KARIR Ronny Pasla, 30 tahun, sebagai penjaga gawang tim nasional
PSSI selama 10 tahun agaknya berakhir. Rapat pengurus harian
PSSI, Jumat 13 Oktober menjatuhkan hukuman selama 5 tahun atas
dirinya sehubungan dengan kasus suap di Merdeka Games yang lalu.
Selama menjalani masa hukuman tersebut, ia tidak diperkenankan
untuk memperkuat klub, perserikatan, maupun kesebelasan
nasional.
Bersama Ronny, PSSI juga menurunkan sanksi atas diri Suaeb
Rizal, Timo Kapisa, dan Robby Binur untuk kasus serupa. Hanya
saja hukuman untuk mereka lebih ringan. Mereka cuma diskors
selama 2 tahun dengan masa percobaan 1 tahun. Kepada mereka
tidak dikenakan ketentuan tidak diperbolehkan untuk mengikuti
pertandingan klub, perserikatan, atau memperkuat tim nasional.
Akan halnya Iswadi Idris dan Oyong Liza, meski mereka tidak
terpilih ke Merdeka Games, pengurus harian PSSI menurunkan
hukuman pula buat mereka. Keduanya diskors atas perbuatan
menerima suap pada beberapa pertandingan di dalam negeri. Kepada
mereka, PSSI menjatuhkan 1 tahun hukuman dengan masa percobaan 6
bulan. Klausul keputusan lain sama seperti yang dijatuhkan untuk
trio Rizal, Kapisa, dan Binur.
Arti dari hukuman bagi kelima pemain nasional yang disebut
terakhir itu adalah jika selama masa percobaan mereka mengulangi
perbuatan yang sama dan perbuatan indisipliner lainnya, maka
mereka harus menjalani hukuman pokok. Kepada mereka pun akan
ditambah persyaratan seperti yang diberikan pada Pasla. Sedang
Sofyan Hadi dan lobon dinyatakan PSSI tidak bersalah dalam
kasus suap tersebut.
Terlalu Enteng
Tidakkah hukuman yang dijatuhkan atas diri Pasla lebih berat
ketimbang kelima rekannya yang juga sama-sama terlibat kasus
suap? "Secara pribadi, saya menganggap sanksi yang diberikan
pada Ronny Pasla terlalu enteng," kata Sekjen PSSI, Hans
Pandelaki. Ia mengambil contoh pada diri bekas pemain nasional,
Rukma yang dijatuhi skorsing seumur hidup sehubungan dengan
kasus suap di tahun 1962. Pandelaki lalu menambahkan bahwa
perbuatan yang dilakukan Pasla lebih berat dibandingkan dengan
pemain lain. "Dari keterangan polisi, dia terlibat lebih dari 1
kali," lanjut Pandelaki.
Akan Abdul Kadir, pemain yang juga memperkua PSSI ke Merdeka
Games, dan juga dihubungkan dengan kasus suap nasibnya akan
ditentukan pekan ini. Sekalipun ia telah diperiksa polisi Kodak
Metro Jaya bersamaan dengan Pasla dan lain-lain, namun ia baru
menemui pimpinan PSSI, Senin 16 Oktober kemarin.
"Saya yakin, PSSI tidak akan menjatuhkan hukuman apa-apa pada
saya. Karena saya sama sekali tidak terlibat kasus suap di
Merdeka Games," kata Kadir yang ditemui TEMPO di Golf Court
Hotel, Jakarta. Ia datang ke Jakarta untuk memperkuat tim
Persebaya yang ambil bagian pada perebutan Piala Fatahilah di
stadion utama Senayan, minggu ini.
Dalam surat yang diberikan Kadir kepada Ketua Umum PSSI, Ali
Sadikin hari Senin kemarin, ia membeberkan persoalan yang
diketahuinya. "Selama ini, saya belum pernah dihubungi atau
mengadakan permufakatan mengenai persoalan suap-menyuap," tulis
Kadir.
Di bagian lain, ia membenarkan bahwa ia mendengar percakapan
telepon antara Pasla dengan seseorang yang menanyakan peluang
Indonesia melawan tim Irak. "Saya mendengar ini semua sambil
menyikat gigi di kamar mandi," tambah Kadir. Waktu melawan Irak
di Merdeka Games, kesebelasan PSSI kalah 4-0. "Mungkin karena
saya dianggap mendengar dan mengetahui persoalan, maka oleh
bandar tersebut Rony Pasla disuruh juga mengirimkan uang itu,"
lanjutnya.
Kadir mengakui bahwa tanggal 1 September ia menerima kiriman
lewat Elteha yang berisi uang sebesar 250.000 rupiah. Ia tidak
mengetahui siapa pengirimnya. Karena di belakang bungkusan yang
berkode LR/KBY/30/8/78 hanya tercantum alamat pengirim yang tak
jelas. Yang tertulis cuma S, Jakarta. "Saya mengira uang itu
kiriman pak Syarnubi Said," cerita Kadir, sambil membenarkan
bahwa bekas pimpinan PSSI itu memang suka mengirimkan hadiah
lebaran. Ia baru mengetahui bahwa yang mengirim uang tersebut
adalah Pasla setelah menemui yang bersangkutan.
Di Bangku Cadangan
Merasa tidak terlibat, ketika melawan Irak, Kadir hanya duduk di
bangku cadangan. Ia lalu meminta Pasla untuk menulis pengakuan
untuk dirinya. Dalam surat Pasla kepada polisi, ia menyebutkan
bahwa ia telah mengirim uang sebesar 250.000 rupiah kepada
Kadir. Tapi, "di dalam persoalan ini kami tidak pernah membuat
permufakatan," tulis Pasla. Surat Pasla tertanggal 9 Oktober
1978.
Pandelaki yang dihubungi TEMPO, Senin 16 Oktober pagi
mengatakan: "Semua keterangan Kadir itu akan kita perhatikan,"
katanya. Akan mengenai kesediaan Kadir untuk mengembalikan
kiriman yang diterimanya dari Pasla itu, Pandelaki menyebutkan
bahwa uang itu sebaiknya diserahkan pada PSSI, bukan ke alamat
Pasla.
Meski hukuman buat Kadir belum ditentukan oleh PSSI, tapi ia
telah menerima sanksi tersendiri. Menurut pengakuannya, namanya
telah 'jatuh' di mata calon mertuanya. Kadir sehari-hari adalah
karyawan Kantor Pajak Kotamadya Surabaya. Menurut rencana ia
akan melangsungkan perkawinannya selepas Lebaran Haji depan.
Mengomentari hukuman yang dijatuhkan PSSI terhadap Pasla, bekas
pemain nasional Jacob Sihasale mengatakan bahwa sanksi itu
terlalu berat. "Kalau yang lain dijatuhi hukuman percobaan,
Ronny Pasla seharusnya juga dijatuhi hukuman percobaan," ujar
Sihasale. Alasannya, "toh uang yang diterima mereka sama
banyak," lanjutnya. Uang yang diterima dari bandar 1,5 juta
rupiah.
Selain itu, ia juga mengusulkan agar Pasla diberikan kesempatan
jadi pelatih. Mengingat jasanya terhadap kesebelasan nasional
sudah cukup banyak. Kadir juga memohon hal yang sama pada PSSl
untuk Pasla. "Ia tampak tertekan sekali oleh soal suap ini. Ia
agak kurus sekarang. Juga memelihara kumis dan cambang," cerita
Kadir yang menemui Pasla.
Bekas kiper nasional yang biasa berdandan rapi, juga tanpa
brewok, kini agak sulit untuk ditemui wartawan. Ia dan
keluarganya jarang di rumah. Menurut pembantunya, "bapak suka
pergi pagi dan pulang agak malam".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini