BELASAN kendaraan lapis baja tampak diparkir di sebuah pojok Stadion Azteca. Sejumlah polisi dan tentara bersenjata hilir-mudik di sekeliling stadion itu. Sudah sepekan terakhir ini suasana "gawat" itu terlihat, di stadion yang terletak di jantung Kota Meksiko tersebut. Berkapasitas sekitar 110.000 penonton (sama dengan kapasitas Stadion Utama Senayan, Jakarta), Stadion Azteca adalah salah satu bangunan yang harus dikawal ekstraketat oleh petugas keamanan Meksiko menjelang putaran final Piala Dunia ke-13, yang dimulai Sabtu siang pekan ini. Sebab sebuah keteledoran bisa membuat citra Meksiko rusak. "Padahal, semuanya kita pertaruhkan di sini," kata Presiden Meksiko Hugo de Madrid. Ini kali kedua - pertama pada 1970 - Meksiko, yang berpenduduk sekitar 78 juta, menjadi tuan rumah kejuaraan sepak bola dunia. Beda dengan penyelengaraan enam belas tahun lalu, penyelenggaraan kali ini memang terbilang serlus penanganan pengamanannya. Selain Stadion Azteca, hampir semua obyek yang berkaitan dengan kejuaraan akan dijaga ketat: mulai dari bandar udara, hotel, tempat penampungan pemain, hingga tempat latihan mereka di pelbagai pelosok kota. Untuk itu, pemerintah Meksiko mengerahkan sekitar 30.000 pasukan keamanan - polisi, tentara, dan agen-agen rahasia yang terlatih khusus - untuk mengamankan turnamen akbar yang akan berlangsung pada 12 stadion di delapan kota, hingga 29 Juni mendatang. Ada alasan kuat mendorong Meksiko berbuat seperti itu. Pertama, mereka cemas pada ancaman perusuh di dalam negeri terhadap para tamu, yang diperkirakan akan datang ke negeri itu selama kejuaraan berlangsung, dalam jumlah sekitar 40 ribu orang. Kedua, mereka khawatir kejuaraan ini akan jadi sasaran teroris. Ancaman pertama memang bisa meledak sewaktu-waktu. Sebab, berhubungan langsung dengan soal yang peka: keadaan ekonomi Meksiko yang makin sulit. Utang luar negeri mereka, sekarang, berkisar US$ 97 milyar. Dan, September tahun lalu, negeri ini dlguncang gempa besar, yang menimbulkan korban jiwa sekitar 9.000 orang dan kerusakan berat pada sekitar 3.000 bangunan Total kerugian diperkirakan sekitar US$ 5 juta. Dengan posisi keuangan begitu, beban untuk jadi tuan rumah itu memang berat. Ini pula yang menyebabkan banyak warga Meksiko belakangan tak setuju pada rencana penyelenggaraan kejuaraan, yang pasti memerlukan dana besar itu. Pemerintah Meksiko memang tak mengumumkan secara rinci besar dana yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan kejuaraan itu. Namun, mereka sudah meluncurkan dua satelit untuk fasilitas peliputan, membangun dan memugar dua belas stadion. Untuk itu saja ditaksir pemerintah sedikitnya sudah mengeluarkan dana US$ 75 juta. Pengeluaran besar ini kemudian menyebabkan bangkitnya sekelompok penentang kejuaraan dunia itu. Mereka itu, sebagian besar adalah keluarga korban gempa bumi, berdemonstrasi di muka Istana Kepresidenan. "Kami butuh rumah, bukan kejuaraan sepak bola," teriak para demonstran. Meksiko mendapat dukungan kuat dari sejumlah sponsor dan FIFA (Federasi Sepak Bola Internasional), sebagai tuan rumah setelah Kolumbia yang ditetapkan sebelumnya mengundurkan diri - Mei 1983, dan kemudian bertekad bulat mengindahkan suara-suara para penentang itu. "Kami mau menjadikan kejuaraan ini sebagai proyek menaikkan citra Meksiko di seluruh dunia," alasan Guillermo Canedo, 63 Ketua Panitia Penyelenggara Kejuaraan Piaia Dunia 1986, ketika ditanya wartawan tentang suara-suara menentang itu. Citra baik itu memang diperlukan Meksiko untuk menarik kembali wisatawan asing - salah satu sumber pemasukan terbesar kedua, selama ini, setelah minyak bumi ke negeri mereka. Selama ini, sekitar 4 juta turis setiap tahun memasukkan devisa sekitar US$ 2 juta. Cita-cita boleh saja. Tapi, risiko di balik itu juga tak ringan. Sebab, kelompok tak puas tadi diduga bisa jadi penyulut kerusuhan yang cukup besar nantinya, terutama jika tim Meksiko sendiri gagal merebut tempat terhormat. Di negeri, yang rakyat fanatik bola, kerusuhan akan gampang disulut jika tim kesayangan mereka kalah. Contohnya, ada. Pekan lalu, belasan orang harus dirawat di rumah sakit gara-gara cedera dalam perkelahian antara penggemar sepak bola di Pachuga, sebelah utara Kota Meksiko. Waktu itu, sedang berlangsung pertandingan antara klub Pachuga dan klub Cobra. Saksi mata mengatakan, penggemar klub Pachuga marah, karena tim mereka gagal memenangkan pertandingan promosi ke Divisi Satu. Selain kasus seperti ini, yang juga bakal merepotkan petugas keamanan alalah kemungkinan gangguan teroris internasional. Dalam hal ini Meksiko memarg belum berpengalaman. Untung, ada bantuan dan kursus kilat yang diberikan Biro Penyelidik AS, Prancis, dan Inggris, yang berulang kali datang ke Meksiko. Mereka itu nengajarkan kepada petugas keamanan Meksiko cara-cara menghadapi para teroris. Aksi teror dicemaskan akan menimpa tim dari Irak yang sedang berperang melawan Iran. Atau juga kesebelasan Inggris, Jerman Barat, Kanada, dan negeri penanda tangan Deklarasi KTT 7 negara industri yang mengutuk Libya, di Tokyo 4-6 Mei lalu. Tak heran kalau kepada tim negari industri itu, Meksiko menetapkan pengawalan paling ketat. Semua mobil dan orang yang masuk ke hotel tempat tim ini menginap di Toluca, sekitar 70 km dari ibu kota Meksiko, digeledah dengan teliti. Kamar-kamar pemain diberi alarem, sehingga jika terjadi apa-apa, petugas yang mengawal mereka di kamar lain di hotel itu bisa segera tahu. Petugas keamanan memang paling sibuk. Selama ini, sudah beberapa kali mereka menerima telepon gelap yang memberitahukan ada ancaman bom di beberapa tempat, termasuk di tempat penginapan pemain. Tapi, sejauh ini, baru satu ancaman yang benar. Yaitu, ketika 26 April lalu sebuah alat peledak seberat 18 kg ditemukan dan dapat dijinakkan di sebuah mobil yang , diparkir di sebuah jalan dekat kantor Kedubes AS di Kota Meksiko. Namun, buat tim (14 dari Eropa, 5 dari Amerika Latin, 1 dari Amerika Utara, dan masing-masing, 2 dari Asia serta Afrika) bukan soal kerusuhan yang menghantui di Meksiko. Tapi keadaan iklim. "Dan gempa bumi," tukas Evaristo Macedo, pelatih asal Brasil yang kini menangani tim Irak. Iklim memang tantangan berat yang harus ditundukkan kesebelasan yang akan bertarung di Meksiko. Sebab, terletak di daerah tinggi, antara 2.000 dan 5.100 kaki di atas permukaan laut, Meksiko yang dikenal berudara tipis dengan suhu berkisar antara 5 dan 38 derajat Celcius. Kondisi begini sudah lazim diketahui sangat tidak enak buat para olahragawan: bernapas sulit, dan ini menyebabkan tubuh cepat letih, terutama pemain dari Asia dan Eropa. Maka, hampir semua tim, selain membawa peralatan latihan lengkap, juru masak dan makanan khas negeri mereka, sekitar 9 ton air mineral yang sudah dibotolkan, dua ton pasta gigi, tomat serta juga menyediakan pakaian khusus. Juara bertahan Italia, misalnya, membawa pakaian di luar lapangan - semacam jaket gombrong yang khusus dirancang desainer terkenal Giorgio Arman untuk melawan iklim Meksiko. Sejak tiba di Meksiko, tim Italia aktif berlatih mengontrol bola dan tembakan-tembakan keras ke arah gawang. "Di daerah yang tinggi dari permukaan laut, bola biasa meluncur lebih deras. Karenanya, peranan pencetak gol sangat menentukan di Meksiko," kata Pelatih Enzo Bearzat. Berbagai taktik memang harus disiapkan tim untuk bisa menang. Tuan rumah Meksiko, misalnya, sudah melakukan pelbagai cara untuk memperoleh keuntungan-keuntungan seperti yang mereka lakukan pada 1970. Yang paling kentara, misalnya, mereka hanya akan bermain dari babak penyisihan hingga final, di Kota Meksiko, yang terletak pada ketinggian 7.300 kaki dari permukaan laut. Sedangkan tim lain terpencar-pencar pada stadion yang ketinggiannya kurang berkisar 2.000 kaki sampai 5.100 kaki dari permukaan laut. Cara lain, lewat pemain andalan Hugo Sanchez, 27, Meksiko juga meneror pemain sayap Jerman Barat Piere Littbarski lewat pers lokal. Sanchez, pencetak gol terbanyak di klub Real Madrid, yang bulan lalu menjuarai Piala UEFA, mencerca habis-habisan Littbarski, yang dinilainya melakukan "tindakan kriminal" ketika mencederainya dalam pertandingan final Piala UEFA. Agak provokatif Sanchez juga meramalkan bahwa tim Jerman Barat tidak akan disukai publik Meksiko gara-gara ulah Littbarski tadi. Sebagai tuan rumah Meksiko termasuk favorit di kejuaraan kali ini. Namun, beberapa tim Amerika Latin, seperti Brasil, Argentina, dan Uruguay, juga tetap diunggulkan untuk bersaing melawan tim unggulan Eropa Barat, seperti Italia, Inggris, dan Prancis. Selain untuk mengangkat gengsi negara, banyak pemain andal yang memperkuat tim-tim finalis dengan harapan bisa menjadi bintang tahun ini. Siapakah mereka? Banyak mata melirik Diego Maradona dari Argentina. Dialah, karena kondisi fisik dan kematangan pribadinya dalam usia seperempat abad saat ini, yang disebut-sebut bakal menjadi bintang sepak bola tahun ini (lihat Di Meksiko, Nasib Ditentukan). Akan berhasilkah Maradona? Ia memang harus membuktikan kebolehannya di hadapan penonton, yang membeli karcis US$ 3 hingga US$ 50 di pelbagai stadion di Meksiko. Atau menonton lewat layar televisi yang dipancarkan langsung oleh Televisa, milik pemerintah. Negara yang ingin menyiarkan langsung pertarungan 24 finalis dunia itu harus membayar Rp 240 juta pada Televisa. Setidak-tidaknya, 125 negara, termasuk Malaysia, sudah merencanakan menyiarkan langsung 52 pertandingan di Meksiko itu. Tapi penonton Indonesia, apa boleh buat, harus bersabar, karena TVRI ternyata hanya menyiarkan langsung pertandingan final pada 29 Juni 1986 dinihari. Berapa total penerimaan yang bakal diterima Meksiko sebagai penyelenggara kejuaraan? Jumlah pasti belum bisa disebutkan. Tapi ancar-ancar seorang konsultan menyebut jumlah penerimaan kotor seluruh pertandingan itu sekitar US$ 77 juta. Piala Dunia memang sebuah kejuaraan bergelimang dolar. Bahkan setelah kejuaraan ditutup pun, jutaan dolar lagi bakal mengalir ke kantung para pemain yang timnya menang. Juara bertahan Italia, misalnya, menjanjikan bonus sekitar US$ 125.000 bagi setiap pemainnya jika mereka berhasil mempertahankan gelar juara. Marah Sakti, Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini