Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bradley Simpson, Associate Professor di University of Connecticut, Amerika Serikat: Baru Sebagian Kecil Dokumen yang Dibuka

DALAM dua tahun ini setidaknya dua kali dokumen rahasia Amerika Serikat tentang Indonesia dibuka ke publik.

22 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Baru Sebagian Kecil Dokumen yang Dibuka

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM dua tahun ini setidaknya dua kali dokumen rahasia Amerika Serikat tentang Indonesia dibuka ke publik. Inisiator pembukaan dokumen itu adalah Bradley Simpson, Indonesianis asal Amerika Serikat dan penulis buku Economists with Guns: Authoritarian Development and U.S.-Indonesian Relations, 1960-1968. "Saya percaya bahwa penting bagi masa depan demokrasi di Indonesia, dan juga bagi orang Indonesia, untuk mencari kebenaran tentang era Soeharto dan mencari keadilan bagi mereka yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia," kata Simpson dalam wawancara melalui surat elektronik dengan Abdul Manan dari Tempo, Senin dua pekan lalu, soal alasan di balik inisiatifnya tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anda merilis setidaknya dua buku ringkas soal dokumen intelijen Amerika tentang Indonesia sejak 2017. Kapan Anda mulai meminta dokumen-dokumen rahasia itu?

Itu dokumen yang saya minta antara 2002 dan 2005.

Bagaimana awalnya Anda sampai memutuskan meminta dokumen-dokumen itu?

Awalnya saya memulai proyek dokumentasi Indonesia dan Timor Timur menjelang kemerdekaan Timor Leste, ketika Komisi Kebenaran mulai bekerja di sana. Awalnya saya bekerja untuk mendukung Komisi Kebenaran dengan meminta dokumen (kepada Amerika) tentang invasi dan pendudukan Timor Timur, kemudian memperluas proyek dengan memasukkan pelanggaran hak asasi manusia selama era Soeharto, korupsi, dan isu-isu lain dalam hubungan Amerika-Indonesia.

Anda menggunakan mekanisme Undang-Undang Kebebasan Informasi (Freedom of Information Act/FOIA) untuk mendapatkan dokumen rahasia itu. Seperti apa proses dan cara kerjanya?

Undang-Undang Kebebasan Informasi adalah undang-undang yang disahkan oleh Kongres Amerika pada 1965 yang menjamin akses publik ke dokumen dan informasi pemerintah serta menyediakan prosedur bagi warga, jurnalis, dan lainnya untuk meminta informasi tersebut dari lembaga pemerintah lokal, negara bagian, dan federal. Ini salah satu mekanisme transparansi yang paling penting yang kita miliki di Amerika dan telah digunakan untuk mengungkap banyak topik yang mungkin hendak disembunyikan pemerintah, seperti keterlibatan CIA (badan intelijen Amerika) dalam penyiksaan setelah peristiwa (serangan teror) 11 September 2001. Indonesia mengesahkan versi sendiri dari Undang-Undang Kebebasan Informasi beberapa tahun yang lalu, tapi belum digunakan secara luas.

Sebenarnya berapa banyak dokumen yang Anda minta kepada sejumlah lembaga itu? Berapa yang didapatkan?

Saya meminta banyak dokumen dari Departemen Pertahanan Amerika, CIA, dan Badan Intelijen Pertahanan, tapi hanya sebagian kecil yang telah dibuka ke publik. Saya mengajukan sekitar 500 permintaan untuk dokumen yang terkait dengan Indonesia dan mendeklasifikasi sekitar 60 ribu halaman dokumen Amerika tentang Indonesia mulai 1970-an hingga 2001.

Apa harapan Anda dengan membuka dokumen-dokumen rahasia itu?

Saya berharap dibukanya dokumen ini dan dokumen lain (kami merilis banyak dokumen tentang Timor Timur, Papua Barat, pada saat kematian Soeharto) adalah untuk mendukung pekerjaan orang Indonesia yang berusaha mengklarifikasi fakta dan menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan di era Soeharto. Karena Amerika Serikat memainkan peran penting dalam membantu Soeharto berkuasa dan membantu dia tetap berkuasa selama 32 tahun, saya merasa bahwa orang Amerika seperti saya memiliki kewajiban khusus untuk mendukung para pendukung hak asasi manusia dan keadilan di Indonesia. Kadang-kadang sulit bagi suatu negara untuk menghadapi kebenaran tentang masa lalunya sendiri, dan Amerika Serikat telah membuat banyak kesalahan yang para pejabat dan masyarakat tidak suka membicarakan atau memikirkan soal itu. Tapi saya percaya bahwa penting bagi masa depan demokrasi di Indonesia, dan bagi orang Indonesia, untuk mencari kebenaran tentang era Soeharto dan mencari keadilan bagi mereka yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia. Saya mengerjakan bagian kecil saya untuk mendukung upaya ini dan adalah suatu kehormatan untuk melakukannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus