Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ronny Pasla Tak Di Sana Lagi

Ronny pasla, Suaeb Rizal, Timo Kapisa, Robby Binur, Iswadi Idris dan Oyong Liza mendapat hukuman dari pengurus harian PSSI karena terlibat kasus suap di Merdeka Games. Sanksi yang diberikan terlalu enteng.(or)

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARIR Ronny Pasla, 30 tahun, sebagai penjaga gawang tim nasional PSSI selama 10 tahun agaknya berakhir. Rapat pengurus harian PSSI, Jumat 13 Oktober menjatuhkan hukuman selama 5 tahun atas dirinya sehubungan dengan kasus suap di Merdeka Games yang lalu. Selama menjalani masa hukuman tersebut, ia tidak diperkenankan untuk memperkuat klub, perserikatan, maupun kesebelasan nasional. Bersama Ronny, PSSI juga menurunkan sanksi atas diri Suaeb Rizal, Timo Kapisa, dan Robby Binur untuk kasus serupa. Hanya saja hukuman untuk mereka lebih ringan. Mereka cuma diskors selama 2 tahun dengan masa percobaan 1 tahun. Kepada mereka tidak dikenakan ketentuan tidak diperbolehkan untuk mengikuti pertandingan klub, perserikatan, atau memperkuat tim nasional. Akan halnya Iswadi Idris dan Oyong Liza, meski mereka tidak terpilih ke Merdeka Games, pengurus harian PSSI menurunkan hukuman pula buat mereka. Keduanya diskors atas perbuatan menerima suap pada beberapa pertandingan di dalam negeri. Kepada mereka, PSSI menjatuhkan 1 tahun hukuman dengan masa percobaan 6 bulan. Klausul keputusan lain sama seperti yang dijatuhkan untuk trio Rizal, Kapisa, dan Binur. Arti dari hukuman bagi kelima pemain nasional yang disebut terakhir itu adalah jika selama masa percobaan mereka mengulangi perbuatan yang sama dan perbuatan indisipliner lainnya, maka mereka harus menjalani hukuman pokok. Kepada mereka pun akan ditambah persyaratan seperti yang diberikan pada Pasla. Sedang Sofyan Hadi dan lobon dinyatakan PSSI tidak bersalah dalam kasus suap tersebut. Terlalu Enteng Tidakkah hukuman yang dijatuhkan atas diri Pasla lebih berat ketimbang kelima rekannya yang juga sama-sama terlibat kasus suap? "Secara pribadi, saya menganggap sanksi yang diberikan pada Ronny Pasla terlalu enteng," kata Sekjen PSSI, Hans Pandelaki. Ia mengambil contoh pada diri bekas pemain nasional, Rukma yang dijatuhi skorsing seumur hidup sehubungan dengan kasus suap di tahun 1962. Pandelaki lalu menambahkan bahwa perbuatan yang dilakukan Pasla lebih berat dibandingkan dengan pemain lain. "Dari keterangan polisi, dia terlibat lebih dari 1 kali," lanjut Pandelaki. Akan Abdul Kadir, pemain yang juga memperkua PSSI ke Merdeka Games, dan juga dihubungkan dengan kasus suap nasibnya akan ditentukan pekan ini. Sekalipun ia telah diperiksa polisi Kodak Metro Jaya bersamaan dengan Pasla dan lain-lain, namun ia baru menemui pimpinan PSSI, Senin 16 Oktober kemarin. "Saya yakin, PSSI tidak akan menjatuhkan hukuman apa-apa pada saya. Karena saya sama sekali tidak terlibat kasus suap di Merdeka Games," kata Kadir yang ditemui TEMPO di Golf Court Hotel, Jakarta. Ia datang ke Jakarta untuk memperkuat tim Persebaya yang ambil bagian pada perebutan Piala Fatahilah di stadion utama Senayan, minggu ini. Dalam surat yang diberikan Kadir kepada Ketua Umum PSSI, Ali Sadikin hari Senin kemarin, ia membeberkan persoalan yang diketahuinya. "Selama ini, saya belum pernah dihubungi atau mengadakan permufakatan mengenai persoalan suap-menyuap," tulis Kadir. Di bagian lain, ia membenarkan bahwa ia mendengar percakapan telepon antara Pasla dengan seseorang yang menanyakan peluang Indonesia melawan tim Irak. "Saya mendengar ini semua sambil menyikat gigi di kamar mandi," tambah Kadir. Waktu melawan Irak di Merdeka Games, kesebelasan PSSI kalah 4-0. "Mungkin karena saya dianggap mendengar dan mengetahui persoalan, maka oleh bandar tersebut Rony Pasla disuruh juga mengirimkan uang itu," lanjutnya. Kadir mengakui bahwa tanggal 1 September ia menerima kiriman lewat Elteha yang berisi uang sebesar 250.000 rupiah. Ia tidak mengetahui siapa pengirimnya. Karena di belakang bungkusan yang berkode LR/KBY/30/8/78 hanya tercantum alamat pengirim yang tak jelas. Yang tertulis cuma S, Jakarta. "Saya mengira uang itu kiriman pak Syarnubi Said," cerita Kadir, sambil membenarkan bahwa bekas pimpinan PSSI itu memang suka mengirimkan hadiah lebaran. Ia baru mengetahui bahwa yang mengirim uang tersebut adalah Pasla setelah menemui yang bersangkutan. Di Bangku Cadangan Merasa tidak terlibat, ketika melawan Irak, Kadir hanya duduk di bangku cadangan. Ia lalu meminta Pasla untuk menulis pengakuan untuk dirinya. Dalam surat Pasla kepada polisi, ia menyebutkan bahwa ia telah mengirim uang sebesar 250.000 rupiah kepada Kadir. Tapi, "di dalam persoalan ini kami tidak pernah membuat permufakatan," tulis Pasla. Surat Pasla tertanggal 9 Oktober 1978. Pandelaki yang dihubungi TEMPO, Senin 16 Oktober pagi mengatakan: "Semua keterangan Kadir itu akan kita perhatikan," katanya. Akan mengenai kesediaan Kadir untuk mengembalikan kiriman yang diterimanya dari Pasla itu, Pandelaki menyebutkan bahwa uang itu sebaiknya diserahkan pada PSSI, bukan ke alamat Pasla. Meski hukuman buat Kadir belum ditentukan oleh PSSI, tapi ia telah menerima sanksi tersendiri. Menurut pengakuannya, namanya telah 'jatuh' di mata calon mertuanya. Kadir sehari-hari adalah karyawan Kantor Pajak Kotamadya Surabaya. Menurut rencana ia akan melangsungkan perkawinannya selepas Lebaran Haji depan. Mengomentari hukuman yang dijatuhkan PSSI terhadap Pasla, bekas pemain nasional Jacob Sihasale mengatakan bahwa sanksi itu terlalu berat. "Kalau yang lain dijatuhi hukuman percobaan, Ronny Pasla seharusnya juga dijatuhi hukuman percobaan," ujar Sihasale. Alasannya, "toh uang yang diterima mereka sama banyak," lanjutnya. Uang yang diterima dari bandar 1,5 juta rupiah. Selain itu, ia juga mengusulkan agar Pasla diberikan kesempatan jadi pelatih. Mengingat jasanya terhadap kesebelasan nasional sudah cukup banyak. Kadir juga memohon hal yang sama pada PSSl untuk Pasla. "Ia tampak tertekan sekali oleh soal suap ini. Ia agak kurus sekarang. Juga memelihara kumis dan cambang," cerita Kadir yang menemui Pasla. Bekas kiper nasional yang biasa berdandan rapi, juga tanpa brewok, kini agak sulit untuk ditemui wartawan. Ia dan keluarganya jarang di rumah. Menurut pembantunya, "bapak suka pergi pagi dan pulang agak malam".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus