Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pukulan Geledek Gadis Pemalu

Petenis Naomi Osaka meraih gelar juara Grand Slam perdananya dengan mengalahkan idolanya, Serena Williams. Suka bermain video game dan menghindari keramaian karena merasa canggung.

22 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Naomi Osaka saat turnamen Pan Pacific Open di Tokyo, Jepang, Rabu pekan lalu. -AP/Eugene Hoshiko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEMURUH tepuk tangan dan sorakan fan Jepang membahana di Stadion Tachikawa Tachihi, Tokyo, kala Naomi Osaka berjalan memasuki lapangan, Rabu pekan lalu. Petenis unggulan ketiga dalam turnamen Pan Pacific Open itu kian mempesona penonton karena bisa menaklukkan petenis Slovakia, Dominika Cibulkova, dengan skor 6-2 dan 6-1 untuk mencapai babak perempat final.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Naomi tidak menyia-nyiakan dukungan suporter tuan rumah untuk tampil bagus di negeri kelahirannya itu. Bagi Naomi, pertandingan terasa istimewa karena itu laga perdananya setelah ia menyandang gelar juara turnamen Grand Slam Amerika Terbuka pada Sabtu tiga pekan lalu. "Aku sangat senang karena tahu banyak yang akan menonton. Terima kasih banyak atas dukungannya," kata petenis 20 tahun itu seperti ditulis Japan Times.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sukses meraih trofi Grand Slam, Naomi menjadi idola baru di dunia tenis, terutama warga Jepang. Selama ini, Jepang lebih dikenal memiliki Kei Nishikori sebagai andalan mereka dalam kompetisi tenis papan atas. Namun Naomi adalah petenis keturunan Jepang pertama yang sukses menjuarai satu di antara empat seri turnamen profesional tertinggi itu.

Kemenangan Naomi makin disambut meriah karena ia mengalahkan petenis putri terbaik dunia, Serena Williams. Dalam final yang berlangsung di Stadion Arthur Ashe, New York, Amerika Serikat, itu, Naomi menang dua set langsung, 6-2 dan 6-4. Ia pun menjadi petenis putri ketiga, setelah Ana Ivanovic dan Jelena Ostapenko, yang menjuarai Grand Slam pertama pada usia 20 tahun dalam satu dekade terakhir.

Memiliki kewarganegaraan Amerika dan darah orang Haiti dari ayahnya, Leonard Francois, Naomi memutuskan membela Jepang, yang juga negara asal ibunya, Tamako Osaka. Gadis yang menetap di Amerika sejak berusia tiga tahun itu mengaku tergugah hatinya ketika banyak suporter Jepang mendukungnya dan bendera Jepang berkibar di tribun saat ia bermain.

Meski memilih Jepang, Naomi tetap menjadi idola warga Haiti. Apalagi dia juga membanggakan garis keturunan Haiti-nya. "Dia membantu kami mewujudkan citra positif tentang Haiti lewat penampilannya di dunia tenis," ujar Menteri Kepemudaan Haiti Regine Lamur seperti dilaporkan HaitiLibre, pekan lalu.

Adalah Francois yang memperkenalkan Naomi kepada tenis sejak kecil. Bergantian dengan Tamako, Francois menemani Naomi dan adik perempuannya, Mari, berlatih tenis di klub tenis lokal. Keduanya selalu menonton pertandingan Naomi. Di tengah dilema keluarga besar istrinya yang menentang hubungan mereka-perkawinan antar-ras kerap dianggap sebagai masalah besar di Jepang-satu dekade lalu, Francois justru mantap menyatakan Naomi dan Mari harus bermain untuk Jepang.

Kegigihan berlatih bersama David Taylor, pelatih yang pernah menangani juara tenis Samantha Stosur, membuat Naomi menjadi petenis yang tangguh dan kompetitif serta memiliki pukulan keras. Dia adalah satu di antara sedikit petenis putri yang bisa memukul bola dengan kecepatan lebih dari 160 kilometer per jam. Ia memiliki kemampuan itu sejak berusia 16 tahun. "Dia bisa memanfaatkan kekuatannya di setiap lini lapangan," tutur pelatihnya, Sascha Bajin.

Bajin, yang melatih Naomi sejak Desember tahun lalu, biasa adu kuat memukul bola dalam beberapa sesi yang masing-masing berlangsung tiga menit-sepuluh kali lebih panjang daripada rata-rata durasi rally dalam pertandingan. Dalam satu sesi latihan yang menguras tenaga itu, Naomi bisa memukul bola lebih dari 80 kali.

Pengalaman Bajin ikut membentuk karakter permainan Naomi. Bajin pernah menjadi rekan tanding Serena Williams, yang dikenal memiliki pukulan forehand dahsyat, selama delapan tahun. Bajin juga pernah bekerja sama dengan sejumlah petenis putri top lain, seperti Sloane Stephens, Victoria Azarenka, dan Caroline Wozniacki. Menurut pelatih 33 tahun asal Jerman itu, kekuatan pukulan Naomi sudah seperti Williams saat mereka bermain dulu. "Aku yakin dia masih bisa berkembang."

Kemampuan itu mengantar Naomi meraih gelar turnamen Asosiasi Tenis Wanita pertamanya di Indiana Wells, California, Amerika Serikat, pertengahan Maret lalu. Naomi sebenarnya bukan petenis unggulan, tapi ia berhasil menaklukkan sederet pemain top dunia: Maria Sharapova, Karolina Pliskova, dan petenis peringkat pertama, Simona Halep. Peringkatnya melejit 51 tingkat ke posisi ke-17. "Aku selalu bermain lebih baik jika melawan petenis yang peringkatnya lebih tinggi," ucapnya.

Perkembangan Naomi ternyata juga sudah lama diikuti Williams. Dua tahun lalu, dia pernah mengatakan Naomi adalah petenis "dengan pukulan yang sangat berbahaya". Williams mengalaminya sendiri ketika pertama kali berhadapan dengan Naomi dalam turnamen Miami Terbuka pada 22 Maret lalu. Dia tumbang dua set langsung, 6-3 dan 6-2.

Di balik penampilan garang dan pukulan geledeknya di lapangan, Naomi ternyata gadis pemalu. Dia berbicara dengan nada pelan, yang membuatnya kerap digoda kerabat dan rekannya. Di luar arena tenis, Naomi pun lebih suka menjauh dari keramaian dan menghindari percakapan dengan orang lain. Ia gemar menghabiskan waktu dengan bermain video game di kamarnya, bahkan sampai tengah malam.

Naomi mengaku sering merasa canggung kala berhadapan dengan banyak orang. Dia bahkan kerap tak tahu harus mengatakan apa dalam konferensi pers. "Aku bukan orang yang suka mencari perhatian," tuturnya seperti ditulis ESPN. "Aku merasa nyaman saat bermain tenis karena aku lebih memahaminya."

Menjadi petenis profesional sejak lima tahun lalu, Naomi ternyata masih sering cemas menjelang pertandingan. Saking resahnya, beberapa jam menjelang final Amerika Terbuka, dia sampai tak bisa makan. Sebelumnya, seperti ditulis ESPN, Naomi juga tak nyenyak tidur dan banyak berjalan mondar-mandir di hotelnya.

Bujukan Mari agar Naomi menenangkan diri dan menganggap partai final itu seperti pertandingan lain yang biasa ia jalani malah membuatnya meradang. "Ini final Grand Slam dan lawanku Serena!" kata Naomi, mengenang percakapan unik yang dipenuhi teriakan pada hari terbesar dalam hidupnya itu.

Kesuksesan Naomi membuatnya lebih populer. Meski demikian, dia tetap dikenal sebagai gadis yang ramah dan rendah hati-sifat yang membuatnya kerap meminta maaf meski tak melakukan kesalahan apa pun. Permintaan maaf bahkan menjadi bagian dari deretan kata pertamanya saat memberikan pernyataan sebagai pemenang turnamen Amerika Terbuka.

Dalam konferensi pers seusai turnamen itu pun respons Naomi ketika ditanya apakah dia cemas akan reaksi Serena Williams setelah ia kalahkan dua kali membuat banyak orang tertawa. "Astaga, aku tak pernah berpikir sampai ke situ. Aku minta maaf, kuharap dia tak marah," ucapnya, tersenyum.

Williams adalah salah satu sosok yang begitu berpengaruh dalam karier tenis Naomi. Dia tumbuh besar dan belajar bermain tenis pada periode ketika Williams begitu mendominasi hingga sanggup mengumpulkan 23 gelar Grand Slam. Naomi bahkan belum berusia dua tahun ketika Williams berhasil meraih trofi Grand Slam perdananya pada 1999. "Serena selalu menjadi pemain favoritku," ujarnya. "Bisa bertanding melawannya seperti mimpi yang menjadi kenyataan."

Kini Naomi menempati peringkat ketujuh petenis putri terbaik dunia, sembilan tingkat di atas Williams. Dalam perjalanan kariernya di dunia tenis, terutama kala menghadapi pertandingan genting, Naomi memiliki tip sederhana yang membuatnya bersemangat. "Aku sering membayangkan apa yang Serena lakukan dalam situasi seperti itu," katanya. "Dia adalah alasan utamaku terjun ke dunia tenis."

Gabriel Wahyu Titiyoga (Tennis.Com, Reuters, Japan Times)


Naomi Osaka

Lahir: Osaka, 16 Oktober 1997

Tempat tinggal: Fort Lauderdale, Amerika Serikat

Tinggi: 180 sentimeter

Berat: 69 kilogram

Gaya bermain: Dominan tangan kanan, backhand dua tangan

Karier profesional: Sejak 2013

Pelatih: Patrick Tauma (1993), Harold Salomon (2014), David Taylor (2016-2017), Sascha Bajin (Desember 2017-sekarang)

Catatan pertandingan: 170 kali menang, 114 kali kalah

Gelar juara:

- Indian Wells Terbuka (Maret 2018)

- Amerika Serikat Terbuka (September 2018)

Hadiah terkumpul: US$ 7 juta (sekitar Rp 104 miliar)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gabriel Wahyu Titiyoga

Gabriel Wahyu Titiyoga

Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini bergabung dengan Tempo sejak 2007. Menyelesaikan program magister di Universitas Federal Ural, Rusia, pada 2013. Penerima Anugerah Jurnalistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Mengikuti Moscow Young Leaders' Forum 2015 dan DAAD Germany: Sea and Ocean Press Tour Program 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus