SUPERMASI bulutangkis puteri Indonesia tak ayal kini sedang
terancam. Bayang-bayang menakutkan itu tercermin dari prestasi
yang muncul dalam PON IX, pekan lampau.
Meski turnamen menampilkan pemain muda usia seperti Ivana, Wong
Mei Fong, maupun Tiwuk Lestari, tapi mereka kesandung dalam
pertarungan yang tak imbang dengan pemain puncak Verawaty, Tati
Sumirah. Sri Wiyanti Imelda, Utami Dewi, maupun pasangan ganda
Theresia Widyastuti dan Regina Masli. Kecuali Verawaty. Sri
Wiyanti serta minus Minarni, kelima nama lainnya adalah pemain
inti yang memboyong lambang supremasi bulutangkis wanita, Piala
Uber dalam percaturan beregu dunia di Istora, Senayan, Juni 1975
silam.
Harapan Ikut Melorot
Dua tahun lalu maupun sekarang, pergeseran prestasi di kalangan
kaum hawa tersebut memang tak berobah banyak. Selain penampilan
Verwaty, juara nasional perorangan 1976 yang tetap
mempertahankan ketrampilannya dalam PON IX sebagai peraih medali
emas. Juara PON VIII tahun 1973 dipegang oleh Tati Sumirah. Tapi
yang merisaukan kini adalall pemain andalan tersebut
memperlihatkan grafik kebolehan yang menurun.
Misalnya, Verawaty. Sejak menjadi runner-up dalam invitasi
bulutangkis Asia di Bangkok, Maret 1976, ia hampir tak
memperlihatkan lagi kcjutan serupa di peringkat kejuaraan
internasional. Dalam turnamen All England 1977, ia hanya mampu
mencapai ronde ketiga. Ia kalah atas Paula Kilvington, pemain
Inggeris yang tak begitu terkenal dalam rnaraton set: 11-0,
9-11, dan 6-11. Juga Tati Sumirah dan pasangan Theresia
Widyastuti/Regina Masli mengalami nasib serupa di sana.
Bertolak dari kemerosotan mutu pcrmainan itu, harapan yang
tersisa bagi tim puteri Indonesia untuk mempertahankan Piala
Uber, Juni 1978 tampak ikut melorot. Mengingat pemain yang bakal
turun ke Selandia BarLI, tempat pertandingan Piala Uber tak akan
berkisar dari materi di atas. Dengan pemain tersebut. peluang
bagi Indonesia dalam menglladapi regu Inggeris maupun Jepang -
kedua tim ini diramalkan sebagai calon penantang dan punya kans
yang besar untuk menjadi juara - tak lebih dari 30 banding 70.
Minarni Masih Bisa
Peluang yang tipis itu masih bisa dikatrol menjadi 50-50.
Persyaratannya, beberapa nama yang mungkin terpilih tersebut
susunannya dirobah secara drastis. Untuk pasangan ganda.
Widyastuti harus diceraikan dari Regina Masli, dan kemudian
dijodohkan kembali dengan Imelda Wiguna. Karena dua nama yang
disebut pertama, tak lagi memperlihatkan ketrampilan yang
tangguh. Regina yang gemuk tampak sudah kehilangan sentuhan
maupun kecepatan dalam membaca permainan lawan. Ia kelihatan
sudah merasa mapan sebagai pemain ganda terkuat di Indonesia
untuk saat ini. Sehingga variasi pemlainannya menjadi tumpul.
Widyastuti pun tak lebih dari itu.
Tapi Widyastuti masih mempunyai potensi sebagai pengatur
serangan. Penempatan bolanya masih baik seperti dulu.
Permainannya akan lebih hidup, jika ia dikembalikan berpasangan
dengan lmelda. Sebab secara perorangan, Imelda mempunyai
kelebihan dalam segala hal dibandingkan Regina. Baik dalam
strokes maupun smash yang mematikan. Hubungan pribadi keduanya
pun cukup intim.
Akan pasangan lain dalam pertandingan Piala Uber, pasangan ganda
meraih 4 angka kemenangan -- calonnya adalah Verawaty dengan Sri
Wiyanti atau Minarni. Bekas ratu bulutangkis Indonesia yang
disebut terakhir ini masih bisa diharapkan, asalkan ia mau
mengorbankan waktu lebih banyak untuk latihan. Bukankah Etsuko
Toganoo ataupun Hiru Yuki, bintang All England 1977 seangkatan
dengan Minarni?
Sekiranya Minarni, 33 tahun, sanggup memulihkan kondisinya
sebaik penampilan dalam turnamen Piala Uber, 1975 mutu
ketrampilannya bermain ganda dengan Verawaty cukup meyakinkan
untuk meraih angka. Variasi pemlainannya masih bisa diandalkan
sebagai pengatur serangan, sementara Verawaty berperan menjadi
tukang smash setiap pengembalian lawan.
Akan pasangan bayangan Verawaty/Sri Wiyanti sebetulnya juga
potensi yang meyakinkan. Hanya saja, Sri Wiyanti kurang
pengalaman dibandingkan Minarni. Tapi jelas akan lebih baik,
jika Verawaty dikawinkan dengan Tati Sumirah seperti yang dicoba
PBSI Jaya dalam PON IX. Pasangan Verawaty/Tati Sumirah meraih
medali perak PON IX setelall dikalahkan oleh Widyastuti/Regina
Masli. Tapi medali perak PON IX itu bukanlah ukuran kemampuan
pasangan untuk diterjunkan ke kejuaraan internasional. Kelemahan
gandawati Jakarta ini terletak pada Tati Sumirah. Ia adalah
tipikal pemain tunggal yang sulit menjalin kerjasama pasangan.
En Bloc
Untuk pemain tunggal, pilihannya pun tak banyak. Orangnya adalah
Verawaty, Sri Wiyanti, Widyastuti dan cadangan tempat bagi
Ivana. Tiga nama pertama telah teruji kemampuannya. Karena
mereka sering kalah-menang dalam perbedaan angka yang kecil. Dan
punya pengalaman internasional yang banyak. Cuma Ivana yang agak
kurang sedikit. Tapi ia adalah bintang yang sedang menanjak dan
berbakat.
Tapi nama-nama bayangan itu tidak akan ada artinya, bila suasana
mandul di kalangan Pengurus Besar PBSI tak terobati. Penggemar
maupun pemain-pemain top PBSI di belakang pengurus sedang
melancarkan kampanye agar pengurus lama memberi kesempatan pada
generasi yang lebih muda untuk memegang kembali PBSI. Tapi
nampaknya ini sulit tercapai. Karena dalam Kongres PBSI yang
berlangsung di Pandaan Jawa Timur tanggal 10 dan 11 Agustus,
pengurus lama en bloc akan mempertahankan diri .... sampai tua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini