Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAYAR di dinding ruang rapat kecil kantor Les’ Copaque Production itu menayangkan rekaman video prapentas teater musikal Upin dan Ipin: Kisah Dua Malam. Komentar-komentar segera terlontar dari para eksekutif kantor yang terletak di rumah toko tiga lantai yang tak begitu besar di Seksyen 13, Shah Alam, Selangor, Malaysia, tersebut. Mereka adalah Haji Burhanuddin Md. Radzi, Managing Director Les’ Copaque Production; Hajah Ainon binti Ariff, pengarah kreatif; dan Mohd. Zarin bin Abdul Karim, petugas hubungan masyarakat perusahaan itu. Juga tiga orang tamu, termasuk wartawan Tempo.
Video itu menampilkan adegan di sebuah panggung. Tampak Upin dan Ipin, tokoh kembar dari serial animasi televisi Upin dan Ipin, serta teman-teman mereka bernyanyi-nyanyi. Para tokoh itu dimainkan orang dewasa yang memakai kostum boneka sesuai dengan karakter yang dibawakan. Tapi suara mereka persis suara tokoh dalam animasinya.
Lalu makhluk-makhluk ganjil berkeliaran di sudut-sudut panggung, diiringi suara seram. Kemudian ada daun-daun yang dibawa beberapa orang berjubah hitam yang berlari-lari melintas di antara mereka. ”Itu nanti ada angin yang berkesiuran. Bagus sekali,” kata Ainon.
Pertunjukan teater itu direncanakan digelar di Istana Olahraga Senayan, Jakarta, pada 17-19 Juni mendatang. DNA Production, pemegang lisensi Upin dan Ipin di Indonesia, menggandeng pemain dari kelompok penyanyi parodi P Project dan Project Pop untuk menyiapkan pertunjukan ini. Ada sekitar 40 pemain yang akan tampil, termasuk para bintang kelompok parodi itu, seperti Iszur Muchtar, Denden Herman, dan Iyang Dharmawan. Kelompok itu pula yang menyiapkan sejumlah lagu yang sesuai untuk pertunjukan ini. Pertunjukan selama satu jam itu akan digelar tiga kali dalam sehari dengan tiket yang rencananya dijual seharga Rp 100-300 ribu.
Selain di Jakarta, pertunjukan itu akan digelar di Surabaya, Solo, Bandung, dan Tangerang. ”Jadwal di kota lain masih dicari, karena banyak tempat yang jadwalnya sudah penuh,” kata Rina Novita, Direktur Eksekutif DNA Production. Ada pula rencana pentas di Malaysia, Singapura, dan Filipina, tapi konsep dan waktu pementasannya belum pasti.
Teater ini tetap mengacu pada serial televisi episode Kisah Dua Malam, tapi dengan sedikit perubahan di sana-sini. Suaranya pun tetap diisi para kru animasinya di Malaysia. Jadi, kita akan tetap mendengar suara Asyiela Putri, gadis kecil pengisi suara Upin dan Ipin. Menurut Burhanuddin, pilihan tema horor untuk teater itu diputuskan DNA Production. ”Mereka bilang tema itu lebih disukai di Indonesia,” katanya.
Tema itu, kata Rina, dipilih lebih karena mengandung banyak pesan moral. ”Dia mengajari anak-anak agar tidak takut hantu. Di situ juga diceritakan bahwa tuyul itu bodoh karena tak bisa menghitung lebih dari 10, jadi anak-anak diajari agar jangan bodoh seperti tuyul,” ujarnya pekan lalu.
Teater adalah bentuk pengembangan bisnis terbaru Les’ Copaque. Nama perusahaan animasi Malaysia itu mencuat setelah serial animasi Upin dan Ipin dan film animasi Geng: Pengembaraan Bermula meledak di pasar dalam dan luar negeri. Film itu mengeruk pendapatan RM 6,3 juta di Malaysia, rekor tertinggi penjualan tiket film bioskop di sana, dengan keuntungan RM 5 juta pada 2009. Film itu juga ditayangkan di Indonesia dan India. Serial animasinya juga sukses menembus pasar Indonesia dan Turki serta—melalui Disney Channel Asia—disiarkan di 13 negara, dari Timor Leste sampai Korea.
Namun jalur sukses itu tidaklah dicapai dengan mudah. ”Pembuatan animasi ini mahal sekali. Kalau cuma mengharap dari penjualan animasi, enggak tertampung. Meski sudah dijual ke Indonesia dan negara lain, tak bisa juga menutupi biaya produksi,” kata Burhanuddin Md. Radzi. Sebelum menjadi Managing Director Les’ Copaque, Burhanuddin adalah pensiunan kepala produksi di Petronas Carigali Sdn Bhd. Dia sempat kuliah di Jurusan Perminyakan Institut Teknologi Bandung, tapi hanya setahun karena kemudian pecah Malapetaka 15 Januari (Malari) pada 1974, sehingga dia kembali ke Kuala Lumpur dan melanjutkan kuliahnya di Universiti Teknologi Malaysia.
Menurut Burhanuddin, untuk membuat satu serial animasi yang terdiri atas 13 episode, yang panjangnya masing-masing setengah jam, dibutuhkan biaya US$ 400-500 ribu atau sekitar Rp 4,5 miliar. Padahal pendapatan dari tayangan televisi hanya US$ 1.000-1.500 per episode atau sekitar US$ 20 ribu untuk 13 episode.
Les’ Copaque harus mengembangkan sayap untuk menghidupi produksinya. ”Bisnis ini sebenarnya bisnis hak cipta intelektual. Karakter Upin dan Ipin adalah maskot. Dari situ dibikin bisnis lain, seperti barang dagangan dengan gambar maskot itu,” kata Burhanuddin.
Orang Melayu yang lahir di Teluk Panglima Garang, Selangor, pada 1956 itu mengakui pendapatan terbesar perusahaannya berasal dari iklan premium, yakni penggunaan maskot Upin dan Ipin pada produk tertentu, seperti pasta gigi dan susu. ”Serial televisi itu hanya mendukung untuk membangun bisnis lain,” ujarnya.
Pemandangan di sekitar kantor Les’ Copaque di Shah Alam—sekitar 40 kilometer dari Kuala Lumpur—menunjukkan bagaimana perusahaan itu melebarkan sayap bisnisnya. Sebuah rumah toko di sebelah kantor itu disulap menjadi toko yang menjajakan pernak-pernik asli sang maskot animasi. Di pojokan blok rumah toko di seberang kantor itu tegak pula Geng’s Corner, restoran keluarga yang berhiaskan para tokoh Upin dan Ipin.
Mereka juga menerbitkan Majalah Komik Upin dan Ipin dan baru saja meluncurkan versi bahasa Inggrisnya, Upin & Ipin: The Magazine. Untuk televisi, mereka membuat siaran Kelab Upin & Ipin, yang berisi wawancara dengan penggemar animasi itu dan kegiatan yang berkaitan dengan sang maskot. Bahkan mereka juga telah membuat aplikasi permainan Pocket Ipin untuk iPhone, yang memungkinkan pengguna membuat Ipin meloncat, berbicara, dan tertawa.
Sebagai penghasil produk populer, perusahaan itu tak bisa terhindar dari pembajakan, khususnya pembajakan barang-barang bergambar sang maskot, seperti kaus dan sandal. Tapi Burhanuddin mengaku tak khawatir terhadap pembajakan. ”Bagi saya, pembajakan itu mempromosikan. Kalau karyamu sudah dibajak, itu berarti dia populer,” katanya.
Barang bajakan itu umumnya memang berkualitas rendah. Gambarnya barangkali diambil begitu saja dari gambar beresolusi rendah di Internet. Les’ Copaque menghadapinya dengan mengeluarkan produk-produk berkualitas tinggi dengan desain khusus. Harganya memang tidak murah. Kaus anak-anak, misalnya, rata-rata dihargai di atas RM 20 atau sekitar Rp 60 ribu.
Kini perusahaan itu memiliki 140 pegawai, yang akan menjadi 200 orang karena sedang menyiapkan serial animasi baru Pada Zaman Dahulu. Animasi ini mengisahkan kembali dongeng-dongeng anak, seperti kisah kancil dan buaya. ”Karena orang tua sekarang tak punya waktu lagi untuk bercerita kepada anak, dan anak sudah malas membaca. Kami takut nanti cerita itu hilang,” kata Encik Burhanuddin.
Kurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo