SHAHID Hussain, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Timur Jauh dan
Pasifik, banyak memuji kemajuan ekonomi yang dicapai Indonesia
selama ini. Itu dikemukakannya dalam pidato di sidang IGGI yang
baru lalu. Orang penting Bank Dunia itu mengemukakan juga
kekhawatirannya akan impor beras yang masih akan besar dan
kemungkinan berkurangnya produksi minyak di Indonesia. Tapi
umumnya gambaran tentang ekonomi Indonesia, yang didasarkan pada
laporan Bank Dunia 1977, dinilai cukup baik (TEMPO, 3 Juni).
Ternyata belum semua isi laporan Bank Dunia itu agaknya
diungkapkan oleh Shahid Hussain. The Asian Wall Street Journal
(29 Mei) mengemukakan pula bagian laporan Bank Dunia yang
selesai menjelang sidang IGGI. Lembaga internasional yang
berpusat di Washington itu telah menganjurkan perlunya
"prioritas" baru dalam beleid pembangunan di Indonesia.
Disebutkan agar Indonesia memfokuskan strategi pembangunannya
pada bidang-bidang yang mampu menyerap banyak tenaga kerja,
terutama di sektor pedesaan, dan harus dikelola demikian rupa
hingga memungkinkan pemerataan pendapatan di pedesaan. Juga
ditekankan perlunya dicari upaya untuk mempertahankan agar hasil
ekspor tidak berkurang, termasuk minyak. Tadinya diketahui,
membaiknya ekspor non-minyak tahun lalu terutama disebabkan
harga pasaran internasional yang di atas angin. Dalam tahun 1978
ini, harga itu sudah kentara tak sebaik tahun lalu.
Strategi Pangan Lain
Anjuran penting lain adalah agar Indonesia menciptakan suatu
strategi pangan nasional di luar beras meningkatkan investasi
swasta untuk barang-barang ekspor dan menggalakkan kembali
ekspor yang tradisionil, terutama karet. Dianjurkan pula agar
dilakukan pengerahan dana pembangunan dengan cara memperbaiki
sistim pemungutan penghasilan dalam negeri dan
perusahaan-perusahaan negara.
Seruan di atas merupakan bagian dari sebuah laporan besar yang
kabarnya sedang disiapkan Bank Dunia dan diharapkan selesai
tahun ini juga. Secara mendalam akan dikemukakan di situ
"Pokok-pokok masalah ekonomi dan sosial yang akan dihadapi
Indonesia dalam tahun-tahun mendatang." Mereka khawatir bahwa
kemungkinan berkurangnya penghasilan dari minyak di kemudian
hari akan bisa menghambat investasi pemerintah. Mereka juga
menilai beban hutang luar negeri yang semakin besar akan membuat
pemerintah terpaksa "mengerem untuk melanjutkan
pinjaman-pinjaman komersiil."
Laporan konfidensial Bank Dunia yang 26 halaman itu, diperkuat
lagi dengan laporan konfidensial dari Badan Moneter
Internasional (IMF), yang senada bunyinya. IMF juga melihat
kemungkinan menurunnya penghasilan dari minyak, yang
diperkirakan akan terasa paling tidak dua tahun lagi, akan
mempengaruhi porsi pembangunan dalam tahap Pelita III. Sejalan
dengan Bank Dunia, IMF juga menganjurkan menu orang di Indonesia
dialihkan dari beras ke bahan-pangan lainnya.
Apa yang dikhawatirkan kedua badan internasional itu
sesungguhnya sudah lama menjadi keprihatinan di Indonesia. Tapi
karena kali ini Bank Dunia dan IMF sendiri yang bicara begitu,
tentu lain lagi bobotnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini