DALAM babak yang menentukan dia sudah unggul 9-1 atas Liem Swie
King. Tapi tiba-tiba tali raketnya putus. Misbun Sidek yang
percaya pada mistik itu tampak seperti banteng yang mulai
kehilangan tenaga. Konsentrasinya terganggu.
Kesempatan ini tidak disia-siakan King. Ia memancing pemain
utama Malaysia itu dengan dropshot yang tajam terukur. Begitu
bola naik, ia membantainya dengan smash-smash keras.
Agaknya kemenangan 15-12, 3-15 dan 15-12 atas Misbun Sidek itu
merupakan kemenangan dramatis dalam karir internasional Liem
Swie King yang hampir 10 tahun. Dia menjatuhkan Misbun, ketika
pemain berusia 22 tahun itu, sudah hampir menduduki kursi
kemenangan dalam final Kejuaraan Bulutangkis Dunia yang
disponsori perusahaan jam tangan Alba, Minggu malam di Stadion
Negara, Kuala Lumpur.
"Gila. Saya kira saya kalah, terutama sesudah angka 9-1 dalam
rubber set. Tetapi angka tiba-tiba berbalik untuk saya. Misbun
sudah lelah dan saya terus mempercepat jalannya pertandingan.
Dia seakan-akan memberikan kesempatan bagi saya untuk
mempertontonkan permainan yang paling hebat," ujar pemain
Indonesia berusia 26 tahun itu kepada wartawan.
Yang kalah rupanya merasa teraniaya. Putusnya raket tadi begitu
mengguncangkan perasaan Misbun. Dia membungkam kepada wartawan
dan langsung dilarikan teman-temannya ke luar gelanggang
pertandingan menuju sebuah mobil yang telah menunggu.
Percaya mistik atau tidak--tapi Misbun muncul dalam Japan Open
tahun lalu dengan kepala botak dengan sedikit rambut di
ubun-ubun, mirip kepala suku Indian Mohikan. Inilah untuk
pertama kali Misbun Sidek mengalami putus tali raket dalam
turnamen akbar. Kekalahannya itu sendiri memang terlalu pahit.
Dia justru ditundukkan ketika 10.000 penonton termasuk Yang
Dipertuan Agung Sultan Ahmad Sah sudah membayangkan kejayaan
Malaysia atas supremasi bulutangkis Indonesia yang semakin
goyah.
Sebelum maju ke final, Misbun menyisihkan favorit-favorit hebat,
seperti juara All England, Morten Frost Hansen dan Prakash
Padukone. Tak heran pecandu bulutangkis Malaysia, begitu juga
pers setempat seperti terpukau memuja Misbun .
Tetapi di final, nasibnya berbalik. Penonton yang sama
kesurupannya dengan orang-orang di Istora Senayan, mengharapkan
piala dan uang yang berjumrah sekitar Rp 5 juta jatuh ke tangan
anak Melayu itu. Tetapi yang terjadi anak seberang, Liem Swie
King, yang bertuah dan menerima tanda-tanda kemenangan itu
langsung dari Yang Dipertuan Agung.
Luapan kegembiraan meledak di antara penyokong King yang
jumlahnya bagaikan se.itik air. Orang-orang Indonesia itu
menyerbu ke lapangan dan mengangkat King tinggi-tinggi, bagaikan
raja sungguhan.
Buat King kemenangan tersebut merupakan kemenangan pertama
setelah dia naik pelaminan setengah tahun yang lalu. Begitu
pertarungan dibuka, permainan berlangsung agak lamban. Misbun
mencoba untuk meng-counter pukulan-pukulan keras yang
dilancarkan King dengan dropshot, lob tinggi dan penempatan bola
lemah ke pojok-pojok yang sulit dijangkau.
Misbun sempat memimpin set pertama itu dengan 12-9. Tetapi
pemain Indonesia itu kemudian menghindar dari permainan lamban
dengan rally-rally panjang. King mengeluarkan senjata smash
sambil melompat dengan bola menyilang ke berbagai sudut. King
memenangkan set ini dengan 15-12.
PADA set kedua, Misbun kembali mau mendikte King dengan
permainan raliy. Dia mendesakkan bola ke garis belakang. Begitu
bola kembali disentilkannya pelan ke net. Bola naik disambarnya
dengan chop-smash. Penonton bersorak-sorai menyambut permainan
Misbun, ketika dia berhasil meninggalkan King 9-3. Dia tampak
masih segar. Hanya sesekali dia melepaskan smash loncat. Misbun
cuma memerlukan 16 menit untuk membalas kekalahan dengan 15-3.
Misbun begitu asyiknya dengan kemenangan mudah itu. Dia menjadi
tak sabar untuk membantai King secepatnya. Ia turun ke
gelanggang 1 menit lebih dulu dari King.
Begitu set penentuan dimainkan, Misbun maju mengumpulkan angka
dengan meyakinkan, membuat King sempat kedodoran 9. "Telur
busuk" itu baru pecah setelah Misbun membuat kesalahan. Dia
men-smash terlalu menukik dan sangkut di net. Skor jadi 9-1.
Dari angka itulah King bangkit. Dan entah apa yang terjadi
setelah putusnya senar raket, pemain Malaysia itu nampak seperti
kehilangan kepercayaan Lob, dropshot dan guliran-guliran bola di
net yang tadi menjadi kemahirannya, sekarang buyar. Permainan
netnya tumpul. King satu demi satu merebut angka.
Ketika skor menunjukkan 11-11, Misbun tampak lelah sekali dan
tak bisa membendung smash-smash keras sambil melompat yang
dilepaskan King. Set itu berakhir 15-12.
Perlawatan ke Kuala Lumpur itu membawa kemenangan ganda buat
King. Sebab, selain menjuarai Kejuaraan Dunia Piala Alba 11, di
gelanggang itu pula King membalas kekalahannya atas Han Jian
beberapa waktu yang lalu, dengan menyisihkan pemain RRC itu di
semi final.
Adu otot dengan pemain kelas wahid dari RRC itu nampaknya memang
disengaja tim Indonesia dengan mengirimkan pemain-pemain kelas
satu, seperti King, Lius Pongoh dan Hadiyanto. Sementara itu
membiarkan Icuk Sugiaro yang dianggap banyak pengamat sebagai
"belum matamg", bertarung di Hongkong Open dua pekan sebelumnya.
Icuk di Hongkong gasal membuktikan bahwa dia adalah pemain
Indonesia terbaik setelah menggondol juara Indonesia Open. Ia
malahan tak sempat masuk semi final.
Kalau dalam tunggal putra perebutan untuk menjadi pemain paling
top berlangsung dramatis, dalam tunggal putri permainan
berlangsung tenang dan dingin. Penonton juga seperti kurang
darah. Agaknya karena yang bertarung jago dari Indonesia
(Verawati Fajrin) dan kampiun Denmark (Lene Koppen).
Lene Koppen mengalahkan Vera dengan 11-2 dan 12-10, hanya dalam
33 menit. Dokter gigi dari Denmark itu tampak memang cerdik. Ia
memanfaatkan pemain jangkung Indonesia itu (178 cm) dengan
bola-bola rapat di net dan mendorongkannya ke belakang -- yang
menjadi titik lemah Vera. Dalam 9 menit saja Vera sudah menyerah
11-2.
Koppen yang sudah lima kali berhadapan dengan Vera tahu benar
kelemahan lawannya. Backhand yang lemah dari Vera coba
dimanfaatkan Koppen pada set kedua. Tetapi pemain Indonesia itu
melawannya dengan lambungan bola yang sukar dijangkau perempuan
Denmark itu.
Vera sempat membuat kaget Koppen ketika dia berhasil mengejar
angka menjadi deuce 10-10. Permainan net Vera memang dalam,
sehingga Koppen terpaksa mengembalikannya melambung dan memberi
kesempatan lawan untuk menyerang. Tetapi Vera ustru membunuh
diri. Smash-nya dihadang net. Itulah kesudahan bagi Vera yang
hanya berhasil menggondol juara ke-2 dengan hadiah Rp 1,7 juta.
Sekalipun takluk, permainan Vera tidaklah mundur sejak
perkawinannya tahun 1979. Peranakan Tionghoa yang sudah haji itu
tidak menganggap kekalahan di Kuala Lumpur itu sebagai akhir
dari karirnya. Kalah atau menang katanya, dia masih tetap akan
main, baru kemudian mencurahkan diri pada rumah tangga.
"Kalau sudah melahirkan anak dan tetap bermain bagus saya akan
terus main," katanya kepada wartawan yang meliput kejuaraan
tadi.
"Akhirnya saya akan berhenti, karena usai 25 sampai 26 sudah
cukup tua sebagai pemain wanita. Tapi bagaimanapun saya masih
berharap untuk turut dalam All England tahun depan," kata
pemain berusia 25 tahun itu.
Sekalipun dalam kejuaraan ini dia berhasil mengalahkan dua
pemain RRC, seperti Zheng Yuli, Vera merasa belum puas. Dia
berharap bisa berjumpa dengan pemain yang dia anggap terbaik di
dunia saat ini, Zhang Ailing. "Saya tak tahu mengapa dia absen
di sini," katanya.
Tidak di Kuala Lumpur ini, di Asian Games November mendatang,
Vera barangkali bisa mengukur kekuatan dengan Ailing. Buat
Indonesia sendiri Alba 11 di Kuala Lumpur itu hanya sekedar
sasaran antara menuju Asian Games. Begitu juga antarmaster di
Inggris, Oktober mendatang. Tetapi mampukah King, Icuk dan
kawan-kawan membalas kekalahan pada RRC! Yang diderita pada
Thomas Cup yang lalu dalam pesta olahraga yang berpusat di New
Delhi itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini