KEHADIRAN Korea Utara menjadi kenyataan. Bersama Indonesia
finalis "16 besar" Kejuaraan Dunia 1966 di Inggeris ini favorit
untuk muncul di final. Meskipun peluang untuk memenangkan
turnamen Pre olimpik ini diintai terus oleh Malaysia, yang
pernah tergolong dalam "16 besar" di Olimpiade Munchen 1972.
Singapura dan Papua Nugini masih diharapkan bisa menimbulkan
kejutan. Paling tidak begitulah topik pembicaraan dewasa ini.
Coerver, pelatih Belanda yang dipercayakan mengasuh team
Indonesia, malah mencurahkan perhatiannya khusus terhadap Korea
Utara. Menjelang turnamen ia masih mengunyah informasi mengenai
team dari negara komunis ini. "Lihatlah", ujar Coerver pada
wartawan TEMPO, "buku tentang latihan jasmani ini dikarang oleh
ahli olahraga Jerman Timur. Betapa majunya mereka dalam
pembinaan olahraga". Ada semacam obsesi mencekam benak bekas
pelatih Feyenoord ini. Informasi lain tentang Korea Utara dia
peroleh dari pelatih Grasshopper. "Korea Utara dipersiapkan 2
tahun dan sistim mereka tak banyak bedanya dari sistim Eropa
Timur. Dalam serangkaian pertandingan percobaan di Soviet Uni
mereka tak terkalahkan". Tidak hanya itu, Coerver memperlihatkan
lagi sebuah buku tuligan Hennes Weisweiler: Der Fusball.
"Bacalah ini", katanya seraya menunjuk beberapa baris kalimat
tentang ramalan pelatih Barcelona itu. "Hari depan sepakbola
akan bergeser ke Afrika dan Asia. Dan Korea Utara tak diragukan
lagi akan muncul sebagai kesebelasan kuat". Sedikit tambahan
lagi dari Aliandu, pelatih Jayakarta dan Persija. "Saya
memperlihatkan pada Hendriks daftar pemain junior Korea Utara
yang bertanding di Kuwait setahun yang lalu. Tapi ternyata tak
seorangpun yang ikut serta ke sini", kata Aliandu. "Padahal
mereka, yang muncul sebagai juara ke-3 turnamen junior itu,
kita nilai cukup hebat".
Coba Terus, Sampai Tua
Dibesar-besarkan? Paling tidak spekulasi itu masih terasa, meski
turnamen telah berlangsung. Ketika Hendriks, asisten Coerver,
melihat dengan mata kepala sendiri latihan team Korea Utara, ia
langsung menemui Coerver untuk membeberkan kesan pertama.
"Tinggi badan mereka minimal 1,70 meter. Tubuh mereka sebesar
saya. Dalam latihan mandekking (penjagaan satu-lawan-satu),
mereka tampak mampu mengembangkan tempo tinggi dalam 90 menit
penuh". Coerver mengakui, dalam organisasi, disiplin dan
semangat bertanding mereka prima. Tapi setelah berpikir sejenak,
ia bertanya: "Apa pendapat anda tenang personaliti (kepribadian)
mereka?" Hendriks tak menjawab langsung. Tapi ia meraba jalan
keluar: "Kita bisa menang kalau saja pandai mematahkan tempo
permainan mereka". Coerver menambahkan: "Dalam personaliti
saya yakin kita lebih unggul". Maksud Coerver, kalau PSSI secara
team tidak sekuat Korea Utara, paling tidak Iswadi, Kidianto,
Junaedi, Waskito dan Andi Lala memiliki kelebilan variasi
untuk mengembangkan inisiatif perorangan mereka ini dinilai
"merupakan formasi yang dapat merobek-robek pertahanan lawan dan
tidak di bawah barisan penyerang Eropa yang mana saja". Harapan
tertumpu pada garis depan. Lalu bagaimana dengan lini
pertahanan?
"Coba-coba terus, sampai tua", ejek beberapa pemain PSSI
terhadap keragu-raguan Coerver. Di posisi kiri kebimbangan
nyaris abadi. Johannes Auri dinilai sering gugup. Cadangan
Harry Muryanto nampak "kurang memenuhi selera". Meskipun asisten
Coerver lainnya. Ilyas Haddade, masih mempertahankan Auri.
"Main back kok dipersulit. Pokoknya kan asal bola jauh dari
gawang kita" kata Ilyas bekas back kiri PSSI. Tapi toh
tersembul ide Coerver -- untuk menarik Suhatman produk TC
Salatiga -- untuk mengatasi kelemahan di back kiri. Meskipun
sekali lagi ditentang Ilyas. Sebab, seperti diakui mereka
bersama, Suhatman masih lebih efektif dipasang di depan back
kiri -- Sutan Harhara, Lukman Santoso, Oyong Lia dan Auri
(kalau dipertahankan di back kiri). Di gawang Ronny Pasla atau
Taulik Lubis tidak menjadi problim.
Seandainya Suhatman ditarik ke back, siapakah penggantinya di
gelandang bersmla Iswadi dan Junaedi yang akan turun naik
sebagai gelandang penyerang'? "Saya membutuhkan seorang tukang
gebug yang kerjanya hanya menyapu serbuan lawan di garis
pertahanan tengah, sebelum tembus ke garis belakang. Di
belakang saya tugaskan Oyong sebagai ,palang pintu' untuk
menutup setiap kebocoran", jelas Coerver. Untuk menempuh jalan
keluar yang terbaik dari yang terburuk, ia lalu memanggil Andi
lonte. Pemain Indonesia Muda yang muda usia ini exjunior PSSI
Kuwait. Ia mempunyai perawakan bagus. Semangat tanding tinggi,
punya inteligensi. Itu pendapat Coerver yang berbau spekulasi
konsekwensinya Coerver menyisihkan Eddy Sabenan itu pemain poros
dari Persipura yang semula diberi cap Paul Breitner. "Dia
terlalu lambat, karena badannya gemuk. Mungkin akibat cederanya
yang lama sehingga tak dapat cepat memulihkan kondisi". kata
Coerver. Tapi yang jelas "uang taruhan" 10 ribu gulden untuk
Eddy yang dijanjikan Coever bila ia terpilih ke dalam team,
nyaris keluar dari kantongnya. Mungkin juga belum dibayarnya
gaji Coerver bulan terakhir ini oleh PSSI, menopang pula
tersisihnya Eddy dari pemilihan.
Menutup dan Membuka
Yang menarik dari cara Coerver menghadapi pertandingan adalah
caranya untuk tidak memberi petunjuk-petunjuk khusus dalam
penyerangan ataupun pertahanan. Kecuali main-dekking buat
barisan pertahanan dan tackling-tackling keras oleh setiap
pemain untuk mematahkan kerjasama lawan. Dari sebelas pemain
yang diturunkan ia paling prihatin terhadap Oyong Liza. Poros
halang kedua ini memang dibebaskan dari penjagaan lawan
tertentu. Tapi di samping tugas "menutup", ia diharapkan dapat
"membuka: mengorganisir rekan-rekannya mengembangkan permainan.
Ia harus pandai membaca permainan dan banyak bicara untuk
memberi petunjuk. Peran ini lebih kentara dijalankan Iswadi,
meskipun posisinya di garis tengah kurang strategis untuk peran
itu.
Men-dekking kalau diserang dan melakukan aksi segencarnya waktu
memang merupakan pola sederhana yang ditanamkan Coerver. Tapi
adakah pengawalan perorangan yang ketat itu tidak sebaliknya
bisa mematikan inisiatif "Saya tidak setuju kalau
man-dekking Coever dianggap mematikan inisiatif", kata Iswadi
"Kita mau main bagus atau mau menang?" tanya pemain yang
diraukan status amatirnya oleh Malaysia itu. 'Coerver
menghendaki, dalam bertahan pemain belakang harus menjaga
lawan, seketat mungkin. Paling sedikit kita harus bertahan 7
orang. Saya pun harus turun". Iswadi kemudian menambahkan:
"Kebiasaan kita dulu bila diserang, kita mundur sampai jarak 20
meter di depan gawang, baru lawan kita sergap. Coerver lain. Dia
tidak mau memberi kesempatan kepada lawan mengembangkan
permainan.
Alhasil permainan seorang back seperti Sutan misalnya, akan
terus menempel pada lawan di sisi kanan, tak peduli kalau
serangan datang dari sisi kiri. "Saya diinstruksikan menempel,
kalau perlu 'di kuping' lawan", kata Sutan. Tapi tentu dalam
man-dekking orang tidak boleh meleng. "Sekali lengah kita bisa
kecolongan", tambah Oyong. Coerver sendiri tidak pernah goyah
dan pengeterapan hasil latihan yang dia berikan selama 3 bulan
'Minimal kita bisa masuk final", keyakinanya. Dan untuk keluar
sebagai pemenang dari turnamen yang sedang berlangsung dari
tanggal 15-16 Pebruari ini Coerver mencatat kans PSSI sebesar
60 - 70 persen. Soalnya main di lapangan sendiri besar
pengaruhnya.
Disisipkan Di Kolor
Bagaimana sikap team manger Bardosono? yang juga Ketua Umum
PSSI? Dari beberapa kali kunjungannya ke Ragunan, ia mempunyai
cara tersendiri untuk memberi "bekal" kepada para pemain. Untuk
"keuntungan" pemain dan penyelenggara, telah disiapkan pawang
hujan. Tapi untuk meraih kemenangan ia nampaknya punya
"keahlian" khuusus. Pada Junaedi ditawarkan semacam tulisan
"keramat" yang harus disisipkan di kolornya. Maksudnya azimat
untuk "aman dan menang". "Tapi buat saya yang beragama Islam,
Tuhan itu tidak ada duanya. Kalau harus mati sekalipun, jadilah
kehendakNya", kata Junaedi yang siap hijrah ke Eropa selepas pre
Olimpik. "Buat saya Tuhan menentukan, tapi kita berusahalah
dulu". Kalau pun ada sesuatu yang bersifat keramat, ia
menyarankan supaya PSSI dalam tos pertandingan, memilih gawang
di "pintu merah", tempat yang biasa dilalui para pemain dalam
latihan. "Para wartawan foto sendiri kebanyakan berkumpul di
belakang sana. Sehingga terasa memberi semacam dukungan moril.
Lain halnya kalau pertama kita mendapat gawang di utara, rasanya
angker. Soalnya hanya kebiasaan saja. Dan kebiasaan itu sangat
menolong memberi kemantapan menjelang pertandingan meningkat
panas".
Bagi Indonesia, menjadi tuan rumah Pre Olimpik ada warnanya
sendiri. Ia mengingatkan jalan yang panjang sejak tahun 1956,
ketika team Indonesia di bawah pelatih Tony Pogacnik ke
Olimpiade Melbourne. Dua puluh tahun yang silam, belum berlaku
babak penyisihan seperti sekarang. Langsung ke gelanggang dengan
hasil yang bersejarah: Menahan calon juara Soviet Uni 0-0 dalam
pertandingan yang diperpanjang. Meski dalam ulangan kebobolan
0-4. Mitos team Olimpiade Melbourne ini hidup sampai sekarang.
Dan menjadi kenangan manis yang tak pernah bosan ditulis
wartawan. Bagi para pemain seperti Iswadi, Junaedi, Waskito,
Andi Lala, Suaeb dan Ronny Pasla -- ex team Pre Olimpik Rangoon,
kenangan itu mempunyai rangsangan positif. "Seolah-olah
sepakbola Indonesia ditandai oleh angkatan 56 itu", kata
Junaedi, "kita harus membuktikan kita pun bisa membuat sejarah,
meski harus berjuang dalam babak kwalifikasi".
Bisa Lolos Bisa Kejepit
Kalau berhasil, maka team Pre Olimpik 76 ini sekaligus berhasil
merubah gambaran sepakbola Nasional sejak tahun 1960 (Olimpiade
Roma). Pada waktu itu Indonesia tersisihkan oleh India: 0-2 di
Ikada, 2-4 di New Dehi. Tahun 1964 zaman Orde Lama -- absen
karena sikap "persetan dengan IOC". Tahun 1968 Sutjipto dkk
gagal dalam kwalifikasi segi tiga dengan kompetisi penuh antara
Thailand, Irak dan Indonesia: Irak - Thailand 4, Indonesia -
Irak 2-I, Thailand - Indonesia 1-0, Thailand - Irak 2-1,
Indonesia - Irak 1-1, Thailand - Indonesia 1-1. Hasilnya
Thailand menuju Olimpiade Meksiko, Irak runner-up dan Indonesia
"juru kunci". Pada tahun 1972 Indonesia kandas di Ranglon.
Meskipun Indonesia berhasil lolos dari penyisihan grup:
Indonesia Thailand 4-0, Indonesia - India 4 Indonesia - Israel
0-1, tapi di semi-final dikalahkan Burma 0-3 Burma akhirnya
keluar sebagai pemenang setelah mengalahkan Muangthai di final
3-0.
Tahun ini untuk kedua kalinya PSSI menyewa pelatih asing. Tapi
keadaannya sangat berbeda dengan zaman Tony dulu. Suasana
sepakbola profesionalisme telah merembes ke tulang-sumsum para
pemain. Lebih-lebih Coerver dengan sadar ikut memupuknya.
Sepakbola dan periuk-nasi tak terpisahkan. Patriolisme "kantong"
menjadi universil, melunturkan sifat-sifat patriotisme yang
menjadi slogan di setiap peristiwa olahraga besar. Adakah PSSI
dalam kondisi ini dapat peluang ke Olimpiade Montreal bulan Juni
ini? Nampaknya jalan itu licin dan sempit. Bisa lolos bisa
kejepit.
BOKS
Team Pre Olimpik Indonesia 1976
Ronny Pasla. Menado, 15 April 1948, Protestan. Tinggi 180 cm.
Berat: 75 kg Karyawan PN Pertamina,1966: Dinamo, Medan. 1967:
Bintang Utara dan PSMS. 1968: PSSI. 1972: Pre olimpik. 1973: Pre
World Cup. 1974 Maesa dan Persija, Jakarta.
2. Taufik Lubis.Tanjung Balai, 12 Pebruari 1955. Islam. Tinggi:
172 cm. Berat: 66 kg. Karyawan Inspeksi Pajak,1972.
TebingPutera, Tebing Tinggi 1975: Perisai, PSMS dan PSSI
3. Sutan Harhara Jakarta, 9 Agustus 195Z. Islam. Tinggi: 169 cm.
Berat: 59 kg. Mahasiswa ASMI. 1969: UMS Tunas, Jakarta. 1971:
Indonesia Muda dan Jayakarta.1972 PSSI Junior, Persija, dan
PSSI Senior. 1973: Pre World Cup.
4. Johannes Auri. Manokwari, 30 Oktober 1954 Protestan. Tinggi.
170 cm. Berat. 63 kg. Tidak bekerja. 1969: Perseman, Manokwari.
1973:Vacation Training Centre dan Persipura, Jayapura 1975: PS
Bea Cukai dan PSSI.
5. Eddy Sabenan. Merauke, 28 Desember 1953. Protestan. Tinggi:
169 cm. Berat: 64 kg. Tidak bekerja.1969: Persimer, Merauke. 19
74. PS Beacukai dan Persipura Jayapura 1975: PSSI.
6. Suhatman. Padang, 26 Pebruari 1956. Islam. Tinggi: 170 cm.
Berat: 60 kg Tidak bekerja. 1972: PSP Junior, Padang. 1973 PSP
1975: Diklat Salatiga dan PSSI
7. Burhanuddin, Samarinda, 10 Desember 1955 Islam. Tinggi 171,5
cm. Berat: 62 kg. Tidak bekerja. 1974: PS Merpati dan Persisam
Junior, Samarinda 19 75. Diklat Salatiga dan PSSI.
8. Harry Muryanto. Bandung, 24 Pebruari 1953. Islam. Tinggi:
165 cm. Berat: 59 kg. Karyawan PT Propelat. 1969: PS UNI
Bandung.1971 Persib, 1973: PSSI Junior. 1974:PSSI.
9. Oyong Lisa.Padang, 10 Nopember 1947.1slam. Tinggi: 168 cm.
Berat. 60 kg. Karyawan Bulog. 1963: PSP, Padang dan Pelatnas
Salatiga. 1967:PSSI Junior dan PSSI Senior. 1968: Jakarta
Putera dan Persija.
10. Lukman Santoso, Banyuwangi, 8 Juni 1946. Katolik. Tinggi:
172 cm. Berat: 69 kg Tidak bekerja. 1960: Perseba, Banyuwangi.
1963: Indonesia Muda dan PSIM. Yogyakarta. 1965: PSSl. 1969.
SuryaNaga dan Persebaya, Surabaya
11. Nobon. Medan, 8 Maret 1951. Islam. Tinggi: 165 cm. Berat. 63
kg. Karyawan Inspeksi Pajak 1968: Medan Utara dan PSMS 1971:
Perisai 1973: PSSI.
12. Suaeb Rizal. Bone, 10 Oktober 1947. Islam. Tinggi: 171 cm.
Berat: 65 kg. Karyawan PN Pertamina 1965: Persis, Ujung Pandang
1967: PSM, Ujung Pandang dan PSSI. 1972: PSAD, Ujung Pandang dan
Pre Olimpik. 1973: Pre World Cup. 1974: Indonesia Muda dan
Persija, Jakarta.
13. Sofyan Hadi.Tabanan, 17 April 1954. Islam. Tinggi: 166 cm.
Berat: 56 kg. Mahasiswa Akademi Bank Nasional 1967: PS Tabanan.
1970: Tunas Nusa Harapan, Yogyakarta 1971: Jayakarta dan PSSI
Junior 19 72 Persija, dan PSSI.
14. Junaedi Abdillah. Ampenan, 21 Pebruari 1948. Islam. Tinggi:
171 cm. Berat: 63 kg. Karyawan PN Pertamina 1964 Pelatnas
Salatiga. 1966: Benteng, Surabaya. 1967: Persebaya dan PSSI.
1972 PSAD dan Pre Olimpik. 1974: Indonesia Muda dan Persija.
Jakarta.
15. Waskito.Ponorogo 29 Januari 1949 Islam. Tinggi. 166 cm.
Berat: Berat: 61 kg. Karyawan Kotamadya Surabaya 1966:Pelatnas
Salatiga 1967: PSSI. 1971: PT. Philip Morris, Malang. 1972:Pre
Olimpik. 1973: Pre World Cup, Assyabab dan Persebaya, Surabaya.
16. Risdianto. Pasuruan, 3 Januari 1950. Islam. Tinggi: 170 cm.
Berat: 65 kg. Karyawan PT Warna Agung. 1963:Persekap, Pasuruan.
1970: UMS Persija, dan PSSI. 1975. Mc Kinnon's.Hongkong.
17. Iswadi Idris (Kapten Kesebelasan). Kotaraja 18 Maret 1948.
lslam. Tinggi:161 cm. Berat: 62 kg. Tidak bekerja 1957: MBFA
(Merdeka Boy,s Football Association, Jakarta 1963. Indonesia
Muda. 1965: Persija. 1968: PSSI. 1972: Pre Olimpik. 1973: Pre
World Gup. 1974: Western Suburbs Club, Sidney. 1975:
Jayakarta.
18. Andi Lala. Bone, 17 Agustus 1950. Islam. Tinggi: 168 cm.
Berat.5l kg. Mahasiswa Akademi Bank NasionaL 1966.Persibone.
1969.PSAD. Ujung Pandang. 1970 PSM 1971: Jayakarta dan 1972:
PreOlimpik.
19. Anjas Asmara. Medan, 30 April 1952. Islam. Tinggi: 170 cm.
Berat: 60 kg. Mahasiswa Fakultas Teknik UKl. 1969: Medan
Putera. 1970: Jayakarta, Jakarta. 1972: PSSI Junior, Persija,
dan PSSI Senior. 1973: Pre World Cup.
20. Robby Binur. Biak, 12 Januari 1953. Protestan. Tinggi: 165
cm. Berat: 63 kg. Karyawan Pemda Tingkat II, Biak. 1970:
Porpemda Biak. 1971: PS Biak. 1975: PSSI.
21. Andi Bonte.ParePare, 16 Juni 1957. Islam. Tinggi: 175 cm.
Berat. 66 kg. Karyawan PN Pertamina 1972: Persipare 1973:
Porkam, UjungPandang 1974 PSM, Ujungandang dan Indonesia
Muda, Jakarta 19 75: PSSI Junior. 1976: PSSI.
1. Wiel Coerver. Kerkrade, 3 Desember 1924. 1955. Rapid F.C.
1971: Pelatih N.E.C. Ny megen. 19 73: Pelatih Feyenoord. 1975:
Pelatih PSSI.
2. Wiem Hendriks Aarle-Rixtel, 11 September 1929. 1948: V. V.
Kerkrade Roda F.C 1966: Pelatih Mranda. 1969: Pelatih F.C.
Antwerp, Belgia.1974 Pelatih Croningen. 1975 . Asisten Pelatih
PSSI.
3. Ilyas Haddade. Pare-Pare, 25 PeBruari 1939. IsLam. Dosen STO,
Ujung Pandang. 1957:PSSI. 1959. Putera Parahyangan, Bandung.
1962: Persib. 1963: PSAD, Bandung. 1964: Pelatih Persib 1967
Kursus Pelatih di Jerman Timur. 1968: Pelatih PSAD dan PSM,
Ujung Pandang 1972:Pelatih PSSIB. 1975:Pelatih Diklat Salatiga
dan Asisten Pelatih Team Pre Olimpik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini