SEMUA tim peserta sudah datang. Pertempuran di antara pemain dari delapan negara yang berambisi merebut Piala Thomas - lambang supremasi bulu tangkis beregu putra - akhirnya dimulai. Selasa malam pekan ini perhatian jutaan khalayak peminat bulu tangkis mulai tersedot ke Istora Senayan, Jakarta. Ini kelima kalinya, sejak 1961, Istora menjadi ajang pertarungan jago-jago badminton dunia dalam kejuaraan itu. Tak heran kalau demi acara besar ini, gedung berkapasitas 12.000 orang itu terpaksa didandani. Misalnya dengan mengganti karpet sintetis untuk keempat lapangan yang ada di dalam gedung. Termasuk menukar lampu lapangan berkapasitas ribuan watt dengan lampu baru. Semua tim sudah menjajal fasilitas baru di gedung itu. Senin pekan lalu, ribuan orang tumplek untuk menyaksikan latihan para tim tamu di gelanggang tersebut. Tapi, perhatian mereka sebagian besar memang tampak lebih tertuju pada tim RRC, pemegang Piala Thomas 1982-1984. Sebab, mereka muncul sebagai peserta pertama yang tiba di Jakarta. Selain itu, rombongan ini juga datang dengan jumlah anggota terbesar dibandingkan peserta lain: 37 orang. Mereka terdiri atas 12 pelatih yang akan bertugas memantau kejuaraan, 16 pemain (8 putra untuk Piala Thomas dan 8 putri untuk Piala Uber), 2 dokter, 2 tukang pijat, 1 manajer tim, dan 4 petugas perekam video. "Kami sengaja membawa dua set alat perekam dan para pelatih untuk kejuaraan penting ini," kata Wan Wenjiao, 53, kepala pelatih tim RRC. Persiapan tim Cina ini memang tampak serius, melihat lengkapnya peralatan dan besarnya rombongan mereka. Boleh jadi begitu. Sebab, setelah kalah dari Indonesia dua tahun lalu di Kuala Lumpur, sekarang saatnya tim dari negeri berpenduduk 1 milyar lebih ini mendapat kesempatan merampas kembali Piala Thomas. "Sedapat mungkin, kami diminta membawa kembali Piala Thomas. Tapi, kami juga diminta tidak terlalu berpikir soal menang-kalah. Yang penting juga adalah bagaimana belajar dari tim negeri lain," ujar Wan Wenjiao, pelatih asal Solo yang sejak 1953 menetap di RRC. Ambisi Cina untuk merebut kembali Piala Thomas ini telah dipersiapkan dengan matang. Antara lain, menyangkut latihan intensif selama tiga bulan bagi delapan pemain yang dipilih dari 24 pemain terbaik mereka di Pusat Olah Raga (ti yi zhongxin) di Beijing Timur. Di Pelatnas inilah mereka, kata Wenjiao mengadakan perubahan orientasi latihan. Selama ini sisi kesegaran jasmani tak begitu ketat dipertimbangkan, asal sang pemain punya teknik bermain yang baik, tapi kini orientasi itu diubah. Ia mengakui pengubahan itu antara lain karena kasus kekalahan Han Jian dari Hastomo Arbi, dua tahun lalu yang menyebabkan Piala Thomas terlepas lagi. Analisa mereka memastikan di antara penyebab utama tumbangnya Han Jian itu kurangnya latihan fisik tadi. Wenjiao mengakui, dengan formulasi latihan baru ini, pemain yang punya ketahanan fisik yang baguslah yang terpilih ikut dalam tim Piala Thomas. Ini berarti semua pemain RRC yang main sekarang tangguh-tangguh? "Ya, memang harus begitu. Karena badminton itu olah raga keras. Kalau tak punya fisik baik, meskipun teknik dan skill tinggi, tetap susah mengalahkan lawannya," kata Wenjiao. Keberhasilan Cina merebut Piala Thomas dari Indonesia di London, 1982, setelah sebelumnya malang melintang di berbagai kejuaraan tingkat dunia yang ada, hampir saja memastikan dominasi mereka di cabang olah raga ini. Tapi, ternyata, supremasi tak lama mereka pegang. Sebab, di kejuaraan berikutnya, 1984, di luar dugaan, regu Piala Thomas RRC tergelincir lagi di tangan Indonesia. Sampai di sini, siapa yang paling jago dalam persaingan bulu tangkis beregu putra memang belum bisa ditebak. Setidaknya, karena sudah bertemu dua kali di final, kekuatan Indonesia dan RRC boleh dibilang sama kuat. Tapi ada petunjuk, jika itu dilihat dari pembibitan pemain, Indonesia memang sudah tertinggal. Baik untuk pembibitan pemain tunggal maupun ganda. Padahal, di nomor ganda misalnya, pasangan Tjun Tjun dan Johan Wahyudi (juara 7 kali ganda All England) dan Christian/Ade Chandra (5 kali juara ganda All England) sejak awal 1970-an, Indonesia tak pernah terkalahkan. Namun, kini siapa pemain ganda yang bisa dibanggakan? Lagi-lagi PBSI masih bertumpu pada pemain lama, Christian Hadinata, 36. Itu pun karena pemain tua itu dianggap mampu berpasangan dengan pemain muda. Agak ironis justru ketika Indonesia lengah dalam pembinaan, negeri lain di luar RRC seperti Korea Selatan, pelan-pelan bangun. Contoh paling jelas bisa dilihat di partai ganda itu. Yakni dengan tampilnya juara baru pasangan muda dari Korea Selatan Park Joo Bong/Kim Moon Soo dan ganda lain Razief dan Jaelani Sidek dari Malaysia. Dua pasangan ini sudah pernah mengalahkan ganda andalan Indonesia Liem Swie King/Kartono dan King/Heryanto. Dalam 2 tahun ini, berturut-turut Indonesia gagal di keJuaraan perorangan untuk merebut partai ganda, kejuaraan dunia dan di All England. Pekan ini, tanda tanya besar sedang dihadapi pengurus PBSI lewat duel perebutan Piala Thomas. Ada banyak harapan King dan kawan-kawan bisa menumbangkan lawannya di final, siapa pun mereka. Tapi tak kurang banyak orang yang mencemaskan kemampuan Christian untuk bisa menyumbang satu kemenangan dalam permainan ganda serta kebolehan pemain lainnya untuk mempertahankan Piala Thomas. Bagi Christian barangkali sebaiknya ini permainan terakhirnya dalam tim. MS. Laporan Mohamad Cholid & Toriq Hadad (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini