Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERHELATAN Piala Dunia 2022 dimulai pada Ahad, 20 November 2022, waktu Qatar. Pembukaan turnamen sepak bola empat tahunan yang ke-22 ini berlangsung di Stadion Al Bayt di Al Khor, kota di utara Doha yang berjarak sekitar 45 kilometer berkendara. Pembangunan Stadion Al Bayt yang berkapasitas 60 ribu tempat duduk itu menelan biaya US$ 847 juta. Pemerintah Qatar menghabiskan anggaran US$ 8-10 miliar hanya untuk membangun Stadion Al Bayt dan tujuh stadion lain sebagai tempat penyelenggaraan 64 laga Piala Dunia 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan mahalnya biaya pembangunan venue itu yang membuat Piala Dunia Qatar dikecam, melainkan banyaknya pekerja migran yang meninggal saat pembangunannya. Investigasi The Guardian pada 2021 menyebutkan lebih dari 6.500 buruh migran yang membangun infrastruktur Piala Dunia di Qatar tewas. The Guardian mengutip data dari kedutaan negara-negara pengirim tenaga kerja, seperti India, Pakistan, Bangladesh, dan Nepal. Sementara itu, The Washington Post menyebutkan 1.200 pekerja tewas selama sepuluh tahun pembangunan infrastruktur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Qatar mengakui kematian pekerja migran tersebut, tapi jumlahnya tak lebih dari 37 orang. Tak pelak, Piala Dunia kali ini terasa berbeda bukan saja karena untuk pertama kali berlangsung di Timur Tengah dan pada musim dingin, tapi juga karena isu kematian dan perlakuan buruk terhadap pekerja migran. Beberapa tim nasional mengkritik keras hukum yang berlaku di Qatar karena dianggap tak sesuai dengan hak asasi manusia. Salah satu pengkritik itu adalah Federasi Sepak Bola Denmark (DBU).
Tim nasional Denmark bahkan sudah menyiapkan jersei dengan "warna berkabung" untuk mengenang ribuan pekerja migran yang tewas. Perusahaan Hummel yang membuat jersei untuk timnas Denmark merancang jersei ketiga berwarna serba hitam. Dua jersei lain berwarna serba merah dan serba putih. Tampilan ketiga jersei itu sederhana, dengan logo Hummel dan lambang DBU tersamar berwarna senada. "Kami tidak ingin terlihat selama turnamen yang telah menelan korban ribuan orang," demikian cuitan Hummel di akun media sosialnya saat peluncuran jersei itu, 28 September lalu.
Latihan timnas Brasil menjelang gelaran Piala Dunia 2022, di Turin, Italia 14 November 2022/REUTERS/Massimo Pinca
Sebelumnya DBU juga memohon izin ke Asosiasi Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) untuk memakai jersei bertulisan "human right for alls". Permintaan itu ditolak FIFA karena melanggar Hukum Ke-4 Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB) bahwa semua perlengkapan tim, termasuk pakaian, tidak memuat slogan; pernyataan; serta gambar politik, agama, dan pribadi. Presiden FIFA Gianni Infantino juga mengirim surat kepada para peserta Piala Dunia 2022, mendesak mereka "berfokus pada sepak bola". "Kita tidak ingin terseret ke dalam setiap pertempuran ideologis atau politik yang ada," tulis Infantino.
Tim Dinamit Denmark berkukuh memakai jersei berkabungnya dalam laga perdana mereka di Stadion Education City, Selasa, 22 November mendatang, kala menjamu Tunisia di Grup D. Bersama Denmark dan Tunisia, Grup D berisi Australia dan juara bertahan Piala Dunia 2018 Rusia, Prancis. Kedua timnas ini akan berhadapan di Stadion Al Janoub pada waktu yang sama. Pada hari itu juga digelar pertandingan di Grup C antara Argentina dan Arab Saudi di Stadion Lusail dan laga Meksiko versus Polandia di Stadion 974.
Adapun tuan rumah Qatar melawan salah satu wakil Amerika Selatan, Ekuador, dalam laga pembuka Piala Dunia 2022. Tiga hari menjelang kick-off Piala Dunia 2022 itu, Amjad Taha, seorang influencer dengan 400 ribu pengikut, mencuit: "Eksklusif: Qatar menyuap delapan pemain Ekuador US$ 7,4 juta untuk kalah di laga pembuka (1-0, babak kedua)". Menurut Taha, lima pemain Qatar dan informan Ekuador telah mengkonfirmasi penyuapan ini. Banyak yang meragukan kabar itu, tapi sampai akhir pekan tidak ada bantahan dari FIFA.
Isu penyuapan memang kental dalam perhelatan Piala Dunia 2022. The Guardian merilis laporan adanya dugaan suap kepada para pejabat FIFA untuk memilih Qatar sebagai tuan rumah. Salah satu sosok yang menjadi sorotan dari skandal tersebut adalah Mohammed bin Hammam yang juga mantan Presiden Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). Ada dugaan suap yang dilakukan Hammam kepada 30 pemimpin federasi sepak bola Afrika. Selain itu, Hammam diduga menyuap Wakil Presiden FIFA Jack Warner.
Penunjukan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia dilakukan dalam rapat komite eksekutif FIFA pada 2010. Pada awalnya, Amerika Serikat dijagokan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Namun tekanan dari pihak luar membuat FIFA akhirnya memilih Qatar. Mantan Presiden FIFA, Sepp Blatter, mengakui bahwa ia melakukan kesalahan dengan menjadikan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. "Penunjukan Qatar sebagai tuan rumah merupakan sebuah kesalahan dan itu sebuah pilihan yang buruk," ucap Blatter seperti dikutip dari laman ESPN.
Piala Dunia di Musim Dingin/TEMPO
Qatar juga dikritik atas pelarangan perilaku homoseksual di negaranya. Bahkan mereka sudah membentuk undang-undang yang mengancam mereka yang melakukan perilaku tersebut. Paling anyar adalah pernyataan Duta Piala Dunia 2022, Khalid Salman, bahwa "homoseksualitas adalah kerusakan dalam pikiran dan kerusakan spiritual yang menjadi tindakan haram di negara emirat yang mayoritasnya muslim."
Larangan tersebut kemudian menuai banyak kecaman, terutama dari para komunitas pegiat LGBTQ+. Mereka menilai Qatar tidak menghormati kebebasan berekspresi. Akibatnya, muncul kampanye untuk memboikot Piala Dunia 2022 Qatar.
Berlangsung di tengah kecaman, Qatar menghabiskan uang hingga US$ 220 miliar atau setara dengan Rp 3,4 kuadriliun untuk menggelar Piala Dunia 2022—menjadi Piala Dunia termahal sepanjang sejarah sejak dimulai pada 1930—tetap menawarkan persaingan sengit di atas lapangan. Para maestro si kulit bundar bakal beradu kemampuan mengolah bola untuk membawa pulang hadiah uang senilai US$ 42 juta (setara dengan Rp 653 miliar).
Perusahaan penyedia statistik sepak bola yang berbasis di Inggris, Opta, pun telah melansir prediksi dan peluang tim-tim kontestan untuk bisa mengakhiri turnamen di Qatar tersebut di podium juara. Opta menggunakan kecerdasan buatan Stats Perform dalam menyusun prediksi Piala Dunia 2022. Model prediksi ini memperkirakan probabilitas hasil yang diraih setiap tim dalam tiap laga. Probabilitas itu mengacu pada pasar taruhan dan peringkat tim versi Stats Perform. Peluang dan peringkat tim ini didasarkan pada sejarah tim dan catatan penampilan dalam beberapa laga terakhir.
Berdasarkan model prediksi itu, Brasil muncul sebagai tim yang difavoritkan mengangkat trofi pada akhir turnamen. Peraih lima gelar juara Piala Dunia itu mengantongi persentase sebesar 15,8 persen untuk merengkuh trofi Piala Dunia. Dengan model ini, Brasil yang terakhir kali menjuarai Piala Dunia 2002 berpeluang besar mengakhiri puasa gelar. Posisi kedua ditempati oleh Argentina. Lionel Messi beserta Tim Tango memiliki peluang 13 persen untuk mengakhiri Piala Dunia 2022 di singgasana juara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo