Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih dari setengah jam, Ajax Amsterdam berjuang tanpa hasil saat menghadapi PEC Zwolle di Liga Belanda, akhir Januari lalu. Masalah bertambah saat Amin Younes harus ditarik ke luar lapangan lantaran cedera paha enam menit menjelang babak pertama usai. Manajer Ajax, Peter Bosz, tak punya pilihan selain memasukkan Justin Kluivert, yang baru berusia 17 tahun.
Dalam debutnya itu, Justin mampu mengubah alur permainan Ajax. Ia mendapat tempat di tim senior setelah tampil cemerlang di tim muda Ajax pada tahun lalu. Putra mantan penyerang Belanda, Patrick Kluivert, ini adalah pemain sayap lincah. Gol pembuka Ajax yang dicetak Lasse Schone dalam laga melawan PEC Zwolle itu juga berkat kontribusi Justin. Ajax akhirnya melibas PEC dengan skor 3-1.
Bosz memuji Justin, yang bisa tampil seirama dengan para pemain senior. "Dia menunjukkan kemampuannya dengan membuat sejumlah peluang. Dia pemain berbakat," kata Bosz seperti ditulis situs klub Ajax.
Pujian juga datang dari sang ayah. "Justin melakukan debut sesungguhnya. Dia membuatku bangga," tulis Patrick, yang kini menjadi direktur sepak bola klub Prancis, Paris Saint-Germain.
Ibarat pepatah "buah jatuh tak jauh dari pohonnya", bakat Justin diwariskan dari sang ayah. Patrick Kluivert adalah bagian dari generasi emas Ajax bersama antara lain Edgar Davids, Clarence Seedorf, dan Edwin van der Sar. Mereka menguasai sepak bola Eropa pada 1990-an. Patrick bahkan ikut mengantar Ajax menjuarai Liga Champions pada 1995 ketika usianya baru 18 tahun.
Nama besar Patrick membayangi karier putranya. Para penggemar dan media menanti hal-hal istimewa dari Justin seperti yang pernah dibuat ayahnya. Namun Justin menganggap ia berbeda dengan sang ayah. "Saya tak pernah merasa tertekan karena saya hanya ingin bermain sepak bola," katanya seperti dikutip situs Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA).
Bakat sepak bola juga mengalir dalam diri Leroy Sane, 21 tahun, yang tahun lalu direkrut klub Manchester City. Leroy adalah anak pemain Senegal, Souleyman Sane, yang menghabiskan sebagian besar kariernya di Jerman. Souleyman, yang menikah dengan atlet senam Jerman, Regina Weber, menjadi bagian dari kelompok pemain kulit hitam pertama di Bundesliga.
Sejak anak-anaknya kecil, Souleyman melihat talenta besar pada mereka. Ia pun mendaftarkan Leroy kecil beserta dua saudaranya ke akademi sepak bola pada usia lima tahun. Leroy mulai belajar sepak bola di klub SG Wattenscheid 09, klub yang dibela ayahnya pada 1990-1994. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Schalke 04 selama tiga tahun, sebelum pindah ke Bayer Leverkusen. Pada 2011, ia kembali ke Schalke 04.
Bersama tim muda Schalke 04, kemampuan Leroy makin terasah, sebelum direkrut masuk tim senior pada usia 18 tahun. Pada musim 2015/2016, Leroy tampil bersama Schalke 04 dalam 33 pertandingan, 23 di antaranya menjadi starter, dan mencetak delapan gol. Pelatih tim nasional Jerman, Joachim Loew, pun terpincut merekrutnya.
Penampilannya yang mengesankan membuat pelatih Manchester City, Josep "Pep" Guardiola, meliriknya. Leroy tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Menurut Leroy, Guardiola adalah orang yang paling berpengaruh terhadap keputusannya pindah ke City. "Dia bisa membuatku menjadi pemain yang lebih komplet," ujar Leroy seperti ditulis situs Manchester City.
Pemain yang dibeli City seharga 37 juta pound sterling atau sekitar Rp 602,6 miliar itu membuktikan ucapannya. Sepanjang tahun ini, ia sudah mencetak lima gol dari sembilan pertandingan. Leroy sempat dibekap cedera di awal musim. Lalu Guardiola menggemblengnya sebagai pemain sayap. "Kami sudah berbicara banyak tentang posisi penting itu. Pep selalu memberiku saran dan tip bagaimana bermain di lini depan," katanya.
Kisah sukses juga dialami Enzo Fernandez, 21 tahun, putra tertua pemain legendaris Prancis, Zinedine Zidane. Enzo belajar sepak bola di akademi Juventus dan Real Madrid, dua klub raksasa yang pernah dibela sang ayah. Seperti ayahnya, Enzo bermain sebagai pemain tengah. Banyak yang menilai gaya permainan dan trik menggiring bola yang dilakukan Enzo sangat mirip dengan Zidane--kini pelatih Real Madrid.
Titik penting karier Enzo muncul setelah Zidane memanggilnya tampil di Copa del Rey sebagai pemain pengganti melawan Cultural Leonesa, November tahun lalu. Enzo pun menunjukkan kemampuannya dan langsung mencetak gol setelah 18 menit tampil.
Soal prestasi di lapangan hijau, Kasper Schmeichel paling gemilang. Putra kiper legendaris Manchester United, Peter Schmeichel, ini mengikuti jejak ayahnya menjadi penjaga gawang. Peter dikenal sebagai salah satu kiper terbaik yang pernah ada. Bersama United, ia meraih lima gelar Liga Primer, menjadi juara Liga Champions, dan dua kali diganjar penghargaan sebagai kiper terbaik dunia.
Sebaliknya, penampilan Kasper sempat terombang-ambing. Kemampuannya pernah diragukan bisa sepadan dengan sang ayah. Kasper sempat berpindah-pindah klub, dari Manchester City, Notts County, sampai Leeds United. Dia juga pernah dipinjamkan ke sejumlah tim, seperti Darlington, Bury, dan Falkirk. Namun Kasper justru matang setelah bergabung dengan Leicester City.
Secara mengejutkan, Kasper dan tim berjulukan The Foxes itu merebut trofi Liga Primer pada musim 2015/2016. Ini adalah trofi Liga Primer pertama dalam sejarah Leicester, yang didirikan 133 tahun lalu. Uniknya, Kasper berusia 29 tahun ketika mendapatkan trofi Liga Primer perdananya, persis seperti ayahnya.
Bisa memboyong trofi Liga Primer adalah impian Kasper sejak kecil. Menurut ayahnya, Kasper memang bercita-cita menjadi pemain sepak bola dan membawa pulang trofi juara. Namun Peter memastikan tak pernah memaksa Kasper menjadi seperti dia. "Senang rasanya Kasper bisa meraih piala Liga Primer sendiri," kata Peter seperti dikutip Mirror.co.uk.
Gabriel Wahyu Titiyoga (ESPN, Goal, Fourfourtwo)
Seperti Sang Ayah
Talenta sejumlah legenda sepak bola mengalir ke tubuh anak-anaknya. Mereka merintis jalan menjadi pemain papan atas.
Pemain | Usia | Klub | Ayah |
Devante Cole | 21 tahun | Fleetwood Town | Andy Cole (Manchester United, Newcastle United, tim nasional Inggris) |
Niall Keown | 21 tahun | Reading | Martin Keown (Arsenal, tim nasional Inggris) |
Diego Poyet | 21 tahun | Godoy Cruz | Gustavo Poyet (Real Zaragoza, Chelsea, Tottenham Hotspur, tim nasional Uruguay) |
Jack Barmby | 21 tahun | Portland Timbers | Nick Barmby (Tottenham Hotspur, Everton, Liverpool, Hull City, tim nasional Inggris) |
Ianis Hagi | 18 tahun | Fiorentina | Gheorghe Hagi (Real Madrid, Barcelona, Galatasaray, tim nasional Rumania) |
Christian Maldini | 20 tahun | Pro Sesto | Paolo Maldini (AC Milan, tim nasional Italia) |
Rivaldinho | 21 tahun | Dinamo Bucuresti | Rivaldo (Barcelona, AC Milan, Olympiacos, tim nasional Brasil) |
Giovanni Simeone | 21 tahun | Genoa | Diego Simeone (Atletico Madrid, Inter Milan, Lazio, tim nasional Argentina) |
Joe van der Sar | 18 tahun | Ajax Amsterdam | Edwin van der Sar (Ajax, Juventus, Manchester United, tim nasional Belanda) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo