MULA-MULA John Will tampak seperti masih menyusun kuda-kuda
kedua kakinya. Dalam keadaan begitu sebuah ayunan pelungku
pesilat Jaelani Kassim (Malaysia) mendarat di dada John Will.
Serangan itu dengan segera memancing pesilat Australia itu
mengeluarkan jurusjurus yang sukar diduga lawannya. Kedua
lengannya berkembang, disusul ayunan kaki beruntun ke dada
lawan. Suatu ketika ia menjatuhkan diri dengan kaki kiri
terlipat bersila dan serempak kaki kanannya terentang menyapu
Jaelani. Pesilat Malaysia itu sempoyongan keluar lingkaran
arena. Angka kemenangan diberikan dewan juri kepada John Will.
John Will (25 tahun) adalah pendekar satu-satunya dari negeri
Kanguru yang ikut Invitasi Pencak Silat Internasional Prasetiya
Mulya Pertama (6-8 Agustus) di Istora Jakarta. Meski
satu-satunya, penampilannya paling mengesankan di antara peserta
berkulit putih. Ia adalah guru olahraga pada sebuah perusahaan
di Melbourne. "Sejak 1975, 4 bulan dalam setahun saya menetap di
Bali untuk belajar silat," tutur pemuda brambut keriting itu
dalam bahasa Indonesia yang fasih.
John Will, katanya sebelum berguru silat di perguruan Bakti
Negara (Bali), pernah belajar di berbagai perguruan silat di
Indonesia. Ia meninggalkan setiap perguruan setelah mengalahkan
rekan-rekan seperguruan. Cuma di Bali ia menemukan
pendekar-pendekar yang membuat dia harus berguru sampai tahun
1982 ini. "Mungkin ini tahun terakhir," tutur pelatihnya, Bagus
Ketut Dani Suparta. John Will sudah membuka perguruan Bakti
Negara cabang Australia dengan 100 murid. Tiap murid membayar A$
15 sebulan.
Rencananya jika menjadi juara di Jakarta dia akan melaporkan
keikutsertaannya dalam invitasi ini kepada pemerintahnya di
Australia. John Will yang datang ke invitasi ini dengan biaya
sendiri, akan memperkenalkan pencak silat sebagai bagian dari
cabang bela diri yang dibawahkan konsul bela diri Australia.
Sekarang yang telah dibawahkan konsul ini adalah karate,
taekwondo dan jiu jitsu. Dia sendiri mula-mula adalah penggemar
seni bela diri dari Jepang itu. "Tapi olahraga-olahraga itu
membosankan, karena itu saya memilih pencak silat," tutur John
Will.
Tak kalah teknik dari John Will adalah pesilat Jerman Barat,
Zeljko Menikanin (20 tahun). "Ia juara pencak silat se Eropa
tahun ini," ungkap gurunya, Arief Suryana 33 tahun). Pemuda
ganteng, yang digelari "Lady Di" oleh pesilat-pesilat putri
Indonesia karena rambutnya mirip istri putra mahkota Inggris
itu, menurut Arief, tertarik pada silat karena ia penggemar film
kungfu.
Mula-mula Menikanin belajar kungfu, tapi kemudian berguru pada
Arief Suryana, putra Banten yang membuka perguruan Panca Indra
Sakti di Jerman. "Dalam perguruan kungfu pemuda Jerman tak puas.
Justru dalam silat kita, kata mereka, jurus-jurus yang diajarkan
lebih mirip Bruce Lee di film," tutur Arief.
Bukan cuma dari kalangan tukang las seperti Zeljko Menikanin
yang menggemari silat Indonesia. Pelajar SMP seperti Slavko Rako
(16 tahun), tertarik karena silat adalah olahraga yang menarik.
Para mahasiswa di Jerman pun banyak, karena menurut mereka
perguruan silat bukan cuma tempat olahraga beladiri, tapi juga
memberi ajaran filsafat. Contoh jelas, Dieter Rajic (30 tahun)
belajar pencak silat sejak ia mulai kuliah di Sekolah Tinggi
Filsafat Aachen.
Satu falsafah silat yang sangat dihayati Dieter Rajic, yakni
"padi semakin berisi semakin tunduk." Sudah 6 tahun ia belajar
silat dan kini bergelar Kar 2 (Kampfer atau Pendekar) -- serta
sudah diangkat jadi guru silat. Ia menolak dipotret bersama
Ketua IPSI (Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia) Eddy
Nalapraya, karena "takut disangka mau sok jagoan di negeri silat
ini."
"Pemuda-pemudi Jerman tertarik pada pencak silat hanya sebagai
olahraga. Bukan untuk gagah-gagahan. Karena di Jerman kalau
berani memukul orang, bisa dituntut di pengadilan dan didenda DM
100 (Rp 25.000)," tutur Arief Suryana, yang belum lama ini
mendapat gelar sarjana arsitektur di sana. Fedefasi Sport
Nasional Jerman Barat telah mengakui pencak silat sebagai
olahraga resmi di negara itu.
Di Negeri Belanda memang sering terjadi perkelahian, apalagi di
daerah hitam Haarlem. Di dekat stasiun Haarlem kebetulan ada
perguruan silat pimpinan A D. Nclson (50 tahun). Warganegara
Belanda keturunan Manado ini lahir di Besuki, Jawa Timur dan
bergelar pendekar 5 aliran (Pamur, Bawean, Badai, Manyang dan
Bakti Negara Bali). Ia juga adalah karyawan Delta Lloyd
Amsterdam dan menjabat Sekjen Bond Pencak Silat Belanda (BPSB).
Kemajuan pencak silat di Belanda, antara lain diperlihatkan
secara mengesankan oleh Ronald Boham di malam pembukaan
kejuaraan Jumat lalu. Ronald Boham dijuluki penonton sebagai
Belanda Hitam, karena pemuda 15 tahun itu memang warga
Indonesia. Ayahnya, Otto Karl Boham, berasal dari Bunaken
(Sangihe Besar), bekerja sebagai Ketua Dewan Ekonomi Veteran
Indonesia (DEVI) cabang Eropa dan menjadi Ketua Bond Pencak
Silat Belanda.
"Usaha pembentukan bond sudah dimulai sejak 1972, tapi baru bisa
menjadi bond setelah beranggotakan 2.000 orang tahun 1977,"
tutur Otto Karl Boham. Kini di Belanda sudah ada 39 perguruan,
dengan 3.500 murid, antara lain pimpinan A.D. Nelson, Simon
(pemuda Bandung) dengan aliran Pancabela dan Agus dari Panca
Indra Suci Banten.
Karena usaha BPSB pula pemerintah Belanda sudah mengakui pencak
silat sebagai cabang olahraga nasional. "Pemerintah kotapraja
banyak membantu menyediakan sarana gedung untuk latihan. Malah
dalam penyusunan anggaran belanja negara itu 1983-1984, bond
sudah diminta mengajukan anggaran," tutur ketua BPSB.
Mungkin karena itu Ketua IPSI Eddy Nalapraya telah meminta BPSB
menjadi tuan rumah kejuaraan pencak silat Prasetiya Mulya II
tahun 1984 di Belanda. Pendekar-pendekar dari Belanda rupanya
menyetujui hal itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini