SETIAP kali Canton Fair diadakan, RRC tak lupa menonjolkan
minyak atsirina. Juga delegasi Kadin yang dipimpin Suwoto
Sukendar melihatnya di situ bulan Mei lalu, tapi belum
membayangkan bahwa atsiri RRC akan bisa menyaingi produk
Indonesia. Tentang bagaimana perdagangan atsiri belakangan ini,
wartawan TEMPO Yunus Kasim melaporkan:
"RRC semakin meningkatkan ekspor minyak atsirinya," kata Unes
Darwis pejabat Deperdagkop. Ekspor komoditi itu terutama
ditujukannya ke AS Eropa dan Jepang. Setelah Tokyo dan Peking
menandatangani perjanjian perdamaian, besar kemungkinan minyak
atsiri RRC akan semakin banyak mengalir ke Jepang, yang tadinya
juga merupakan pasaran bagi atsiri Indonesia.
Tahun 1973, RRC mulai mengekspor minyak nilam ke AS sebanyak 1,5
ton yang setahun kemudian melonjak menjadi 3 ton. Selama tiga
tahun terakhir ini ekspornya meningkat terus. Bukan cuma minyak
nilam, bahkan RRC juga mengekspor jenis atsiri lainnya yang
belum dihasilkan Indonesia seperti minyak casia, eucalyptus,
peperment dan menthol.
Kendati demikian, "secara keseluruhan atsiri RRC belum akan
mematikan atsiri Indonesia," ucap Darwis. Optimismenya agak
beralasan. Harga berbagai jenis atsiri di pasaran dunia masih
baik. Minyak nilam yang 1974 berharga US$ 14,80 September lalu
mencapai US$ 19, 07 per kg. Minyak akar wangi pun pada periode
yang sama naik dari US$ 57,58 ke US$ 60 per kg. Tapi minyak
sereh wangi yang tadinya US$ 6,76 per kg pada September lalu
hanya sekitar US$ 4,53.
Khusus harga akar wangi, tingkat US$ 60 per kg itu sudah mantap
dan berjalan selama 2 tahun terakhir. Para petani akar wangi di
daerah Garut, Jawa Barat meluaskan tanamannya, dari 825 Ha
menjadi 1259 Ha selama 4 tahun ini.
Di luar negeri, selain RRC muncul pula pendatang baru: Muangthai
dan India. Pesaing-pesaing yang berarti untuk akar wangi selama
ini hanyalah Haiti dengan produksi tahunan 40 ton, Reunion 30
ton, Angola 30-40 ton. Sedangkan Indonesia menghasilkannya
sekitar 60 ton pada tahun 1977, yang sebagian besar datang dari
Garut.
Sementara orang di luar negeri dan petani kita ramai menanam
akar wangi, Bupati Garut, ir Hasan Wirahadikusumah membuat orang
kaget. Dengan SK-nya nomer 125 ttgl. 31 Juli 1978 Bupati Garut
"melarang usaha penanaman, penyulingan akar wangi" dan mencabut
izin usaha yang telah dikeluarkan. Alasannya: Adanya penanaman
liar akar wangi di daerah yang telah dilarang, menimbulkan
ketandusan tanah dan erosi. Penanaman akar wangi ini telah
menimbulkan "kegagalan beruntun bagi usaha penghijauan".
Ketel Uap Karim
Sebenarnya larangan penanaman akar wangi sudah ada sejak zaman
Solichin GP masih menjabat Gubernur Jabar tahun 1974. "Tapi
karena harganya baik, dan tidak ada sangsinya, petani terus
menanam akar wangi," kata ir Sugiarto, Kepala Bidang
Rempah-rempah dan minyak atsiri BPEN. Sampai seberapa jauh
kebenaran alasan bupati itu, katanya lagi "BPEN segera akan
menelitinya." Tapi jelas jika petani tidak semata-mata menanam
padi, ia sesungguhnya sudah masuk kategori petani maju.
Dewasa ini di daerah Garut terdapat 55 unit penyulingan minyak
atsiri. Kalau semua itu ditutup, sedikitnya 45. 000 buruh tani,
petani penanam dan buruh pabrik kehilangan mata pencaharian.
Yang tak kurang menariknya adalah laporan pembantu TEMPO,
Darmansyah dari Aceh Selatan. Sampai Juni lalu, ratusan hektar
tanah garapan untuk tanaman nilam dibiarkan jadi semak belukar.
"Bukan karena harga minyak nilam merosot, tapi orang yang
membeli tak ada," kata Manyak, petani nilam di Kleut Utara.
Manyak memiliki 25 Ha tanah. Dengan 25 karyawan, dia tadinya
membuka ladang nilam dan pabrik penyulingan. Kini tanahnya itu
dibiarkannya saja ditumbuhi rumput liar.
Namun di Tapaktuan, tauke Karim sudah selesai membangun pabrik
penyulingan modern berkapasitas 10 ton, 2 shift. Direktur Karim
dari PT ADI kini terbentur pada bahan baku daun nilam. Para
petani nilam di Aceh Selatan belum Siap mensuplainya. Maka
terpaksa PT ADI mendatangkan daun nilam untuk diprosesnya dari
Gunung Sitoli, pulau Nias, yang berkwalitas rendah.
Sementara itu, Dinas Pertanian setempat mengadakan penyuluhan
bercocok tanam dan pengawasan mutu. Sedang Dinas Perindustrian
di situ telah selesai membangun Balai Penelitian Nilam. Ada
harapan tanah yang sekarang ditumbuhi semak belukar segera
menjadi lagi kebun nilam. "Harga tak perlu dirisaukan, cukup
baik dan menguntungkan," kata Karim.
Tapi dengan beroperasinya Ketel Uap milik Karim itu, penyulingan
tradisionil yang kecil sebanyak 16 buah akan terpukul hebat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini