan You Hok, pelatih Klub Djarum, Jakarta. Ia menilai program pengelompokan umur bagi pemain di Pelatnas seperti sekarang tak begitu jelas sasarannya. Padahal, yang ditarik ke situ anak-anak yang masih usia sekolah. "Jika sistem Pelatnas itu jangka panjang, apa anak-anak itu harus terus tinggal di Senayan," ujarnya. Ada juga usul dari seorang bekas pemain agar disiapkan pula tenaga pengawas kesehatan pemain secara lebih serius. Ini karena ada kasus gara-gara lalai menjaga kesehatan ada pemain yang sebenarnya cukup potensial, seperti Hendry Saputra - yang pernah menumbangkan juara All England Cina, Zhao Jianhua, tahun lalu - terpaksa beristirahat total karena terserang liver. MS Laporan Biro Jakarta & Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus