BERJALAN timpang dengan kaki sebelah kiri agak kecil dan lebih pendek satu inci dari kaki kanan, sulit dipercaya kalau Dodie Penalosa, 23, adalah seorang juara tinju dunia. Tapi, begitu ia mengenakan sarung tinju dan bergerak di atas ring, sungguh mengagumkan: pukulan-pukulannya terlontar dengan akumulasi tenaga yang penuh, dan tubuhnya begitu lentur dan cepat untuh membuat gerakan menghindar. Tak pelak lagi, gelar juara dunia kelas terbang yunior (kelas dengan berat badan maksimal 49 kg) yang dipegangnya memang bukan gelar kosong. Maka, menghadapi pertarungan Sabtu pekan ini di Istora Senayan, melawan penantangnya Yani Hagler dari Indonesia, petinju pincang dari Filipina itu cuma berkata, "Saya akan mengalahkannya." Publik Senayan, yang biasa beringas mengelu-elukan petinju tuan rumah, sebagaimana yang terjadi ketika Ellyas Pical menghadapi Ju Do Chun, bagi Dodie bukan sesuatu yang menakutkan. Begitu memasuki tinju pro, awal 1982, dan menjadi juara Filipina di akhir tahun yang sama, setelah melewati 10 pertandingan, Dodie segera bertarung di luar kandang. Ia pergi ke Seoul, Korea Selatan, Maret 1983, menghadapi petinju tuan rumah, Sung Nam Kim, juara kelas terbang yunior OPBF (Federasi TinjuAsia Pasifik). Si Korea itu dipukul jatuh Dodie di ronde ke-11, dan Dodie menjadi juara OPBF. Pada Desember tahun itu juga, di kandang lawan, Osaka, Jepang, ia merebut gelar juara dunia dari Satoshi Shingaki. Di tengah sorak-sorai pendukungnya, Shingaki dirobohkan Dodie di ronde ke-12. Entah karena keder untuk kembali menghadapi Dodie Penalosa, Shingaki, kini, menaikkan bobot tubuhnya dua tingkat ke kelas superterbang yang juara dunianya di kelas ini adalah Ellyas Pical (lihat: Siapa Calon Lawan Ellyas Pical?). Yang jelas, setelah jadi juara dunia, Dodie sudah tiga kali mempertahan-kan gelar, dan selama karier pro, ia sudah bertanding 17 kali, tanpa pernah kalah (6 di antaranya dimenangkannya dengan KO). "Ia satu-satunya orang cacat yang menjadi juara tinju dunia," kata manajernya, Rex Salud. Menurut Rex, Dodie bukan cuma cacat kaki - karena terserang polio ketika berusia enam bulan. Tangan kanan Dodie juga sebetulnya sudah pernah patah dan sampai sekarang diikat dengan (pen) metal. Hal itu dialami Dodie dalam pertarungan mempertahankan gelar OPBF pada bulan Juni 1983, di Manila, melawan penantang dari Jepang, Katsumi Sato. Pada ronde ke-4, lengan kanannya membentur kepala lawan. Dodie sangat menderita karena cedera itu, dan pada waktu istirahat antarronde, ia sempat menangis menahan sakit, dan ingin menghentikan pertandingan. "Saya katakan, jangan cengeng dan teruskan pertandingan," kata Rex mengungkap peristiwa itu kepada TEMPO. Dodie memang berhasil menyelesaikan 15 ronde, malah masih menang dengan angka. Tapi beberapa hari kemudian tangan kanannya terpaksa dioperasi. Setelah cedera itulah, pukulan kanan Dodie tampaknya kurang deras. Tapi sebagai petinju bergaya kidal (southpaw), modal pukulan kirinya yang begitu kuat mampu mencetak rekor gemilang, bila diingat, dengan tangan cedera itulah Dodie merebut gelar juara dunia. Karena pen metal di tangannya itu pula, di Filipina, juara itu digelari dengan Dodie "Bionic Boy" Penalosa. Dilahirkan di San Carlos, kota kecil di timur laut Manila, Dodie (nama lengkapnya Diosdado Penalosa) berasal dari keluarga miskin - ayahnya, Carl Penalosa, 48, pegawai rendahan di sebuah rumah sakit kota itu - yang juga boleh disebut keluarga petinju. Sang ayah, yang kini menjadi pelatih Dodie, pernah jadi juara kelas ringan nasional, malah sempat tercantum di dalam daftar penantang juara dunia versi WBA, tahun enam puluhan. Selain itu, empat saudara laki-laki Dodie (ia anak kedua dari enam bersaudara) juga jadi petinju. Dodie mulai bertinju sejak berumur 12 tahun, sebagai petinju amatir, dan di dalam karier amatir, ia hanya pernah sekali kalah, berhadapan dengan petinju terkenal Filipina, Efren Tabanas. Perjalanan karier juara ini memang berbeda dengan penantangnya, Yani Hagler, yang langsung muncul di dunia pro: sudah 15 kali bertanding, tanpa kalah, 7 kali menang KO, dan sekali seri melawan Little Baguio dari Filipina. Hasil seri dengan penantang juara dunia itu menyebabkan Hagler dikatrol Promotor Boy Bolang masuk daftar penantang juara dunia IBF. Betapapun tegarnya Dodie, menurut bekas petinju nasional terkemuka Ferry Moniaga, yang pernah masuk 8 besar Olimpiade Munich, 1972, cacat kaki itu menghalanginya bergerak, dan akan lebih banyak menunggu lawan menyerang, untuk memanfaatkan pukulan balik. "Yani harus memanfaatkan kelincahan gerak kaki dan tubuhnya," katanya. Simson Tambunan, pelatih juara dunia ElIyas Pical, juga menunjuk cacat kaki itu sebagai titik lemah Dodie. "Saya agak ragu bagaimana keseimbangan tubuh Dodie bila berbenturan tubuh atau clinch, " ucapnya sambil mengakui bahwa pukulan kiri jago Filipina itu amat keras. Dapatkah Yani Hagler mengalahkan Dodie Penalosa? Melihat karier Dodie selama ini, yang selalu meraih kemenangan demi kemenangan, banyak orang pesimistis. Yani mungkin tak akan sesukses Ellyas Pical ketika merebut gelar juara dunia dari tangan Ju Do Chun. Tapi siapa tahu, anak kelahiran Maluku ini memang sama sigapnya dengan sesumbarnya. "Saya akan menang," katanya pekan lalu kepada wartawan. Amran Nasution Laporan biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini