Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Rossini, sekali-kali

Grup la scala dari milan mementaskan opera il barbiere di sivinglia (tukang pangkas dari sevilla) di rri jakarta. dialog dalam bahasa italia dengan sutradara ny. elio pascarelli, istri dubes italia. (ter)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANGERAN minta pemangkas rambut yang bernama Figaro untuk menjadi comblang. Pangeran ini Pangeran Almaviva, dalam opera Il Barbiere di Siviglia (Tukang Pangkas dari Sevilla) karya G.A. Rossini (1792-1868), yang dipentaskan di Studio V RRI Jakarta 26, 28 dan 30 Mei barusan. Siapa gadis yang diincar Pangeran? Namanya Rosina, anak orang kaya dan cantik tentunya, yang pernah bertemu di sebuah taman. Sialnya, sang perawan selalu dijaga oleh Bartolo, pengasuh sejak kecil yang juga merangkap sebagai dokter pribadi -- yang ternyata bernafsu juga mempersunting Si Rosina. Maka atas usul si tukang pangkas, Pangeran menyamar sebagai serdadu yang pura-pura mabuk -- lantas ingin menumpang bermalam di rumah Rosina, begitu. Benar. Sang perawan jatuh hati pada itu serdadu. Tapi acara mereka berdua terputus oleh masuknya Basilio, guru musik Rosina. Betapapun, misi sang pangeran yang menyamar akhirnya toh gagal. Dan babak pertama berakhir. Turut Diimpor Ketika lampu ruangan menyala, tampaklah di kursi paling depan di malam pertama itu Ny. Tien Soeharto dan Ny. Nelly Adam Malik, di samping Ny. Ali Murtopo dan para tuan & nyonya duta besar (sementara di malam kedua kelihatan Ali Sadikin). Hadirin, yang memegang karcis berharga Rp 5.000 sampai Rp 10.000, baik orang asing atau pribumi, boleh dibilang berjubel namun tertib. Jadi inilah kiranya pertunjukan "internasional": yang memainkannya tak lain Grup La Scala dari Milan. Di situ terselip pula wanita bernama Emmy Aritonang Tranggono -- yang bermukim di Italia dan juga turut diimpor. Dialah yang jadi sang puteri yang diperebutkan itu. Sementara sutradara pada pementasan ini dicantumkan sebagai Ny. Elio Pascarelli, isteri Duta Besar Italia -- yang suaminya sudah lebih dulu membuka pementasan dengan pidato. Panggung berubah. Di tengah diletakkan seperangkat kursi gaya kuno, di atasnya lilin dan tangkai pena bulu. Dinding belakang digantungi dua lukisan tua. Lalu meja, lalu botol-botol minuman keras. Biasa. Lampu biru redup. Sekarang sang pangeran menyamar lagi -- sebagai pendeta, dan memperkenalkan diri sebagai guru musik yang menggantikan guru yang sebenarnya, yang waktu itu kebetulan lagi sakit. Si puteri lantas belajar musik, biasa, sambil berkencan -- sementara si tukang cukur mengambil inisiatif mencukur sang pengasuh supaya tidak mengganggu. Tapi tiba-tiba si guru musik yang sebenarnya, datang. Memang ia berhasil disuruh pulang -- disogok segenggam emas. Tapi berikutnya toh datang lagi dengan membawa seorang notaris atau apa, buat meresmikan pernikahan si pengasuh denan sang puteri. Tentu saja semua rencana buyar. Tapi apa Pangeran lantas gagal oh, tidak. Nanti hadirin tidak senang. Pangeran pasti berhasil adapun caranya, sebenarnya tak begitu penting. Sebab yang penting dalam opera memang seni suara -- lewat mana seluruh karya dibawakan. Sebagai gubahan utuh itulah Beethoven pernah memujinya dan mengatakan: "Karya ini akan selalu dimainkan selama opera Italia ada." Tak jelas, apakah para penonton pribumi dapat menangkap keindahan itu. Karena semua dialog berlagu itu diucapkan dalam bahasa Italia, kadang penonton memang tak bisa menahan diri untuk sedikit grrr. Sanggar Susvara Ada rasa kesal juga -- meski berhasil diimbangi oleh kicauan merdu bintangbintang La Scala dengan penguasaan tubuh yang memang dilatih untuk itu. Maklum mereka paling sedikit sudah 50 kali memerankan watak yang sama -- setidak-tidaknya Gennaro De Sica, penyanyi tenor yang berperan sebagai pangeran. Penampilan Emmy sendiri tampak berimbang dengan yang lain-lain. Adapun yang terasa agak kaku adalah gerak para pengiring yang juga bertindak sebagai pasukan, yang hanya memikirkan tarikan suara. "Kita latihan terpisah, dan hanya tiga minggu," kata Deddy Lesmana. "Naskah ini tidak terlalu berat. Sayangnya kita kurang latihan," kata Rose Pandanwangi pula. Dibanding opera-opera lain (di TIM) sebelumnya (baik dari Sanggar Susvara maupun Lembaga Indonesia-Amerika), ada bau persahabatan antar negara dalam penyelenggaraan kali ini. Sponsornya adalah Kedutaan Italia, Lembaga Persahabatan Indonesia-Italia dan Departemen Penerangan RI. Paduan suara dipimpin oleh Richard Haskin dari LIA sedang Trisutji Djuliati Kamal bertindak sebagai pianis dan Gino Wakkary sebagai pemain gitar. Sekali-sekali, tak apalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus