SELEPAS pertandingan percobaan di Bangka pekan lalu,
terbetik berita bahwa Coerver telah menyaring ke- 20 pemain team
Pra- olimpik Indonesia. Mereka adalah Ronny Pasla, Taufik
lubis, Sutan Harhara, Oyong Liza, Lukman Santoso , Johanes
Auri, Nobon, Suaeb Rizal, Burhanuddin, Harry Muryanto,
Suhatman, Sofyan Hadi, Junaedi Abdillah, Anjas Asmara, Iswadi,
Waskito, Risdianto, Andi Lala dan Robby Binur. Dengan catatan
pemain yang ke-20 mungkin Rivai, mungkin Eddy Sabenan. Adakah
itu merupakan pilihan terakhir, tak seorang pun berani
berspekulasi. Lebih-lebih mengingat batas waktu untuk
mengajukkan daftar ke-20 pemain masih tersisa sampai dua hari
menjelang turnamen dimulai (15 Pebruari). Dan para peninjau
yang mengamati kegiatan Coerver mengolah asuhannya, percaya
bahwa pada saat-saat terakhir bisa saja terjadi perubahan
anggota team. Namun berdasarkan pilihan yang mendekati final
itu, orang mulai mengalamatkan beberapa pertanyaan kepada
Coerver. Adakah Taufik misalnya memang lebih baik dari Sudarno
yang lebih berpengalaman dalam pertandingan internasional? Dan
bagaimana pula dengan Eddy Sabenan, adakah ia te]ah pulih
sepenuhnya dari cederanya? Keraguan untuk memastikan siapa yang
berhak menempati back kiri juga masih menjadi problim. Untuk
yang terakhir ini Coerver sampai berani mencoba-coba Renny
Salaki, yang pada akhirnya disisihkan juga.
Gencatan Senjata
Namun demikian, mendahului pembentukan team yang resmi, soal
team manager telah terselesaikan. Bukan T.D. Pardede, Ketua
Badan Team Nasional PSSI, bukan Dono Indarto, Ketua PSSI dan
bukan juga Frans Hutasoit, Ketua Jayakarta yang resmi diminta
membantu pembinaan para pemain TC Pre-Olimpik di Ragunan. Team
manager itu tak lain tak bukan adalah Ketua Umum PSSI sendiri:
Bardosono. Penunjukan ini tidak banyak menimbulkan reaksi,
meskipun sebelumnya Coerver sendiri pernah mengajukan
persyaratan tentang seorang team manager yang lain. Penggemar
awam pun nampaknya tidak tertarik untuk memperbincanglan lagi
kedudukan tersebut.
Hari-hari ini suasana persepakbolaan kita lebih menjurus pada
persiapan terakhir menjelang turnamen Pre Olimpik. Seperti kata
Hutasoit: "Siapa team manager itu tak penting lagi sekarang.
Waktu sudah mendesak. Kita harus menangkan Pre Olimpik yang
menjadi kepentingan nasional". Sejalan dengan pernyataan
tersebut adalah sikap para penggemar sepakbola yang dulunya
mengecam keras kebijaksanaan Ketua Umum Bardosono. Bahwasanya
mereka menganggap perlu sekali diadakan"gencatan senjata",
supaya dalam penyelenggaraan maupun dalam pertandingan menang
ataupun kalah --peran PSSI sebagai tuan-rumah tidak jelek di
mata orang luar negeri. Bardosono sendiri nampaknya berusaha
memelihara "minggu-minggu tenang", dengan mengurangi membuka
suara kepada pers. Konon supaya suasana tenang tetap
terpelihara, ia segera mengangkat tiga orang asisten yang akan
mewakilinya sebagai team manager dalam urusan Pre Olimpik ini.
Tak disangka, kehormatan sebagai penyelenggara turnamen Pre
Olimpik yang pertama kali ini, bisa membangkitkan pula semacam
"persatuan nasional".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini