RATUSAN penduduk Surabaya dan sekitarnya menyerbu kantor harian Jawa Pos. Gara-gara Klub Mitra Surabaya -- yang menggantikan klub Niac Mitra, yang membubarkan diri Rabu, 10 Oktober, membuat kejutan. Klub yang dikelola oleh harian Jawa Pos itu mencanangkan sepak bola publik. Lahirnya klub Mitra Surabaya adalah keinginan masyarakat pencandu bola Jawa Timur, khususnya Surabaya. Lebih dari seratus surat pembaca meminta Jawa Pos harian pagi terbesar di Jawa Timur menyelamatkan Niac Mitra. Mereka merasa kehilangan dengan bubarnya klub milik A. Wenas itu. "Kami merasa aneh, yang bubar Niac Mitra kok yang dimintai tanggung jawab Jawa Pos. Mungkin suatu pertanda bahwa masyarakat mempercayai kami," kata pemimpin redaksi Jawa Pos, Dahlan Iskan, kepada Kelik M. Nugroho dari TEMPO. Hubungan Niac Mitra dengan Jawa Pos sudah terjalin lama. Sejak menerapkan manajemen baru delapan tahun silam, Dahlan menganggap penting berita-berita olahraga, terutama sepak bola. Apalagi saat itu, prestasi Niac Mitra disegani lawan-lawannya. Bahkan, dalam musim kompetisi 1989-1990, Jawa Pos menjadi sponsor Niac Mitra dengan memberi sumbangan sebesar Rp 75 juta uang tunai dan Rp 25 juta dalam bentuk perlengkapan tim. Selain itu, Jawa Pos bersedia menjadi penyelenggara setiap Niac bermain di kandang sendiri. Keuntungan 100 persen diserahkan kepada klub. Tapi sebenarnya pimpinan Jawa Pos sudah menetapkan untuk tidak memiliki klub sendiri karena dikhawatirkan bisa mengganggu konsentrasi. Di samping itu, mengelola klub sepak bola memerlukan perhatian dan dana besar. Itu membuat Dahlan putar otak. Di dalam pesawat Boeing 747 Megatop Singapore Airlines yang membawanya terbang ke London, tiba-tiba muncul ide mendirikan sepak bola publik. "Saya tidak ingin klub ini hanya dimiliki oleh Jawa Pos. Saya ingin masyarakat penggemar sepak bola di Surabaya ikut memilikinya juga," ujar Dahlan Iskan, yang juga menjabat Direktur Jawa Pos dan salah seorang ketua Persebaya. Untuk sementara lembaga Mitra Surabaya berbentuk yayasan. Itu semata-mata agar tidak terlambat mendaftar ke Liga Sepak Bola Utama (Galatama), untuk mengikuti kompetisi 1990-1991. Selanjutnya, kelembagaan ini akan diwujudkan dalam bentuk yang demokratis. Kalau mungkin berbentuk perseroan terbatas atau yang lain. "Apa pun bentuknya, nantinya Jawa Pos hanya memiliki 50 persen saham, sisanya milik pencinta sepak bola yang membeli saham," ucap Dahlan sungguh-sungguh. Modal dasar pendirian klub ini direncanakan Rp 400 juta termasuk biaya pembinaan setiap tahunnya. Modal disetor sebesar Rp 200 juta. Sebagai langkah awal Jawa Pos akan menyetor Rp 100 juta. Separuhnya lagi diharapkan akan masuk dari masyarakat. Kekurangannya ditambal dari hasil pertandingan-pertandingan. Sebagai tahap pertama, pengumpulan dana dilakukan dengan mengeluarkan sertifikat pendiri dengan nominal Rp 10.000. Setelah jadi PT, uang tersebut akan diwujudkan dalam bentuk saham. Nantinya, masyarakat bola yang mendukung berdirinya Mitra Surabaya akan memiliki klub ini dalam arti yang sesungguhnya. Tahap pertama ini direncanakan dibuka sampai tanggal 10 November nanti. Sedangkan tahap kedua, dengan nominal yang lebih besar -- Rp 100 ribu dan Rp 1 juta -- akan dibuka kemudian. Sejak dibuka loket penjualan -- Selasa, 16 Oktober 1990 hingga awal pekan ini, lebih dari 500 lembar saham terjual. Para pemegang sertifikat nantinya mendapat kartu yang disebut The Privilege Card, baik biasa maupun "gold". Di samping itu, mereka juga diberi kesempatan untuk menjadi anggota pengurus selama satu musim kompetisi. "Saya tidak mengira peminatnya begitu banyak. Padahal, kami tidak menjanjikan apa-apa karena kompensasi bagi pemilik kartu baru akan kami bicarakan," tutur Dahlan. Yang sudah pasti, mereka akan mendapat potongan khusus jika klubnya bertanding. "Setelah terkumpul Rp 100 juta, pendaftaran untuk menjadi pemilik klub ini ditutup," ujar Dahlan. Diperkirakan ada sekitar 13 orang yang berminat membeli sertifikat seharga Rp 100 ribu dan 15 orang ingin membeli saham senilai Rp 1 juta. "Sayangnya, kami belum melayani pembelian kedua sertifikat itu. Kami ingin menjaga perasaan banyak orang," sambung Dahlan lebih lanjut. Apalagi peminat saham Klub Mitra Surabaya ini terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari tukang becak, ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, dosen, pengusaha, sampai anggota DPR. "Bahkan, wali kota dan komandan korem juga ikut mendaftar," tambah Dahlan bangga. Ide untuk membentuk klub sepak bola publik ini membawa angin segar bagi pemilik klub galatama lainnya. "Ini merupakan fenomena baru dalam pembinaan sepak bola di Indonesia," ujar Kardono, Ketua Umum PSSI. Ia berharap agar apa yang dilakukan Mitra Surabaya ini bisa menggalakkan minat masyarakat untuk menonton kompetisi Galatama sehingga penonton tidak sepi lagi. "Tentunya sebagai barang baru, pengurus harus segera menjelaskan aturan mainnya sehingga tidak mengecewakan masyarakat. Selain meningkatkan kemampuan timnya," tambah Kardono. Keberanian Dahlan Iskan menangani Mitra Surabaya bukan tanpa alasan. Menurut dia, mengelola klub sepak bola ini akan menguntungkan mengingat prestasi Niac Mitra selama ini cukup baik. Dan sejak pertama kali berdiri, 1979, Niac Mitra belum pernah rugi. Kecuali pada periode-periode akhir. Tapi itu Niac Mitra, bagaimana nanti nasib Mitra Surabaya? "Saya optimistis," kata Dahlan. Rudy Novrianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini