TIGA bungkus kretek diisapnya tiap hari. Mendarat di Halim
Perdanakusumah, Jakarta, sepulang dari Turnamen Piala Presiden
di Seoul, Korea Selatan, ia segera mencari kretek. Namun kini
Ronny Pattinasarany, 30 tahun, makin diakui sebagai bintang
sepakbola nasional.
Di zaman kepengurusan Bardosono (1975), Ronny pernah dikeluarkan
dari tim nasional, karena kegemarannya merokok. Ia dinilai tak
kuat bermain 2 x 45 menit, walau pelatih asal Belanda Wiel
Coerver, mengakui keunggulan tekniknya bermain. Ronny baru
terpakai lagi dalam SEA Games 1979, ketika tim Indonesia meraih
medali perak. Tapi sewaktu PSSI mempersiapkan tim Pra Olympiade
1980, kembali Ronny tersisih dari daftar pemanggilan.
Banyak orang mengira bahwa PSSI tak akan memakainya lagi.
Ternyata tim PSSI Utama -- berintikan para pemain muda yang
dilatih di Brazil -- membutuhkan play maker (pengatur
permainan). Dan Ronny muncul sebagai calon tunggal. Sesungguhnya
pengurus PSSI, menurut Ronny, semula meragukan kemampuannya
menyesuaikan diri dengan angkatan muda.
Tehnik Individu
Pelatih E.A Mangindaan sudah tak ragu lagi. "Setelah melihat
penampilan tim dalam Piala Presiden saya gembira, Ronny ternyata
bisa menuntun adik-adiknya," kata Mangindaan. Dalam turnamen di
Seoul itu, yang diikuti oleh enam kesebelasan, Indonesia --
dengan Ronny sebagai kapten -- menempati urutan kedua, setelah
kalah 2-0 melawan tim Korea Selatan A dalam final.
Menyesuaikan diri dengan generasi lebih muda, Ronny mengatakan
"Saya banyak mengalah terhadap mereka." Diakuinya bahwa
terpilihnya Simson Runlahpasal, Rully Nere, Didik Darmadi dan
Stephanus Sirey -- semuanya kolega Ronny di Klub Warna Agung
mempermudah proses penyesuaian dirinya.
Bambang Nurdiansyah, seperti halnya pemain muda lain, menyatakan
mereka respek pada Ronny. Dalam Piala Presiden, selain memimpin
PSSI Utama, Ronny mencetak empat dari tujuh gol yang dihasilkan
timnya dari enam pertandingan.
Ronny menilai PSSI Utama masih punya banyak kelemahan. "Terutama
tehnik individu," katanya. Ia menyebut lini penyerang perlu
mendapat prioritas untuk dibenahi. "Pemain seperti Risdianto
(Warna Agung) dan Hadi Ismanto (Indonesia Muda) perlu masuk."
Keduanva adalah pencetak gol terbanyak dalam kompetisi Galatama
lalu.
Ronny, ayah dari seorang putra bernama Benny, juga menyarankan
agar tim nasionai itu cukup satu saja. Tapi akhir pekan lalu
PSSI menunjuk Sinyo Aliandu, pelatih klub Tunas Inti, sebagai
pembina PSSI Pratama -- tim nasional kedua. Belum diungkapkan
daftar pemain yang akan dilatih Aliandu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini