Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Minggu-Minggu Guncang

Usulan pada pimpinan PSSI untuk mengadakan kongres luar biasa pada minggu tenang tampaknya tak disetu jui ketua umum PSSI, karena menghadapi kesibukan turnamen pre olimpik. (or)

21 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU-MINGGU tenang (TEMPO, 8 Pebruari 1976) tak dapat bertahan lama. Komda PSSI Jawa Tengah yang membawahi 34 bond anggota PSSI mengusulkan pada pimpinan PSSI untuk mengadakan kongres luar biasa. Acaranya cukup prinsipil: membicarakan kebijaksanaan Ketua Umum PSSI tentang "peraturan pertandingan kejuaraan PSSI" dan "kejuaraan kembar". Usul tersebut disambut oleh Bogor yang kemudian meminta supaya Komda Jawa Barat mendukung terselenggara hanya kongres luar biasa itu. Konon di balik kesibukan turnamen Pre- Olimpik ini, dukungan serupa itu akan bersahutan dari daerah-daerah lainnya. Sehingga minggu-minggu tenang terasa berguncang-guncang. Menurut ketentuan Anggaran Dasar PSSI, quorum untuk terseleng- garanya kongres luar biasa paling sedikit harus didukug oleh 1/3 dari seluruh anggota PSSI yang berjumlah 276 perserikatan. Untuk memperoleh dukungan sebanyak 92 suara nampaknya tidak sulit. Jawa Barat sendiri terdiri dari 26 anggota termasuk Persija. Sementara Sumatera memliki 84 anggota. Tapi menurut Yusuf Antha, staf Sekretariat PSSI, syarat tersebut masih belum cukup. Paling sedikit setelah disetujui 1/3 anggota harus dipenuhi pula 'keadaan yang mendesak dan persetujuan Ketua Umum PSSI' yang memang menganggap perlu diadakan kongres luar biasa". Ketiga unsur itu harus dipenuhi sekaligus kata Yusuf. Tapi apakah tepat waktunya untuk melontarkan isyu "kongres luar biasa", sementara masyarakat sepakbola digugah untuk mensuksekan Pre-Olimpik? "Saya kira sasarannya lain-lain", ujar Suprapto. Komda Jawa Tengah, pada TEMPO lewat telepon. "Lagi pula persiapan kongres akan makan waktu dan paling cepat baru akan terjadi pada turnamen Piala Suharto, April yang akan datang. Sekarang hanya baru persiapan saja". Dukungan terhadap pendapat Komda Jateng itu datang pula dari Ketua arian PSIC (Cirebon) Mustaffa Ridwan. "Masalah organisasi harus terus menerus mengalami perbaikan", katanya, "saya setuju soal kongres luar biasa harus dicegah jangan sampai merugikan Pre olimpik. Tapi kan masalahnya lain". Ia kemudian menegaskan: "Pada prinsipnya saya setuju kongres luar biasa. Berhasil atau gagal kesebelasan Indonesia dalam Pre Olimpik tidak bisa dijadikan alasan untuk menutupi kelemahan organisasi". Jadi kalau ada yang mengatakan, seandainya Indonesia menang dalam Pre Olimpik, kesalahan-kesalahan "teknis walaupun politis" yang diperbuat Ketua Umum Bardosono dapat terhapuskan. pun tidak benar. Reaksi Bardosono pun tegas menghadapi isyu kongres luar biasa. Ia hanya mau menyelenggarakan kongres PSSI pada tahun 1978 pada masa berakhirnya kepengurusan Kongres Jogya setahun yang lalu. Tapi bila isyu itu tak berkesudahan, di satu fihak anggota kepingin, di lain fihak Ketua tidak mau apa yang akan terjadi? Jalan buntu ini mungkin ditembus oleh campur tangan KONI Pusat. Untuk mencegah perpecahan tentunya. Kurang Menampilkan Diri Sementara itu di balik pertandingan di lapangan dan isyu kongres luar biasa, Ketua III PSSI Sumantri, 60 tahun, menyumbat kupingnya rapat-rapat. Selaku Ketua Penyelenggara (Executive Presient) turnamen Pre olimpik, ia nampak hanya menekuni tugas FIFA/AFC (Federasi Sepakbola Dunia/Konfederasi Sepakbola Asia). Organisasi penyelenggaraan harus netral dan sukses. Sebab buat Sumantri yang berpengalaman mengadakan pertandingan Mohammad Ali-Ruddy Lubbers pada bulan Oktober 1973, turnamen Pre Olimpik di Indonesia merupakan "batu ujian' pertama yang berpredikat resmi. "Dalam hati tentu saja saya menjagoi Indonesia. Tapi demi tugas saya harus cair terhadap semua peserta", katanya. Menjabat Direktur Gelora Senayan sehari-hari, Sumatri oleh Humasnya Zainal, dinilai sebagai "orang yang banyak bekerja tapi kurang menampilkan diri". Ia lebih banyak terbenam di balik meja ruang kerjanya di kantor Gelora yang berhadap-hadapan dengan Stadion Utama Senayan Modal penyelenggaraan Pre Olimpik cukup besar. Sekitar 90 juta rupiah. Tapi kepada TEMPO ia hanya menyampaikan permintaan yang "kecil". "Harus disadari", katanya. "Pre 0limpik yang pertama di Indonesia merupakan test case, khususnya bagi PSSI dan umumnya bagi negara RI. Masyarakat bisa memberi bantuan yang besar dengan meninggalkan cara-cara liar yang belakangan ini sering terjadi" Apa itu? Jawab Sumantri sederhana: "Patuhilah peraturan-peraturan untuk memasuki Stadion. Jagalah kesopanan dalam memberi support kepada team yang mereka jagoi". Soal keuangan nampaknya bukan menjadi target utama. Yang penting, menurut Ketua III PSSI itu, adalah penyelenggaraan dapat berlangsung dengan baik. Meskipun menurut kalkulasinya sukses keuangan bisa terjamin bila karcis pada waktu kesebelasan Indonesia main, bisa laku 70 persen. Kalau main lain 50 persen dan final 80 persen selanjutnya ketika dimintai perhitungan lebih konkrit. Sumantri hanya menyuguhkan angka "X".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus