Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Piala Dunia, Di Negeri Yang Resah

Argentina, penyelenggara piala dunia, masih diliputi keresahan sejak perebutan kekuasaan oleh jend. Raphael Videla. Demi reputasi di dunia international, turnamen sepak bola ini punya arti politis. (or)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKAN lalu, 84 orang wanita Argentina telah memilih pentas yang tepat untuk mengungkapkan hati nurani. Mereka adalah anggota sebuah kelompok pembela hak-hak asasi manusia yang dikenal dengan julukan 'wanita-wanita gila dari Plaza de Mayo'. Mereka adalah sebagian dari para ibu atau isteri 7.000 pria yang ditangkap oleh orang-orang bersenjata, sejak perebutan kekuasaan di Argentina, 2 tahun silam. Kepala Negara Argentina sekarang adalah Jenderal Raphael Videla. Jeritan hati nurani kaum hawa yang kehilangan anak atau suami itu tertuang dalam surat yang disampaikan kepada 348 pemain dari 16 negara finalis turnamen Piala Sepakbola Dunia yang akan bertarung di negeri mereka. "Ribuan orang-orang sebaya kalian telah menghilang tanpa sebab di Argentina," tulis mereka. "Kami merasa wajib untuk memberi tahu kalian, bintang-bintang sepakbola 1978, bahwa negara ini memiliki wajah lain, muka yang sangat sedih. Karena itu kami ingin menyampaikan bahwa keluhuran pertandingan hendaknya tidak membutakan kalian terhadap apa yang terjadi di sini." Sejak militer mengambil alih tampuk pemerintahan, wajah Argentina memang tampak agak lain dalam pergaulan internasional. Belum lagi kecemasan yang ditimbulkan oleh aksi teror gerilyawan Monteneros. Kini negeri yang riuh dan panas itu sedang diuji. Gambaran miring orang luar tentang Argentina dicoba pemerintah untuk dipulihkan lewat penyelenggaraan kejuaraan sepakbola dunia. Bagi Argentina memang tak ada pilihan lain untuk memulihkan wajah guram mereka selain melalui olahraga. Langkah ini juga pernah diambil oleh diktator Benito Mussolini dengan menjadi tuan rumah kejuaraan sepakbola dunia pada tahun 1934 untuk mempropagandakan partai Fasis Italia. Dan ia berhasil. Untuk memulihkan pandangan buruk dunia internasional itu, Argentina pun tak kurang melakukan langkah spektakuler. Terutama dalam soal keamanan. Dari 800 juta dolar AS yang dikeluarkan untuk biaya penyelenggaraan, sebagian besar dipergunakan untuk ongkos pengamanan. Mulai dari pembelian alat pendeteksi bom mutakhir dari Israel, sampai dengan mempersenjatai ribuan prajurit khusus. Unjuk kekuatan dalam soal keamanan ini diambil Argentina adalah untuk menghindarkan terjadinya teror yang bisa makin merusak bayangan orang luar mengenai mereka. Lagi pula mereka telah menolak keinginan negara peserta untuk membawa pasukan keamanan sendiri. "Mereka tak perlu kuatir," kata Dubes Argentina di Jakarta, Puncnalin Alberto. "Pasukan keamanan kami cukup mampu untuk menjamin keselamatan mereka." Ucapan itu memang mereka buktikan. Tim Brasilia, pemegang abadi Piala Jules Rimet, lambang supremasi sepakbola sebelum Piala FIFA diberi pengawalan yang amat ketat. Prajurit-prajurit dengan senjata panjang dan pistol terus mondar-mandir di sekeliling tempat penginapan mereka di Mar del Plata. Wartawan hanya diizinkan mengunjungi mereka dua kali sehari. Juga tim Jerman Barat, pemegang gelar tahun 1974. Mereka hanya bisa didekati oleh orang-orang yang punya izin khusus. Hotel mereka yang terletak 70 km dari Kordoba diberi rintangan pengamanan elektronik. Setiap meter tampak petugas melakukan patroli. Mereka adalah sebagian dari 3.000 pasukan berseragam yag ditugaskan di Kordoba. Dan kepada penduduk sudah diumumkan larangan untuk mendekati stadion pada malam hari. Sebegitu jauh memang belum terdengar keluhan dari 16 negara peserta mengenai masalah keamanan. Kecuali 3 pemain Skotlandia yang sempat berurusan dengan polisi, ketika mereka berkeluyuran setelah matahari terbenam. Yang merasakannya baru wartawan harian Vos del Interior. Ia ditahan di bandar udara Kordoba sewaktu mewawancarai kesebelasan Peru mengenai keamanan tersebut. Pita perekamnya disita. Ketatnya tindakan pengamanan yang dilakukan pasukan Argentina -- barangkali yang terketat dalam sejarah olahraga -- adalah penerusan dari apa yang dirintis Uruguay, ketika menjadi tuan rumah dari Kejuaraan Sepakbola Dunia I tahun 1930. Di stadion Centenary, Montevideo waktu itu pengunjung tak ada yang luput dari pemeriksaan keras dari penjaga. Tempat pertandingan dilingkari petugas dengan bayonet terhunus. Juga diadakan di daerah perbatasan. Uruguay yang mencatat kemenangan 4-2 atas tim Argentina di final, ternyata harus menebus mahal kemenangan tersebut. Karena esok harinya, konsulat mereka di Buenos Aires, Argentina dilempari batu oleh sekelompok demonstran. Kejutan Italia Turnamen yang tak jarang melibatkan emosi ini, idenya lahir di Paris, tahun 1904 dari 4 orang tokoh olahraga Perancis. Salah seorang di antara mereka adalah diplomat Jules Rimet. Mereka inilah pendiri dari Federasi Sepakbola Internasional (FIFA). Jules Rimet yang namanya diabadikan 26 tahun kemudian pada piala yang menjadi lambang supremasi sepakbola dunia itu, juga merupakan Presiden FIFA terlama. Ia menduduki kursi tersebut dari tahun 1921-1954. Piala Jules Rimet itu telah milik tetap kesebelasan Brasilia, setelah mereka meraih gelar juara dunia 3 kali. Tahun 1938, tim Italia kembali membuat kejutan. Piala Jules Rimet yang mereka renggut dari tangan Uruguay di kandang sendiri pada tahun 1934 setelah mengalahkan Cekoslowakia 4-2, kembali mereka pertahankan di Perancis. Dalam final mereka mengunci ketrampilan kesebelasan Hungaria dengan angka 4-2. Piala itu tetap tersimpan di sana sampai tahun 1950 -- selama 12 tahun tersebut tak ada pertandingan karena dunia sedang dilanda perang. Tahun 1950, pertarungan kembali dilanjutkan. Kali ini di Brasilia. Tapi tim Brasilia gagal memboyong piala. Dalam kompetisi babak final yang diikuti oleh Uruguay, Swedia, dan Spanyol, mereka kalah angka dari Uruguay. Pertandingan yang diadakan di stadion Maracana, Rio de Janeiro yang berkapasitas 200.000 pentonton itu disaksikan oleh 199.000 pengunjung. Jumlah penonton tersebut sampai sekarang masih tercatat sebagai rekor dunia. Empat tahun kemudian, piala Jules Rimet kembali ke Eropa. Tim Jerman Barat memboyong lambang supremasi tersebut, setelah menundukkan kesebelasan Hungaria 3-2 di Swiss. Kehilangan peluang lagi di Swiss, dalam turnamen berikutnya di Swedia, kesebelasan Brasilia mulai memperlihatkan keunggulan. Di final mereka memukul tuan rumah dengan angka 5-2. Hari-hari cerah tim Brasilia hadir bersamaan dengan munculnya Pele -- ketika itu berusia 17 tahun. Juga dalam pertandingan berikutnya di Chili. Mereka kembali memperlihatkan kelebihan atas finalis Cekoslowakia dengan angka 3-1. Tapi nasib tim Brasilia ditentukan lain 4 tahun kemudian di Inggeris. Bahkan untuk mencapai final saja mereka pun tak mampu. Tahun 1966 adalah tahun kemenangan bagi kesebelasan Inggeris. Mereka mengalahkan Jerman Barat 4-2 setelah melalui perpanjangan waktu 2 x 15 menit. Si Total Baru di Meksiko, tahun 1970 tim Brasilia menemui bentuknya kembali. Mereka secara meyakinkan mengalahkan Italia dengan angka 4-1 di final. Kemenangan itu sekaligus mengukir nama mereka dalam sejarah sepakbola dunia, sebagai pemegang retap piala Jules Rimet. Dan pertandingan ini adalah partisipasi terakhir Pele dalam kejuaraan sepakbola dunia. Turnamen 1974 di Jerman Barat, dunia dikenalkan dengan pola permainan baru yang disebut total football. Sistim yang melibatkan semua pemain di berbagai lini ini diperkenalkan oleh kesebelasan Belanda. Sayang, mereka akhirnya kesandung di kaki pemain Jerman Barat, setelah lebih dahulu unggul 1-0. Pertandingan berakhir 2-1 untuk lawan. Tapi bintang lapangan mereka, Johan Cruyff akan tetap dikenang. Dalam kejuaraan kali ini Cruyff tidak ikut memperkuat tim Belanda. Di Argentina, favorit untuk menjuarai turnamen kini adalah Brasilia, Argentina, Jerman Barat, Belanda dan Skotlandia -- urutan berdasarkan pasar tarohan. Brasilia diunggulkan dengan angka 2-1. Argentina 4-1, Jerman Barat 7-1, Belanda 8-1, dan Skotlandia 9-1. Tim lain berkisar antara 10 sampai 23 lawan 1. Kecuali Iran dan Meksiko 500-1, serta Tunisia 1000-1. Mungkinkah kesebelasan Argentina menjungkir-balikkan pasar tarohan itu? Tampaknya bukan mustahil. Bagi mereka pertandingan ini punya arti tersendiri (baca: politis). Baik untuk konsumsi dalam maupun luar negeri. Jika mereka gagal, gelombang demonstrasi kelihatannya suatu hal yang bakal tak terelakkan. Sebagaimana kata seorang pengamat politik di sana, "kelanjutan rezim sekarang akan banyak ditentukan oleh turnamen sepakbola dunia ini. " Artinya, kalau mereka tak berhasil, ya makin repot. Penekanan serupa juga tersirat dari ucapan Jenderal Andres Ferrero, Komandan Pasukan Militer Buenos Aires. "Pandangan-pandangan luar negeri mengenai masa depan negeri ini, baik atau buruk, banyak tergantung dari hasil penyelenggaraan kejuaraan dunia sekarang," katanya kepada pers. Turnamen berlangsung dari tanggal 1 s/d 25 Juni ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus