Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Saham Rokok & Obat Gosok

Dalam rapat tahunan pemegang saham pt bat (british american tobacco), keuntungan perseroan selama 1979 sebesar rp 8.359 juta dan tiap saham dapat dividen rp 195.

10 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRIA setengah tua dengan pakaian sederhana dan bersepatu sandal itu mengacungkan tangan tatkala kesempatan bertanya dibuka. Di mimbar, pertanyaan yang diajukannya ialah "Bagaimana status saya sekarang dan ke mana saham itu bisa dijual?" Diajukan di tengah rapat umum tahunan pemegang saham PT sAT (British American Tobacco) Indonesia yang berlangsung pekan lalu di Golden Room, Hotel Hilton Jakarta, pertanyaan itu mungkin terasa aneh. Tapi itu bisa dimengerti. Beberapa di antara 500 orang yang hadir di rapat itu datang dengan naik bis atau sepeda motor. Mereka adalah orang-orang yang buat pertama kalinya memiliki saham hingga masih asing terhadap seluk beluk dunia persahaman di pasar modal. Sekalipun pihak BAT mencoba meyakinkan orang-orang tadi bahwa uang yang ditanamnya itu "aman". "Dalam 4 bulan terakhir ini produksi dan pemasaran BAT cukup memuaskan," kata R.G.I. Leonard, Direktur Utama PT BAT Indonesia yang hari itu memimpin rapat. Dilaporkannya keuntungan perseroan selama 1979 mencapai Rp 8.359 juta. Setelah dikurangi dana untuk cadangan dan dividen sementara yang telah dibayar tahun lalu, ia mengusulkan untuk membagikan dividen sebesar Rp 4.290 juta. Hingga tiap saham akan mendapat dividen Rp 195. Usul ini diterima dengan aklamasi. Saham BAT yang dijual pada umum (go public) sejak 6 November 1979 termasuk laris. Dari 30% jumlah saham yang dijual, 15% dibeli oleh PT Danareksa yang kemudian memecah dan menjualnya dalam bentuk sertifikat. Harga nominal saham yang Rp 1.000, di hari penjualan perdana ditawarkan Rp. 2.500 per saham. Sebulan kemudian naik menjadi Rp 2.750, namun kemudian menurun karena banyaknya orang yang menjual sahamnya kembali. Awal pekan ini harganya Kp. 2.675 per saham. Puaskah para pemegang saham dengan dividen 19,5% itu? "Lumayan, dalam 6 bulan dapat keuntungan 19,5%. lni kan lebih besar dari bunga deposito yang antara 12-15% setahun," komentar seorang pemegang saham. Toh tampaknya lebih banyak pemegang saham baru yang kurang puas. "Sebetulnya saya n1engharapkan dividen paling tidak 30%. Soalnya inflasi tahun lalu saja lebih dari 20%, ujar seorang wartawan yang memiliki 100 saham. Dibanding saham perusahaan lain, dividen yang diberikan PT BAT sebetulnya tak banyak berbeda. Misalnya pada 1978, untuk 5 bulan pertama PT Semen Cibinong membayar dividen 15%. Namun bila kenaikan harga saham PT Semen Cibinong yang dalam 2 tahun naik dari Rp. 10.000 menjadi Rp. 14.850 ikut dihitung, maka laba modal (capital gain) yang diperoleh pemegang sahamnya mencapai 35% setahun. Yang tampaknya mencemaskan banyak pemegang saham BAT adalah kampanye anti-rokok yang belakangan ramai digalakkan. Dir-Ut R.G.I. Leonard cepat meyakinkan mereka, bahwa prospek produk-produk BAT untuk tahun-tahun mendatang masih tetap cerah. Dijelaskannya kelompok perusahaan BAT yang berpusat di London juga memroduksi kertas dan kosmetik. "Jangan lupa, merokok juga ada segi positifnya menghilangkan ketegangan, membantu konsentrasi dan merupakan kenikmatan," katanya. Mendengar ini semua yang hadir tertawa. Memenuhi Janji Minat masyarakat untuk membeli saham perusahaan bermodal asing rupanya cukup besar. Waktu BAT mulai menjual sahamnya pada November 1979, terjadi kelebihan permintaan sebesar 15%. Hal ini terulang lagi pekan lalu, tatkala PT Richardson-Merell Indonesia (RMI) produsen obat gosok Vicks -- mulai menjual sahamnya. "Permintaan mencapai 77% di atas jumlah saham yang ditawarkan," ujar J.A. Turangan, Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam). Berdasar keputusan Bapepam, PT RMI diizinkan menjual sahamnya sebanyak 280.000 lembar atau 28% dari besar modalnya. Harga penawaran pertama dl pasar perdana Rp 3.000 per saham, dengan harga nominal Rp. 2.000 per saham Waktu dijual di Pasar Modal Senin pekan lalu, kursnya naik menjadi Rp. 3 112,50 per saham dengan peredaran 4.050 lembar. "PT RMI go public bukan untuk ekspansi perusahaan, tapi guna memenuhi janji pada pemerintah," kata Willy Siwu, Wakil Dir-Ut PT RMI. Memulai usahanya di Indonesia sejak Desember 1948 PT RMI mula-mula bergerak di bidang pemasaran obat gosok Vicks. Pabriknya di Indonesia yang terletak di Jalan Raya Bekasi, Jakarta Timur, beroperasi pada 1970. Menurut Siwu, obat balsem pelega pernapasan Vicks Vaporub yang dihasilkan pabriknya menguasai 94% pasaran Indonesia. Namun sirup obat batuk Vicks Formula 44 hanya memperoleh 16,5% dari pasaran obat batuk karena banyaknya saingan. Selain Vicks, perusahaan ini juga menghasilkan oil of ulan -- suatu ramuan minyak untuk melembutkan kulit -- dan juga Clearosil Cream Medication, semacam obat penyembuh jerawat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus