Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

olahraga

Mencari Panutan Ganda Campuran

Penampilan atlet tim nasional ganda campuran bulu tangkis Indonesia selama 2021 tidak maksimal. Regenerasi pemain berjalan, tapi dibutuhkan panutan senior.

4 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penampilan buruk ganda campuran Praveem Jordan/Melati Daeva Oktavinati sepanjang 2021 sempat membuat marah pelatih Nova Widianto.

  • Nova menyebut anak asuhannya itu bermasalah dengan komunikasi di lapangan.

  • Menurut mantan pelatih Richard Mainaky, muncul masalah nonteknis di ganda campuran karena tak adanya pemain senior yang jadi panutan.

PRAVEEN Jordan, 28 tahun, gagal mengembalikan kok pukulan Tse Ying Suet yang berada di depan net. Pemain bulu tangkis yang berpasangan dengan Melati Daeva Oktavianti itu pun harus mengakui keunggulan ganda campuran asal Hong Kong, Tang Chun Man/Tse Ying Suet, dalam kejuaraan HSBC Badminton World Federation World Tour Finals 2021. Mereka kalah dengan skor 21-11, 21-15 dalam waktu 33 menit di Bali International Convention Centre & Westin Resort, Nusa Dua, Bali, Jumat, 3 Desember lalu.

Dengan kegagalan ini, Praveen/Melati menelan kekalahan kedua dari tiga pertandingan dalam turnamen berhadiah total US$ 1,5 juta (sekitar Rp 21,77 miliar) itu. Dua hari sebelumnya, mereka dijegal ganda campuran Thailand, Dechapol Puavaranukroh/ Sapsiree Taerattanachai. Mereka pun gagal melaju ke babak semifinal. "Pertandingan tadi, pemain Hong Kong lebih siap dan inilah hasilnya," ujar Praveen seusai laga, dikutip dari keterangan tertulis Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI).

Lebih jauh Praveen menegaskan, dia bersama Melati beserta pelatih selalu melakukan evaluasi. Terutama dalam tiga turnamen yang berlangsung di Bali. Sebagai unggulan kedua dalam Indonesia Masters 2021, Praveen/Melati tersingkir di babak pertama, tumbang oleh duet India, Dhruv Kapila /Nelakurihi Sikki Reddy, yang berstatus non-unggulan. Penampilan buruk mereka pun terlihat dalam Indonesia Open 2021. Pasangan ganda peringkat kelima dunia ini terhenti di babak kedua, dikalahkan pasangan Denmark, Mathias Christiansen/Alexandra Boje.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pelatih Ganda Campuran Indonesia, Nova Widianto/Dok PBSI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baik Praveen maupun Melati berharap banyak bisa tampil lebih baik dalam turnamen selanjutnya. "Masih ada Kejuaraan Dunia pekan depan dan turnamen lain. Saya harap bisa tampil lebih baik," tutur Praveen. Kejuaraan Dunia BWF 2021 akan berlangsung di Huelva, Spanyol, 12-19 Desember mendatang.

Buruknya penampilan Praveen/Melati sepanjang 2021 sempat membuat marah pelatih ganda campuran tim nasional Indonesia, Nova Widianto. Pelatih kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 10 Oktober 1977, itu merasa kecewa melihat daya juang juara All England 2020 tersebut dalam beberapa turnamen terakhir. Menurut dia, kendala Praveen/Melati ada pada konsistensi. "Mereka bisa bagus di satu-dua turnamen, tapi jelek di banyak turnamen lain. Padahal mereka punya kualitas," kata Nova saat dihubungi, Kamis, 2 Desember lalu.

Selain itu, Nova menyebutkan dua anak asuhannya itu bermasalah dalam komunikasi di lapangan. Menurut dia, Praveen dan Melati kadang membawa permasalahan pribadi ke lapangan. Hal itu mempengaruhi kekompakan mereka saat bertanding. "Sebenarnya, kalau mereka mau berusaha (agar) komunikasi bagus, saya rasa hasilnya akan maksimal," ujar mantan pemain ganda campuran yang meraih medali perak Olimpiade Beijing 2008 bersama Liliyana Natsir ini.

Nova mengakui penampilan atlet bulu tangkis ganda campuran selama 2021 tidak maksimal. Sektor ini hanya mampu meraih satu gelar Super 300, yakni dalam Spain Masters 2021, melalui pasangan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari. "Dari beberapa pasang ganda campuran kita, hanya Rinov/Pitha yang bisa dibilang lumayan. Mereka juara di Spanyol dan (menembus) semifinal di Hylo Open di Jerman," ucap Nova.

Pasangan ganda campuran lain yang mengalami penurunan performa adalah Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja. Buruknya penampilan keduanya sepanjang 2021 membuat mereka gagal mendapatkan tiket ke Olimpiade Tokyo 2020. Menurut Nova, pasangan yang kini berada di peringkat ke-10 dunia itu harus meningkatkan daya tahan serta variasi pukulan. "Dalam beberapa pertandingan mereka hanya kalah tahan dari pemain top-top dunia," tuturnya.

Meski prestasi anak-anak asuhannya menurun, Nova mematok target gelar juara kategori Super 500 ke atas. Ia mempunyai pekerjaan rumah membenahi masalah teknis dan mental para penghuni pemusatan latihan nasional (pelatnas) di Cipayung, Jakarta, itu. "Kita harus bisa jadi juara di beberapa turnamen Super 500 ke atas. Kita harus lebih konsisten, jangan cuma sekali-kali juara seperti tahun-tahun sebelumnya,'" ujar Nova menyebutkan targetnya.

Dalam hal regenerasi, Nova menjelaskan, sektor ganda campuran telah menyiapkan pemain muda sebagai pelapis Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria. Sudah ada dua pasangan Indonesia lain yang menembus peringkat 30 besar dunia. Mereka adalah Rinov/Pitha dan Adnan Maulana/Mychelle Crhystine Bandaso. "Saya harap mereka bisa meneruskan tongkat estafet dari senior mereka," ucapnya.

Meski penampilannya sedang jeblok, Gloria Emanuelle Widjaja yakin mampu memperbaiki performa bersama Hafiz pada 2022. Ia berharap masih mendapat kepercayaan dari PBSI untuk berada di Cipayung. "Kalau masih dikasih kesempatan, yang pasti saya dan Hafiz akan mencoba terus untuk memberikan prestasi," kata Gloria, 27 tahun, Jumat, 3 Desember lalu.

Pelatih fisik ganda campuran, Felix Ary Bayu Marta, mengatakan telah menyiapkan beberapa program untuk meningkatkan daya tahan pemain dalam menyongsong turnamen pada 2022. Program itu, dia menambahkan, bakal disinergikan dengan latihan teknik. "Sebenarnya sepanjang 2021 ini kebanyakan kendala yang muncul masalah nonteknis, tapi tetap kita evaluasi mengenai program tambahan," ujar Felix, Kamis, 2 Desember lalu.

Mantan pelatih ganda campuran, Richard Mainaky, menyebutkan masalah nonteknis di sektor ganda campuran terjadi karena tak adanya pemain senior yang menjadi panutan. Peralihan dari era Tri Kusharjanto/Minarti Timur ke Nova Widianto/Vita Marissa, Richard melanjutkan, berjalan sesuai dengan rencana. Begitu pula transisi dari era Nova/Vita ke Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. "Setelah Owi/Butet seharusnya Praveen/Debby Susanto. Karena Debby nikah, kita stagnan di situ," ujar pria kelahiran Ternate, 23 Januari 1965, ini.

Meski kini tidak lagi berada di pelantas bulu tangkis, Richard berharap Praveen dan Melati bisa tampil sebagai panutan bagi pemain muda. Ketika masih melatih, Richard bercerita, ia pernah mengancam akan mengeluarkan Praveen dari pelatnas akibat tindakan indisipliner. Setelah itu, kata dia, permainan Praveen/Melati seperti kesetanan dan mereka berhasil meraih gelar All England 2020. "Seharusnya Praveen sudah dewasa, tidak perlu diancam terus karena waktunya mereka jadi panutan.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus