TANGAN orang Indonesia itu kuat-kuat, jarinya pun lentik-lentik.
Itu kesimpulan Alexander Benjamin Tengker 50 tahun, yang ditimba
dari pengalamannya tulis-memllis selama 30 tahun. Kini bekas
wartawan yang pernah menembus Istana Merdeka pada tahun 50-an
untuk memperkenalkan sistim steno Karundeng, aktif sebagai
direktur ASMI (Akademi Sekretaris dan Management Indonesia).
Pekan lalu Tengker kedapatan bersama beberapa pimpinan KONI
Pusat yang lama di Kanselerei KONI, Stadion Utama Senayan.
Maksudnya untuk menyerahkan sejumlah bea siswa kepada beberapa
atlit nasional dari pelbagai cabang olahraga. "Sudah 80 orang
yang kami berikan selama ini", kata Tengker, "tapi atlit
nasional selalu kami prioritaskan". Bagi para atlit soal hari
depan memang selalu menghantui mereka dalam masa mereka mengejar
prestasi olahraga. Sehingga bekal apa yang bisa diandalkan untuk
mengisi hari tua agaknya sudah menjadi problim buat setiap
olahragawan-olahragawati hari ini. Untuk bisa mengikuti
kuliah-kuliah di universitas, di samping merampas waktu mereka
untuk berlatih, biayanya pun tidak kecil. Belum lagi harus
melalui testing dan sebagainya. Tanpa bantuan dan fasilitas dari
pihak luar, jangan harap bisa lahir tokoh-tokoh seperti Rudy
Hartono atau Ferry Sonneville. Juara-juara yang punya otak
sekaligus karakter.
Itulah sebabnya uluran tangan pimpinan KONI Pusat yang
demisioner, sebagai langkah simpatik untuk "mengisi" otak para
atlit, untuk menghadapi hari kemudian bila mereka mengundurkan
diri dari lapangan" Buat ASMI sendiri pemberian beasiswa --
setahun perkapita 125.000 rupiah -- tentu tak lepas dari promosi
Akademi di samping tujuan sosial. Tapi bagi Tengker yang baru
menghadiri pertemuan para ahli steno di Eropa, ia menilai
potensi orang Indonesia untuk diadu dalam urusan sekretaris,
terutama menulis cepat, tidak kalah. Berto]ak dari
pengalamannya, ia mengatakan bahwa "dalam waktu dekat akan saya
susun sebuah regu yanr benar-benar akan menonjolkan prestasi
Indonesia di dunia internasional. Mereka itu bisa saja terdiri
dari atlit-atlit KONI yang mendapat beasiswa kami". Konon
pertandingan non-olahraga itu tahun lalu dikuasai oleh orang
Jerman dan Prancis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini