HANYA meleset 5 ronde dari ramalannya semula, Juara orient
Pacific Boxing Federation (OPBF), Chongpal Park, merubuhkan
penantang Indonesia, Rocky Joe, dengan KO di ronde ke-8. "Kami
tidak menduga Joe begitu hebat," komentar Kim Hyung-chi,
manajer sang juara. "Umurnya saja yang membuat ia kehilangan
kesempatan."
Joe, 30 tahun, di ring memang seperti dirongrong oleh usianya.
Ia nampak bagus cuma sampai ronde ke-4 dari 12 babak yang
direncanakan. Sisanya, ia sering kecolongan di tangan musuh.
"Salah sendiri. Tidak mau dengar petunjuk," kata pelatihnya, Max
Djorghi.
Konon Joe dipersiapkan pelatihnya selama 2 bulan, bukan untuk
menjatuhkan Park dengan KO, melainkan untuk merebut angka pada
setiap ronde. Tapi Joe menampik bahwa ia mengabaikan nasihat.
"Lawan terlalu cepat. Saya jadi bingung untuk melakukan
blocking, " kata Joe seusai pertandingan. "Dilindungi kepala,
perut yang kena. Dan sebaliknya."
Sekalipun terjun ke dunia tinju bayaran sejak 1972, dan sudah
bertarung 20 kali, Joe masih miskin dalam pengalaman
internasional. Sebaliknya, Park. Tidak heran, bila pada ronde
ke-3 Park sudah menemukan titik kelemahan Joe.
Park mempersiapkan diri untuk mempertahankan gelar kali ini 1
bulan saja, tapi ia berlatih secara teratur sepanjang tahun. "Di
tempat kita belum mungkin seperti itu. Tinju bayaran belum bisa
memberi hidup," komentar petinju lain, Rudy Siregar.
Dalih itu ada benarnya. Tinju bayaran di Indonesia, setelah
hampir 7 tahun 'tenggelam' tanpa pertandingan, baru bernapas
lagi di awal 1980 dengan adanya Bs soxing Corporation di bawah
pimpinan Boy Bolang. Dan uang masuknya masih kecil. Dari
perebutan gelar OPBF di Istora Senayan, Jakarta akhir minggu
lalu Joe, misalnya, cuma mendapat imbalan Rp 1 juta. Sedang Park
mengantongi 10 kali jumlah itu.
Faktor lain yang merepotkan Joe adalah tiadanya kawan berlatih
yang satu kelas. Dalam kelas menengah hanya tersedia Siregar
bagi Joe untuk mengasah ketrampilannya. Sedang kedua petinju ini
--selain tak satu sasana -- disibukkan pula oleh urusan dapur
masing-masing.
"Berlatih dengan lawan yang imbang adalah penting sekali," kata
Yun-chung Hong yang melatih park. "Di Korea (Selatan), kami
tidak mengalami kesulitan untuk itu."
Park, 20 tahun, adalah siswa Dong A Gymnasium di Xeoul. Sehari
setelah pertandingan ia langsung meninggalkan Jakarta. "Kami
harus buru-buru pulang karena Park harus berlatih lagi," kata
Kim. Akhir Mei, Park akan menghadapi tantangan petinju Jepang.
Dengan kegagalan ini, Joe kembali ke kondisi ekonomi seperti
dulu. Djorghi sudah berharap nasib anak asuhannya akan berubah.
"Kalau kau menang, kau bisa menjadi milyuner," katanya sebelum
pertandingan. Semula Joe diharapkan menjadi petinju Indonesia
kedua menjuarai OPBF setelah Wongsosuseno di tahun 1973.
Dari partai lain, petinju Indonesia yang cemerlang cuma Sperling
Pangaribuan di kelas welter ringan. Ia berhasil memukul rubuh
Fire Kaneda dari Jepang dengan KO di ronde ke-4 Siregar juga
menang atas Armando Boniquit dari Filipina, tapi partai ini
tidak mengesankan sama sekali. Dua sisa lainnya di partai utama,
Jimmy Sinantan dan Wongsosuseno, bertekuk lutut di tangan Nanta
Bureng (Muangthai) dan Jeff Malcom (Australia).
Hal yang menggembirakan ialah minat pembeli karcis untuk adu
tinju prof mulai membengkak. Tercatat 10.00 pengunjung, termasuk
Wakil Presiden Adam Malik, di Istora. Masa sebelumnya tak
sampai segitu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini