Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pesta yang pantang mengalah

Pembukaan sea games xii di singapura. kontingen indonesia ditempatkan dalam asrama yang tidak layak. prestasi atlet indonesia masih bisa unggul. (or)

4 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SINGAPURA tidak mengenal ungkapan "Hujan menghentikan permainan". Hujan boleh tumpah sederas-derasnya tetapi upacara pembukaan pesta olah raga antarbangsa Asia Tenggara tetap berlangsung 28 Mei lalu. Memang sempat tertunda setengah jam. Namun upacara yang cukup semarak berjalan terus. Dengan kata-kata singkat, Presiden Singapura, Devan Nair menyatakan SEA Games XII dibuka secara resmi tepat pukul 18.30 waktu setempat. Beberapa saat setelah Devan Nair mengucapkan kata pembukaan, E.W. Barker, ketua federasi SEA Games melangkah dari podium. Dia melongokkan kepalanya yang culah itu ke langit dengan wajah penuh kecemasan begitu mendengar suara dentuman meriam 21 kali. Seperti para penonton, dia rupanya juga mengira suara dentuman itu sebagai guntur yang akan membuat hujan tambah lebat lagi. Upacara yang sudah dipersiapkan sejak lama ternyata tak luntur dek hujan. Sembilan ribu anak-anak belasan tahun dari 26 sekolah, seperti tidak mempedulikan cuaca buruk di kepala mereka. Di lapangan hijau Stadion Nasional Singapura yang becek itu, mereka memainkan atraksi yang menarik. Gabungan antara nyanyian dan tari, yang sekalipun gerakannya kelihatan sederhana saja, membersitkan warna-warni cerah. Warna-warni dari tengah lapangan itu berbaur pula dengan puluhan ribu payung aneka rupa yang dipegangi para pengunjung stadion yang berkapasitas 65.000 penonton itu. Tak terbayangkan bagaimana indahnya pemandangan di stadion itu bagi 16 penerjun payung yang meluncur dari ketinggian 3.000 m, sambil membawa bendera negara peserta. "Pembukaan ini merupakan salah satu overture paling mengharukan yang saya alami selama 20 tahun menyaksikan acara-acara olah raga di seantero dunia," tulis wartawan Inggris terkemuka, Alan Hubbard. Dia sengaja ditugaskan koran lokal, The Sunday Times untuk meliput upacara pembukaan tersebut. Meskipun di tempat-tempat penampungan atlet sedang berkecamuk wabah flu dengan korban utamanya Icuk Sugiarto, barisan berjalan mengalir dengan tegap di bawah hujan yang terus-menerus mengguyur. Seluruh atlet dan ofisial berjumlah 2.600. Gadis-gadis cantik, pramugari dari perusahaan penerbangan Singapura, SIA, memimpin di depan barisan kontingen. Indonesia muncul setelah barisan Brunei dan Birma. Dipecah dalam 4 kelompok kontingen dengan komandan Gatot Suwagio itu berjalan dengan keyakinan kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai perebut medali terbanyak. Di belakangnya menyusul kontingen terkecil Kampuchea yang berkekuatan 14 orang. Kemudian Malaysia, Filipina, dan terakhir tuan rumah Singapura. Tak heran barisan penutup iniiah yang mendapat sambutan paling riuh. Pembawa bendera kontingen Singapura ini adalah perenang Ang Peng Siong yang dipuja setengah mati masyarakat republik berpenduduk 2,5 juta itu. Bagi kontingen Indonesia yang sudah muncul di Singapura 5 hari sebelum pembukaan, upacara di Stadion Nasional tadi terasa seperti sebuah etalase belaka. Kontras dengan Singapura yang keras menjalankan cara hidup yang bersih (sampai-sampai pelepasan burung merpati ditiadakan ketika upacara pembukaan) asrama Institut Teknologi Nan Yang, tempat penampungan atlet Indonesia agaknya tidak pantas sebagai tempat tinggal. "Kelihatannya asrama ini tidak dipersiapkan untuk perkampuhgan atlet. Beda dengan asrama tempat kontingen yang lain, seperti Muangthai," ujar dr. Sarengat, ketua bidang pembinaan PB PASI yang turut ke SEA Games XII mendampingi atlet asuhannya. Ketika mula-mula memasuki asrama itu, kotoran berserakan di mana-mana. "Di dalam lemari saya masih banyak kertas rumus yang tertempel di dinding. Di langit-langitnya pun masih banyak sarang laba-laba," sambung Sarengat lagi. Dengan kerja bakti, "sambutan" itu akhirnya bisa dibersihkan. Dan menurut dia, sekarang tak ada masalah lagi. Kecuali angkutan yang dirasakan memberatkan karena untuk mencapai gelanggang pertandingan diperlukan perjalanan 1 jam dengan bis. "Perjalanan ini saja sudah menguras tenaga," sambut pelatih bulu tangkis Tahir Djide. Suara-suara kurang puas terhadap penampungan itu menjalar dengan cepat. Yang paling keras datang dari pemain bulu tangkis Christian Hadinata. "Selama jadi atlet, baru kali ini saya mengalami penampungan di bawah standar," gerutunya. Kakusnya tidak terurus. Sehinga kabarnya dia hanya buang hajat besar sekali sehari-semalam. Itu pun dengan mengungsi ke tempat lain. Suasana kurang menyedapkan itu membuat Hercules atletik Indonesia, Bob Hasan merencanakan akan memindahkan 74 atlet dari cabang atletik ke hotel, sehari sebelum bertanding. "Kalau tidak begitu, kondisi atlet bisa menurun," katanya. Berbagai kalangan yang dihubungi menyayangkan mengapa tim pendahulu yang dipimpin Gatot Suwagio yang berangkat ke Singapura sekitar 3 minggu menjelang keberangkatan kontingen, tidak mengadakan peninjauan ke tempat penampungan itu. Gatot sendiri ketika ditanya wartawan tidak membantah kelalaian itu. Masih mujur, suasana asrama yang mengganggu itu tidak menghambat atlet berprestasi. Sampai berita ini diturunkan tanggal 30 Mei malam, Indonesia masih memimpin dalam pengumpulan medali. Medali-medali emas itu ditambang dari angkat besi dengan bintangnya Warino Lestanto, Hadiwihardja dan Maman Suryaman. Kemudian bulu tangkis beregu, loncat indah dan renang dengan Lukman Niode merebut emas pertama dalam cabang ml melalui nomor 200 m gaya punggung. Melihat sodokan-sodokan yang dibuat Singapura dalam angkat besi dan terutama renang, banyak yang bimbang apakah Indonesia akan bisa bertahan sebagai juara umum. M.F. Siregar, jauh-jauh hari sebelum ke Singapura sudah mengisyaratkan Lukman Niode Cs berat untuk mengulangi sukses 16 emas seperti di Manila 2 tahun lalu. Sedangkan pelatih angkat besi Madek Kasman kelihatan agak terpukul karena kegagalan anak asuhannya di hari pertama. Ia juga pesimistis bisa memboyong sebanyak 19 medali emas sebagaimana yang dicapai tim yang dipimpinnya di Manila. Kegagalan pada hari pertama pertandingan itu, menurut Madek, karena banyak menampilkan lifter muda, antara lain Lili Entong. "Semangat mereka sih besar, tapi begitu di atas, dag-dig-dug," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus