Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mengalahkan Mutsuo Watanabe

Petinju, 24, mengalahkan penantangnya Mutsuo Tanabe dari Jepang. Eli merobohkan Mutsuo pada ronde keenam. (or)

20 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SORAK-SORAI sekitar 5.000 penonton yang memenuhi Istora, Senayan, Jakarta, malam itu, sebenarnya sudah terdengar riuh pada menit terakhir ronde kelima. Waktu itu, Mutsuo Watanabe, 25, petinju Jepang penantang Ellyas Pical, 24, juara kelas bantam yunior OPBF (Orient Pacific Boxing Federation) dari Indonesia sudah dalam posisi kritis. Hanya mampu bertahan, dia tampak banyak bersandar di ring sambil berusaha menghindari rentetan pukulan yang dilancarkan Ellyas. Untung, tak berapa lama gong tanda ronde itu selesai, berbunyi. Maka, petinju yang di negerinya dijuluki "si Angin Fujiyama" itu pun selamat dari KO. Tapi, ketika gong berikut berbunyi, Watanabe, penantang nomor 6 OPBF ini, tak bisa mengelak lagi. Tampil lebih ganas, Elyas Pical terus menghajar muka dan perutnya. Petinju yang memiliki rekor 22 kali main, 12 kali menang angka, 5 kali menang KO, dan 5 kali kalah itu pun roboh. Wasit segera menghentikan pertarungan, dan Ellyas dinyatakan menang KO. Tepuk tangan gemuruh menyambut putusan wasit itu. Petinju favorit mereka, Ellyas Pical, yang lahir di Saparua, Maluku, untuk pertama kalinya berhasil mempertahankan gelar juara, yang direbutnya Mei 1984 dari petinju Korea Selatan, di Seoul. Baru bertinju pada usia 14, petinju kidal ini memulai kariernya sebagai petinju setahun kemudian. Yakni, ketika ia berhasil menjadi juara yunior di tingkat Kota Madya Ambon, pada 1975. Dengan prestasi inilah, anak keenam dari tujuh putra-putri Pieter Pical, seorang tukang cukur di Ambon, itu berkenalan dengan pelatih tinju terkenal Teddy van Room. Di tangan pelatih beken ini, sekitar empat tahun, dia mendapat gemblengan tinju. Pemuda yang pemalu dan kini masih bujangan itu berlatih keras. Maret 1979, dia terpilih menjadi salah satu petinju yang memperkuat tim Maluku ke Kejuaraan Sarung Tinju Emas IV di Jayapura, Irian Jaya. Tapi pada penampilan pertama ini dia sudah berhasil. Baru pada kejuaraan nasional bulan November 1979 Ellyas berhasil. Dan di sini pula untuk pertama kalinya dia menjadi juara kelas terbang nasional, dengan menyumbang sebuah medali emas buat timnya. Setelah emas pertama ini, prestasi petinju itu, yang menurut Syamsul Anwar bermata tajam, mulai menapak maju. Pada 1980, di Kejuaraan Presiden III yang diikuti 13 negara, Ellyas kembali menyumbangkan emas. Dari sini pula, ia mulai sering mengalahkan petinju luar negeri, ketika diberl kesempatan melawat ke manca negara. Prestasi istimewa dibuatnya di Seoul pada awal 1981, ketika mengikuti kejuaraan Piala Presiden IV. Di kejuaraan itu, petinju yang berambut keriting halus ini menjadi satu-satunya petinju yang menyumbangkan medali emas buat Indonesia. Kariernya sebagai petinju amatir berhenti setelah usai Sea Games 1981 di Manila. Kekecewaan karena dirugikan wasit dalam suatu pertarungan menyebabkan Ellyas memutuskan berhenti sebagai amatir. Dia pun beralih ke tinju profesional dan bergabung dengan Sasana Garuda Jaya, Jakarta. Di bawah asuhan Manajer Simson Tambunan, selama tiga tahun lebih pelan-pelan Ellyas memupuk kariernya. Dari penantang tak bernomor untuk OPBF, dia bertarung terus sampai akhirnya bisa terpilih sebagai penantang nomor 9 di kelas barunya, bantam yumor, pada awal 1984. Ini berarti, dia punya hak bertanding untuk memperebutkan gelar juara OPBF. Dan hak itu dipergunakannya, Mei lalu, ketika dia merobohkan Hee Yung Choon, yang memperoleh gelar juara dari rekan senegaranya, Soon Chun Kwon, tanpa bertanding. Soon Chun Kwon memang terpaksa menyerahkan gelarnya kepada Hee Yung Choon, waktu itu penantang peringkat kedua, karena dianggap jarang bertanding. Dengan hadiah uang Rp 15 juta, selesai memukul penantangnya dari Jepang, Ellyas Pical merasa bahagia. "Akan saya tabung untuk hari depan," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus