APAKAH di sini tidak ada muslim?" Seorang pemain sepakbola dan
melontarkan pertanyaan bernada soal SARA (Suku, Agama, Ras dan
Aliran) itu di Hotel Danau Toba, Medan. Ketika itu pihak
berwajib melarang para pemain Iran menempeli dinding hotel
dengan gambar-gambar pemimpin revolusi Ayatullah Khomeini.
Usaha mengampanyekan Khomeini, dan mungkin juga revolusi Iran,
tampaknya sudah dipersiapkan dengan rapi sebelum mereka bertolak
dari Teheran. Buktinya, begitu mendarat di bandar udara Polonia
(29 April), mereka langsung mengumandangkan lagu Kbomeini al
Imam, serta mengacungkan tanda V (simbol kemenangan) dengan
jari. Waktu itu orang tak peduli.
Masyarakat baru terkesima sewaktu tim Iran ini berdefile pada
pembukaan turnamen Piala Marah Halim ke-9 di Stadion Teladan
keesokan petangnya. Di depan 40.000 pengunjung yang memadati
stadion mereka membentangkan pamflet bergambar Khomeini. Dan
mereka berusaha membagi-bagikannya kepada massa.
Ada apa? "Kami tidak bermaksud jelek," kata pelatih Iran Mahmoud
Sutiie kepada wartawan TEMPO, Zakaria M. Passe. "Gambar Imam
Khomeini kami bawa dengan tujuan untuk membangkitkan semangat
kami dan memperkenalkannya di sini." Sebagian pamflet itu disita
oleh petugas keamanan, dan kini berada di kantor polisi Medan.
Larangan alat negara, maupun penyitaan pamflet itu, ternyata
tidak membuat rombongan tim Iran jera. Sewaktu mengunjungi
daerah pertokoan di Kampung Keling, dekat kantor Kodak II
Sumatera Utara, mereka kembali menggemakan Kbomeini al Imam.
Sekali-sekali mereka meneriakkan "Allahu Akbar, Allahu Akbar."
Banyak orang khawatir kalau terjadi insiden dan buru-buru
menyingkir.
Sehari setelah di Kampung Keling, sasaran kampanye mereka
beralih ke Masjid Agung yang terletak di samping kantor
Gubernur. Para jamaah tampak tersentak melihat mereka datang
dengan teriakan Allahu Akbar sambil mengacung-acungkan gambar
Khomeini. Ketika itu muazin sedang melafazkan azan kedua. Di
dalam masjid mereka duduk memencar dan bersalaman dengan para
jamaah lain.
Kontingen Iran, terdiri dari 18 pemain dan 3 ofisial, bersikap
terlalu demonstratif hingga mereka terpaksa diawasi ketat. Lima
petugas berpakaian preman membayangi mereka ke mana saja. Bahkan
ke WC pun mereka dibuntuti. Selain itu mereka juga dikenakan
ketentuan khusus. "Kami dilarang bicara dengan wartawan," kata
seorang pemain Iran.
Sejauh ini baru ketua Panitia Pelaksana Piala Marah Halim,
Kamaruddin Panggabean, yang berurusan dengan Laksusda. Ia
dimintai keterangan mengenai perilaku tim yang diundangnya.
Penggabean mengaku ia terbengong-bengong melihat kelihaian-
kontingen Iran memanfaatkan situasi di Stadion Teladan. "Kami
kebobolan," kata Zainuddin Jakfar, komisaris Yayasan Piala
Marah Halim. "Padahal, sebelumnya, tas-tas mereka sudah
diteliti."
Kasus 4 hari (29 April s/d 2 Mei) kampanye Khomeini di Medan
telah dilaporkan Panggabean kepada Kedutaan-besar Iran di
Jakarta. Dalam kawatnya ia minta agar anak-anak Iran itu
'dipringatkan' supaya tidak bertingkah yang aneh-aneh.
Tim Iran ini semula diundang panitia untuk menyemarakkan mutu
Piala Marah Halim. Mengingat Iran adalah salah satu dari 16
finalis Piala Dunia 1978 di Argentina. Ternyata yang datang itu
cuma tim 'B'. Dalam pertandingan pertama melawan Birma pekan
lalu Iran kalah 2-0. "Habis mereka sibuk berpolitik bukan
bermain bola," kata Panggabean. Turnamen Piala Marah Halim, kali
ini, diikuti oleh 11 kesebelasan - 4 dari dalam negeri dan 7
dari luar.
Tapi di mata penonton mereka ternyata mendapat tempat
tersendiri. Maklun, ini adalah kali pertama tim Iran hadir.
Kendati kalah, ada juga penonton yang melemparkan telur rebus
kepada mereka. Dan mereka memakannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini