Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pamer Otot Biaya Sendiri

Binaragawan Komang Arnawa langganan juara di pentas internasional. Ia rela mengongkosi sendiri perjalanannya.

9 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pagi itu, cuaca Las Vegas, kota judi di Amerika Serikat, begitu dingin menggigit. Suhu anjlok sampai kisaran 8-10 derajat Celsius. Komang Arnawa, 29 tahun, berjalan ke sana-kemari agar tubuhnya berkeringat. Ia berusaha menghangatkan tubuh sekaligus melakukan pemanasan.

Di akhir November lalu itu, Komang sedang mengikuti kejuaraan Professional Natural Bodybuilding Association (PNBA) Natural Olympia 2005. Inilah kejuaraan binaraga internasional yang berlangsung setahun sekali. Kali ini pesertanya 35 orang yang datang dari negara berbeda-beda.

Komang memiliki 10 pesaing di kelas profesional yang ia ikuti. Satu per satu atlet dipanggil naik ke panggung. Ketika tiba gilirannya tampil, pemuda asal Bali itu langsung beraksi. Selama 40 menit ia memamerkan otot-ototnya dalam berbagai pose. Hasilnya tak mengecewakan. Putra seorang pegawai negeri sipil di Bali ini berhasil melangkah ke babak final.

Di babak akhir itu penampilan Komang kembali mengundang decak kagum. Padahal, di kelas itu ikut bertanding Ron William, binaragawan Amerika. Ron merupakan juara tahun sebelumnya dan pernah menjadi Mr. Natural Universe di Kanada.

Akhirnya, kegembiraan meledak. Sekitar pukul 21.00 waktu setempat, tim juri mengumumkan Komang meraih juara pertama. ”Saya terharu dan tak mengira,” ujarnya. Untuk menerima penghargaan tertinggi di dunia binaraga itu Komang harus bersabar. Ia mesti menunggu kepastian tes antidoping di bawah pengawasan World Anti Doping Agency (WADA). ”Saya sempat deg-degan, karena dua hari sebelum bertanding menyantap ayam bakar yang ukurannya lebih besar daripada di Bali,” katanya.

Komang sempat bertanya kepada temannya mengapa ukuran ayam di Amerika besar? Nah, si teman menjawab ayam di Amerika banyak yang disuntik hormon. Beruntung hasil tes menunjukkan ia bebas doping.

Selama ini ia memang sangat berhati-hati menjaga makanannya. Ia ingin otot-ototnya terbentuk oleh makanan alami, bukan steroid. Tak mengherankan bila tiap kali bertanding ke luar negeri, anak ketiga dari empat bersaudara ini selalu membawa peralatan masak sendiri, seperti alat panggang. ”Saya jarang makan di luar. Lebih sehat memasak sendiri,” ujar putra pasangan Made Ampen dan Wayan Rabun ini.

Sebelum menjuarai PNBA, Komang langganan sebagai nomor satu. Pada Oktober 2003, misalnya, pria yang bertunangan dengan gadis Australia Natalie Graham ini menjuarai kelas 80 kg dan overall di kejuaraan Western Australia State Championship di Perth, Australia.

Keberhasilan serupa kemudian dicapai Ricky Syamsuri yang menjadi juara dalam kejuaraan dunia di Miami, Florida, Amerika, pada 2004. Pada tahun yang sama, Taat Pribadi menjuarai kelas ringan dan overall kejuaraan Musclemania di Anheim, California, Amerika Serikat.

Koleksi gelar juara Komang tak diperolehnya dengan mudah. ”Ketika pertama kali tampil di luar negeri, saya nggak percaya diri,” ujarnya. Posturnya sebagai orang Asia lebih kecil dibandingkan orang Amerika atau Eropa. Setelah menjadi juara, barulah ia sadar orang Asia memiliki tulang kecil, tapi massa ototnya maksimal, sehingga otot kelihatan lebih besar di atas panggung. Kulit orang Asia yang cokelat juga menjadikan otot kelihatan lebih menonjol ketika diperagakan.

Berkat prestasi di Perth, dua pekan kemudian ia terpilih mewakili Australia di kejuaraan Australia Terbuka. Di sana lagi-lagi ia menjadi nomor satu. Melihat prestasinya, Paul Graham, Presiden International Federasi Bodybuilding (IFBB), meminta Komang mengikuti kejuaraan dunia Men’s World Cup alias Mr. Universe di India.

Sayang, kondisi keuangannya seret dan tak ada sponsor yang bersedia membiayai. Komang pun gagal mengikuti ajang Mr. Universe. Setelah satu bulan di Negeri Kanguru, akhirnya ia pulang ke Bali. ”Uang saya habis,” katanya. Di Pulau Dewata ia bekerja paruh waktu sebagai pelatih di sebuah perusahaan menyelam dan di restoran ikan bakar.

Sambil bekerja, Komang terus berlatih sendiri tanpa pelatih di Hammer Head, tempat latihan kebugaran di Legian, Bali. Semua materi dipelajarinya lewat buku. Ia hanya punya mitra berlatih, yaitu Peter Tolsten, atlet angkat berat asal Jerman yang bermukim di Bali. ”Partner diperlukan untuk jaga-jaga kalau saya nggak kuat saat angkat beban,” ujarnya.

Setelah berlatih selama setahun, Komang terjun lagi di Musclemania Pro World Champion di California, Amerika, pada November 2004. Padahal, ketika itu kondisi keuangannya masih cekak. Tekad yang membara membuatnya nekat menjual dua mobilnya: Toyota Kanvas buatan 1970-an dan Mitsubishi Eterna keluaran 1990. ”Waktu itu saya perlu biaya Rp 50 juta. Tak cukup jika mengandalkan gaji saja,” katanya.

Ia beruntung kemudian datang sponsor secara perorangan, antara lain dari pengusaha restoran dan biro perjalanan Kadek Wiranatha. Perjuangannya yang gigih dan tekun tak sia-sia. Komang berhasil mengharumkan nama Indonesia dengan menjadi juara binaraga di Amerika.

Sebagai juara, Komang mendapat piala dan hadiah uang US$ 300 ribu. Namun, panitia kejuaraan tak langsung memberikan duit tersebut. ”Saya harus menunggu 90 hari,” katanya. Setelah lewat tiga bulan, hadiah uang yang dijanjikan tetap tak jelas. Setiap kali ditagih, panitia mengatakan nanti dikirim tahun depan. ”Saya sampai bosan menagih dan hadiah uang itu tak pernah saya terima,” ujarnya.

Kendati begitu, Komang tak jera mengikuti kejuaraan binaraga. Tentu saja tetap dengan merogoh kocek sendiri, mencari sponsor, dan meminta bantuan saudara-saudaranya. Tak cuma menjadi atlet, ia juga pernah menjadi penyelenggara kejuaraan binaraga dengan nama Bodiku di pantai Kuta, Bali, Juni lalu. ”Misi saya waktu itu untuk menggairahkan pariwisata Bali yang tenggelam setelah terjadi bom,” katanya.

Dalam kejuaraan itu, sejumlah atlet binaraga asal Australia ikut diundang. Lagi-lagi, masalah dana menghadang. Komang akhirnya bergabung dengan Kutakarnival yang menyelenggarakan acara tahunan. Toh, ia tetap harus membayar kontrak Rp 50 juta. ”Beruntung teman-teman ekspatriat di Bali mau menyumbang,” ujarnya.

Sebelum serius di dunia olah otot, Komang merupakan seorang karateka kushin ryu penyandang dan satu. Perjalanan hidupnya berubah ketika pada 1996 Mansur, seorang atlet angkat berat Bali, memberinya majalah kebugaran dari Australia. Di sana ia melihat foto-foto atlet binaraga dengan otot tubuh menonjol.

Alumnus Fakultas Sastra Inggris Universitas Warmadewa, Denpasar, itu pun tertarik.

Ia kemudian rajin berlatih binaraga. Teman-temannya asal Australia memberinya oleh-oleh majalah binaraga ketika tahu ia mulai menggeluti olahraga itu. Melalui artikel di majalah, Komang belajar bagaimana cara berlatih dan menyerap informasi gizi untuk atlet binaraga.

Otot gempal ala Arnold Schwarzenegger, aktor laga yang akhirnya menjadi Gubernur California, Amerika, memang tak cuma diperoleh dari latihan beban. Asupan nutrisi yang baik dan cukup juga diperlukan. Komang selalu menyantap makanan sehat. Pagi hari ia makan ayam rebus, kubis, ikan laut, nasi merah, multivitamin, dan air putih. Siangnya ia melahap nasi, daging panggang, dan buah. Sore hari, makan daging panggang, kentang rebus, pisang, kubis, ikan laut, vitamin C, dan air putih.

Komang paham, seseorang bisa menjadi juara binaraga bila serat-serat otot kelihatan lebih dominan. Otot juga kelihatan keras, ada lemak antara kulit luar dan otot. ”Saya ingin pembentukan otot di tubuh ini karena latihan dan makanan alami,” ujarnya.

Setelah ototnya terbentuk, Komang mulai ikut pertandingan pada 1997. Gelar pertama ia peroleh di kelas 80 kilogram kejuaraan nasional Ade Rai’s Cup di Bandung, Jawa Barat. Ketika itu usianya baru 21 tahun. Pada 2002, ia kembali menyabet juara pertama dan overall pada Pestaraga di Jakarta.

Selama menjadi atlet, Komang tak mengikuti satu pun organisasi binaraga. Ia memilih menjadi atlet independen. Soalnya, Persatuan Atlet Binaraga Seluruh Indonesia (PABSI) pecah pada 2002 menjadi dua organisasi: PABSI dan Federasi Binaraga Indonesia (FBI). Ia mengikuti jejak Ade Rai yang juga hengkang dari PABSI dan mencari jalan sendiri.

Ade Rai bahkan berpendapat atlet binaraga di Indonesia saat ini paling tepat tidak tergantung pada organisasi. Ia menyarankan para binaragawan untuk mandiri dan terus mengukir prestasi baik di dalam maupun luar negeri. Dan Ade angkat topi atas keberhasilan Komang menjadi juara dunia. ”Komang memang luar biasa. Dia harus menyediakan banyak uang untuk ikut kejuaraan dunia yang mengangkat citra Indonesia di mata internasional,” katanya.

Eni Saeni, Rofiqi Hasan (Bali)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus