BERUSIA 31 tahun, Johnny Miller sudah meraih lebih US$ 1 juta
dari lapangan golf. Orang AS kelahiran San Francisco ini
menjadi profesional segera sesudah dia selesai belajar di
Universitas 9 tahun lalu. Arnold Palmer, bahkan juga Jack
Nicklaus -- keduanya pegolf ulung di dunia -- mengakui kebolehan
Miller.
Maka nama Miller sudah terjamin untuk usaha promosi. Benson &
Hedges, produsen sigaret dari London, memakai Miller pekan lalu
untuk bertanding 4 ronde melawan Graham Marsh, pegolf Australia
yang sudah tenar di Asian Circuit. Mereka berdua saja ditugaskan
bertanding. Lebih mengasyikkan lagi ialah keempat ronde itu
dilangsungkan secara berpindah Iapangan. Dimulai di Fanling
(Hongkong, 5 Desember), mereka main di Pondok Indah (Jakarta, 7
Desember), kemudian di Kuala Lumpur (9 - 10 Desember). Di
ibukota Malaysia itu, mereka pun tidak bermain di satu padang
saja, tapi berpindah dari Subang ke Royal Selangor Golf lub
yang bersejarah.
Walaupun Benson & Hedges menonjol sebagai sponsor, pertandingan
promosi ini jelas membawa pesan sampingan dari pihak lain.
Umpamanya merek Dunlop yang tertulis di payung yang dipakai
Marsh dan merk Maxfli yang terpampang di bag milik Miller. Tak
ketinggalan pula promosi penerbangan Cathay Pacific yang memang
mengkontrak Marsh.
Tapi di Jakarta, tentu saja, promosi dinikmati juga oleh padang
golf Pondok Indah yang masih baru, dan memang molek seperti
namanya. Pondok Indah itu tempat perumahan elite yang membuat
berita sedih ketika dilakukan aksi penggusuran atas penduduk
setempat 2 - 3 tahun lalu guna pembangunannya oleh kontraktor
real estate.
Sedikitnya 5000 peminat golf berhondong-bondong di situ
mengikuti gerak Miller-Marsh ke seluruh 18 holes yang 72 par.
Suara petugas via megaphone terdengar memperingatkan: "Awas,
walaupun dia jagoan, kemungkinan slice (terbang bola menceng ke
kanan) ada." Para penonton rupanya yakin pada pukulan
professional. Kedua pemain itu memang tidak membikin kesalahan
slice ataupun book (menceng ke kiri).
Pertandingan itu lebih merupakan pameran keunggulan
masing-masing. Kalah-menang tampaknya bagi mereka bukan soal
perbedaan puluhan atau ratusan ribu dollar, seperti dalam
kompetisi besar yang ditempuh Miller biasanya, di mana permainan
di bawah par saja yang ada harapan.
Di Pondok Indah, tidak terang-terangan disebut hadiah uang yang
diperebutkan. Menurut panitia, hanya US$ 1000 untuk pemenang.
Jumlah itu seperti "kacang" saja bagi kaliber liller. Namun dia
bermain sungguhan dan akhirnya mencatat 69, mengalahkan Marsh
yang memperoleh par 72.
"Bermain di tiga negeri yang berbeda dalam seminggu sungguh baru
-- belum pernah saya alami sebelumnya," kata Miller. Memang
"peristiwa ini unik," sambung Marsh, 34 tahun, bekas guru
matematik yang mengumpulkan US$ 280.000 dari turnamen di
berbagai negeri tahun lalu.
Keempat ronde itu diakhiri dengan 85 untuk Miller -- unggul
satu pukulan saja dari Marsh (286). Prestasi mereka boleh
dianggap berimbang, yang berarti naik gengsi Marsh di mata
sponsornya. Bagi Miller, ya memang sudah terbilang top.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini