Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA yang berbeda pada calon pemain tim nasional PSSI U-23, Rabu pekan lalu. Di lapangan Sekolah Para Pusat Pendidikan Pasukan Khusus, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, itu mereka tidak berlatih bola, tapi mendapat pelatihan militer bak tentara. Seragam yang mereka kenakan pun doreng atau lorengala Komando Pasukan Khusus lengkap dengan helm bernomor.
Menu latihan hari itu, melewati halang rintang, dengan berlari, memanjat, bahkan merangkak. Peserta harus melintasi sedikitnya 10 rintangan basah dan kering di area seluas dua kali lapangan bola. Sebelum melintasi berbagai bentuk halangan, peserta setiap kelompok masing-masing sepuluh orang meneriakkan yel-yel bersama-sama. ”Kami bukan berang-berang, kami macan Asia. Patriot!”
Rintangan pertama berupa kolam berisi air sebatas pinggang dilanjutkan dengan gorong-gorong sepanjang lima meter. Keluar kolam, peserta harus merangkak dalam gorong-gorong. Rintangan lain adalah bangunan tembok tinggi mirip gunung, dinding rata vertikal dengan tinggi lebih dari tiga meter. Latihan ditutup dengan melewati sebuah kolam dengan air hampir setinggi lutut di dekat garis akhir.
Setelah tuntas melewati semua itu, satu per satu peserta melapor ke instruktur pencatat di sebuah tenda. ”Patriot. Lapor, nomor siswa 76 telah melaksanakan lintas darat dalam keadaan aman dalam waktu 16.45. Laporan selesai,” kata Irfan Bachdim, pemain sepak bola hasil naturalisasi.
Latihan ini bukan persiapan wajib militer, tapi bagian dari program pembentukan karakter Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Prima) untuk SEA Games 2011. Menurut komandan pelatihan Letnan Kolonel Infanteri Richard Tampubolon, latihan ala militer diperlukan guna membangun karakter atlet, mencakup wawasan kebangsaan dan disiplin. ”Supaya tidak cengeng, siap menghadapi kondisi terburuk.”
Program dimulai pada Sabtu dua pekan lalu. Agenda pekan pertama teori dan praktek untuk individu dan kelompok di markas Batujajar. Pekan selanjutnya praktek di hutan kawasan Situ Lembang, di antara kaki Gunung Tangkuban Perahu dan Burangrang, Bandung Barat. ”Daerah pertempuran hutan Kopassus,” ujar Richard.
Pada hari pertama tercatat 63 orang atlet Sea Games dan 25 di antaranya calon skuad PSSI U-23. Sistemnya buka-tutup, peserta bisa menyusul bergabung atau minta izin jika harus turut bertanding membela klubnya. ”Yang jelas, semua atlet Sea Games harus ikut, baik yang pernah juara maupun yang baru,” tutur pelatih timnas PSSI U-23 Rahmad Darmawan. ”Timnas baru bergabung dalam gelombang kesepuluh ini karena dulu masih ada kisruh PSSI.”
Prima adalah program pemerintah untuk mencetak atlet andalan. Program yang diluncurkan pada Maret 2010 dengan landasan Perpres 22/2010 ini menggantikan Pelatnas yang dikelola KONI Pusat dan Program Atlet Andalan yang dinaungi Kementerian Pemuda dan Olahraga. Pelaksanaan pendidikan karakter, yang menjadi salah satu programnya, dijalankan bekerja sama dengan Kopassus.
Rahmad tidak menganggap ada yang salah dalam penerapan latihan militer bagi pemain tim nasional sepak bola. Baginya, itu bagian dari pendidikan bela negara. ”Saat bertanding kan seperti pertempuran,” katanya. Sedangkan pemakaian seragam doreng militer adalah untuk menyesuaikan dengan medan latihan dan mendongkrak semangat. Tidak ada maksud menjadikan tim nasional sepak bola sebagai tentara.
Masih menurut Rahmad, para atlet antusias. Beberapa yang minta izin bertanding kembali lagi dengan cepat. Pada awalnya para peserta memang masih gagap dengan gaya dan disiplin militer yang ketat. Bangun pukul 04.00, langsung membereskan tempat tidur, mandi, beribadah, lalu senam pagi, sebelum mengikuti materi. Kegiatan mulai pukul 05.30 sampai pukul 22.00, diselingi istirahat, ibadah, dan makan. ”Tak ada hari libur,” kata Richard.
Kim Kurniawan, peserta dari Persema Malang, mengaku kesulitan saat bangun tidur pagi buta dan langsung beraktivitas. Juga soal makan. ”Lumayan enak tapi harus cepat,” kata dia. Tapi Kim kini sudah biasa jadi ”tentara”.
Harun Mahbub, Erick P. Hardi (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo