TURNAMEN balap sepeda memperebutkan piala Walikota Jakarta
Utara ke-7 tak ayal digenjot protes keras. Ini terjadi selepas
nomor lomba 100 km Team Time Trial yang mengambil rute Cilincing
- Bekasi - Gunung Puteri Bekasi - Cilincing Kamis pekan lalu.
Keberhasilan tim Jawa Tengah menguntit regu pelatnas dengan
perbedaan tempo 2 menit 12,9 detik dianggap tidak sah oleh tim
manager Sulawesi Seiatan, Basri. Alasannya: ketentuan memelihara
jarak minimal 25 m antar masing-masing tim dan 2 m untuk sisi
kiri dan kanan, sering dilanggar oleh tim Jawa Tengah yang
mencatat waktu tempuh 2 jam 29 menit 33,1 detik. "Banyak yang
melihat kejadian itu", ujar Basri kesal. "Bahkan di tikungan
Citeureup mereka melakukannya dengan cara yang lebih menyolok
lagi".
Ketidak-sportifan tim Jawa Tengah, seperti yang dituduhkan
Basri, adalah bahwa begitu mereka berhasil menempel regu
pelatnas, mereka tak mau memperlebar jarak lagi. "Dengan cara
demikian, mereka 'kan jadi ikut tertarik oleh regu pelatnas",
lanjut Basri.
Benarkah tim Jawa Tengah berbuat seperti yang dicurigai tim
manager Sulawesi Selatan? Pembalap pelatnas, Sutiyono
membenarkan kejadian itu. "Tim Jawa Tengah memang menempel kita
terus", kata Sutiyono. Artinya: mereka mengambil jarak kurang
dari 25 m. "Itu sering mereka lakukan, tapi kami mau berbuat
apa? Yang teledor dalam hal ini adalah pimpinan perlombaan".
Menarik nafas sebentar, Sutiyono pun sampai pada kesimpulan:
"Seharusnya mereka didiskwalifikasi".
Nara Utama Mengakui
Jalan ke luar dari kemelut saling menempel ini bukan tak ada.
Formasi mereka harus dipecah. Satu ditempatkan pada jalur kiri
jalan, sedang yang lainnya menempati sisi kanan. "Kami bukannya
tak tahu peraturan itu", tangkis pimpinan perlombaan, Nara
Utama. Tapi, "kan sulit menutup jalan ekonomi Jakarta-Cibinong
dari kendaraan umum".
Nara Utama tidak menolak tuduhan yang dilontarkan pimpinan regu
Sulawesi Selatan. Ia bahkan mengakui penempelan tersebut terjadi
sampai beberapa kali. Tapi, "itu adalah ekses dari jalanan
umum", dalih Nara Utama. Untuk memperkuat alasannya- itu, Nara
Utama tak kurang mempersoalkan kepentingan masyarakat ibukota.
"Kalau jalahan itu mau ditutup, sayur yang mau dikirim ke
Jakarta bisa busuk, dong. Ini 'kan lebih berabe lagi".
Yang tak kurang repot dengan tuduhan Basri dan penjelasan
Sutiyono adalah regu Jawa Tengah. "Siapa bilang kami menempel
terus", bantah pembalap Jawa Tengah, Seno Sudono panas. "Namanya
berlomba di jalanan umum dan kendaraan banyak pula lagi, ya
mungkin saja terjadi dua tim yang berurutan saling menempel.
Tapi, itu 'kan tidak sering".
Pembalap Jawa Tengah yang lain, Slamet Riyanto tiba-tiha
menyela. "Bagaimana kita bisa dibilang menempel. Bukankah
Hardley Davidson (sepeda motor ukuran besar yang biasanya
dipakai oleh Polantas) panitia cukup leluasa untuk menari-nari
guna memelihara jarak minimal 25 m itu?". Ia kemudian
menambahkan alasan tempo untuk memperkuat dalilnya: "Lihat saja,
waktu tiba kami di finish 'kan berselisih cukup lama toh?".
Kian Meruncing
Silat lidah antara dua fihak yang bertentangan tersebut ternyata
tidak membuahkan suatu kesepakatan Kian meruncing, malah. Tim
Sulawesi Selatan tak ayal menyatakan pengunduran diri untuk
kegiatan selanjutnya. Penarikan diri tim Sulawesi Selatan itu
segera diikuti oleh tim DKI Jakarta, klab Tovo, Garuda, dan
Sunan Giri. Menurut seorang pembalap DKI Jakarta, pengunduran
diri keempat tim yang disebut belakangan ini adalah sebagai
sikap solidaritas terhadap protes Sulawesi Selatan.
Mendengar tim DKI Jakarta ikut mengundurkan diri, Erwin
Baharuddin selaku Keta KONI dan pucuk pimpinan Pengurus Daerah
ISSI (Ikatan Sport Sepeda Indonesia) Jaya tak urung
uring-uringan juga dibuatnya. Sebab hasil tim DKI Jakarta dalam
turnamen ini akan dipergunakannya sebagai penilaian untuk PON IX
nanti. "Apa-apaan anak-anak ini?", gerutu Erwin Baharuddin ke
alamat tim DKI Jakarta. "Kampungan semua". Maksud Erwin
Baharuddin, kenapa soal protes tersebut tidak diselesaikan
secara baik-baik saja. Tidak perlu sampai terjadi pengunduran
diri segala.
Dan Erwin Baharuddin tampak lebih terpukul lagi oleh tingkah
penarikan diri tim DKI Jakarta yang berdasarkan solidaritas itu.
Ketika dalam pertandingan terakhir, Sabtu 23 April pagi, ia
melihat tim Sulawesi Selatan turun ke arena pertandingan
kembali. "Kami 'kan hanya menarik diri sementara", alasan Basri
ketika ditanya oleh wartawan tentang ikut sertanya mereka
kembali.
Bagaimana dengan tim DKI Jakarta? "Sebetulnya saya sudah
perintahkan mereka untuk masuk kembali", ucap Erwin Baharuddin
Tapi perintah itu tidak ditaati oleh anak asuhannya Entah apa
alasan mereka. Karena tak seorang pun di antara mereka yang mau
buka mulut. "Pokoknya, kejadiaul ini betul-betul memalukan nama
Jakarta", gerutu Erwin Baharuddin.
Memalukan atau bukan, di antara keempat manager tim yang ikut
menyatakan solidaritas terhadap protes regu Sulawesi Selatan
(notabene adalah anggota ISSI Jaya) ada yang sama sekali tidak
melihat pelanggaran seperti yang dituduhkan Basri. Wah, cilaka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini