Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Yang membuat dan yang mencatat

Wakil presiden biasanya tidak ikut menentukan keputusan dan turut berperan oleh presiden. hosni mubarak calon presiden mesir, tidak tahu perundingan perdamaian dengan israel. bedanya pembuat & pencatat sejarah.

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Yang membuat dan yang mencatat
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DUNIA politik Amerika Serikat mempunyai kisah unik yang sering diulang-ulang. Seorang muda berbakat dan memiliki kepemimpinan potensial, berhasil meraih kedudukan anggota Kongres. Atau menjadi senator negara bagian. Kemudian menanjak menjadi senator nasional. Setelah cukup larna, menjadi eksekutif dalam jabatan gubernur-negara bagiannya. Pola lokal, nasional, kemudian kembali ke daerah mematangkan kepribadiannya. Hingga akhirnya ia dipandang potensial menjadi presiden. Tetapi nasib menghendaki lain. Setelah begitu terkenal melalui berbagai jabatan, ia hilang. Tidak ada yang tahu di mana ia. Tidak tahunya ia menjadi wakil presiden - setelah kalah bersaing dengan orang-orang lain yang juga sama-sama potensial. Cerita di atas menunjukkan kecilnya arti kedudukan wakil presiden--setidak-tidaknya di masa lampau. Garner, di bawah Presiden Roosevelt, adalah contoh sempurna untuk 'orang hilang' itu. Sudah menumbuhkan ambisi pribadi yang luar biasa, akhirnya harus menerima nasib menjadi pimpinan sidang di Senat belaka, ditambah kerja membuka upacara dan meresmikan proyek-proyek seluruh negeri. Tidak diajak mengambil keputusan dalam masalah menentukan. Presiden lebih percaya kepada para pembantunya sendiri. Sering para presiden mengambil seorang lawan sebagai calon wakil presiden untuk kepentingan politiknya sendiri: keseimbangan geografis (Kennedy dari sudut timur laut negeri Johnson dari barat daya), agama ataupun etnis (carter AngloSakson mulus, Mondale dari etnis Skandinavia). Hosni Mubarak Sudah untung kalau kematian presiden menarnpilkan para wakil menjadi presiden. Seperti Truman yang menggantikan Roosevelt yang mati jantung, dan Johnson yang menggantikan Kennedy yang tertembak. Atau juga menjadi presiden atas tenaga sendiri setelah berakhirnya masa jabatan 'kelas dua', seperti Richard Nixon (wakil presiden untuk Eisenhower 1953-1961, kemudian presiden terpilih 1969-1975). Kekesalan mereka umumnya berkisar pada tidak efektifnya jabatan setinggi itu - di hadapan kekuasaan tunggal sang presiden di bidang eksekutif. Itu hanya mungkin terobati kalau memang jelas ia dipersiapkan untuk mengganti presiden nantinya. Seperti Hosni Mubarak sewaktu Sadat masih hidup. Tujuh tahun 'magang', dalam jabatan kedua, tetapi jelas dalam pola permagangan yang tidak membuat putus asa pelakunya. Politikus yang merasa berhak memimpin negara memang sering jengkel harus berbagi kekuasaan dengan orang lain. Ia merasa tidak membuat sejarah. Dalam pandangan politisi seperti ini, sejarah hanya dibuat oleh mereka yang menduduki tempat pertama. Selain itu, semuanya hanya termasuk catatan sejarah. Apalagi kalau presiden sebagai pemegang kedudukan pertama tidak memberi kesempatan sama sekali untuk berperan kepada wakilnya, seperti Wakil Presiden Nance Garner di atas. Tidak seperti para presiden belakangan ini, yang seakan sengaja memberi hak kepada wakil presiden mereka untuk turut memutuskan kebijaksanaan pemerintah di tingkat nasional. Johnson yang di'santuni' begitu baik oleh Kennedy (walaupun masih juga tidak puas), Mondale yang dihargai Carter (tidak pernah terdengar keluhannya), dan Bush yang "dimanjakan" Reagan (asal tahu diri, tidak melawan para pembantu terdekatnya, Baker dan Meese). Bung Tomo Begitu halusnya perbedaan antara pembuat sejarah dan yang mejadi catatan sejarah saja. Hosni Mubarak tidak tahu apa-apa tentang perundingan perdamaian dengan Israel. Ia tidak pernah ke Israel sekali pun. Seolah kenyataan ini membedakan Mubarak yang menjadi catatan sejarah dari Sadat sang pembuat sejarah. Wakil presiden yang tadinya kalah dalam persaingan kepresidenan dari lawan politiknya, dicatat oleh sejarah sebagai 'orang yang juga menjadi calon' (the also ran) -- tokoh pelengkap belaka di balik keperkasaan pihak yang menang. Akan lebih besar kejengkelannya, jika sebelum menjadi wakil presiden ia sendiri telah membuat sejarah. Umpamakan sajalah Bung Tomo almarhum menjadi wakil presiden. Ia, yang begitu berapi-api membakar semangat arek Suroboyo, dan dengan demikian membuat sejarah dengan cara dan dalam lingkupnya sendiri, sudah tentu akan merasa konyol dalam peranan orang kedua tanpa wewenang yang jelas. Tidak heranlah jika kemudian si bung yang satu ini merasa sudah puas dengan peran kesejarahannya yang begitu pendek di tahun 1945 itu--lalu tidak mengejar peranan lain. Salah-salah bisa frustrasi. Dari sudut pandangan ini, memang menarik mengikuti perkembangan di Mesir sepeninggal Anwar Sadat. Mampukah Mubarak menjadi pembuat sejarah yang setara dengan Sadat dan Nasser, setelah tujuh tahun hanya berfungsi sebagai catatan belaka? Sadat lebih lama lagi: enam belas tahun itu pun yang sering jadi ejekan orang. Baru setelah sang 'juara' Nasser, ia memperoleh kesempatan. Peranan itu dilakukannya dengan tidak tanggung-tanggung - akhirnya harus ditebusnya dengan jiwanya sendiri. Mampu tidaknya Mubarak bergerak dari catatan sejarah menjadi pembuat sejarah, hanya sejarah yang akan menjawabnya. Padahal, di kawasan begitu bergolak di negara tua Mesir itu, hanya pembuat sejarah yang dapat lama memerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus