Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Suka Atau Tidak, Mereka Menyepak

Turnamen segitiga sepak bola wanita antara Malaysia, Singapura dan Indonesia (buana putri). tanggapan antara yang pro dan kontra terhadap sepak bola wanita.

13 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"GOCEK Borg,... Tahan Decky ... Tahan Chin Aun ... Tembak Dede." Silih berganti nama beken itu (semuanya pria) diteriakkan penonton di stadion utama Senayan, Jakarta. Mereka yang diteriaki acuh tak acuh. Semua itu terjadi pekan lalu dalam pertandingan sepakbola putri. Para pemain Women Football Association of Singapore (WFAS), Ladies Football Association of Malaysia (LFAM), dan Buana Putri (BP) ... dari Indonesia turun ke lapangan. Julukan itu dipungut publik dari nama top, seperti Bjorn Borg (kampiun tenis Wimbledon), Decky Kewoi (benteng pertahanan bond Persipura), Soh Chin Aun (poros halang tim Malaysia), dan Dede Sulaiman (pemain depan klub Indonesia Muda). Yang dijuluki Borg adalah Rachel Gomez (Malaysia). Lantaran dirinya mengenakan ikat kepala ala Borg. Decky untuk Dorce Upuya (Indonesia) dan Chin Aun buat Jacqueline Chan (Singapura) berdasarkan permainan sapu bersih mereka di benteng masing-masing. Tak semua penonton, terutama kaum ibu, dapat menerima sepakbola wanita. Ny. Rahayu, 45 tahun, yang menonto di VIP Barat, memberi komentar "Oh, begitu rupanya emansipasi yang dicari gadis remaja masa kini." Menteri Muda Urusan Peranan Wanita, Ny. Lasiyah Sutanto, juga diketahui termasuk orang yang belum dapat menerima kehadiran sepakbola wanita. Untuk acara pembukaan pertandingan bola negara ini ia diundang panitia tapi tak hadir. Komentar pemain? "Kalau soal pakaian, bandingkan sendiri, mana yang lebih sopan pakaian renang atau senam dengan sepakbola," kata Ida Siregar dari BP. "Body charge di cabang karate, pencak silat, atau judo, juga ada." Kenapa memilih sepakbola? Menurut versi BP, di cabang olahraga lain mereka tak maju-maju. "Hampir semua pemain Buana Putri begitu," kata Katrina, 29 tahun, bekas penggemar atletik. Sesudah 11 tahun menggocek bola, ia mengaku tetap feminin. "Buktinya, saya sudah melahirkan dua anak," ujar Katrina yang bersuamikan Muhardi, pelatih BP. Dorce, sebelum terjun ke dunia sepakbola, sempat meraih medali perunggu dalam kejuaraan Pencak Silat Nasional di Jakarta, 1979. Dan dialah Muthia Dathau, pemeran utama film Sirkuit Kemelut dan Sepasang Merpati. "Menurut saya," ujar Muthia, "main sepakbola jauh lebih baik dari gulat wanita." DPRD Tasikmalaya pernah bersidang untuk membicarakan boleh atau tidaknya pertandingan sepakbola putri di kotanya. Mereka tak lenyap. Ada delapan klub sepakbola putri yang menonjol. Yaitu BP (Jakarta), Putri Priangan (Bandung), Putri Mataram (Yogyakarta), Putri Saburai (Tanjung Karang), Putri Srikandi (Semarang), Putri Setia aan Putri Sakti (Surabaya), dan Putri Pardedetex (Medan). Di Malaysia, "baru tiga tahun lalu masyarakat dapat menerima kehadiran sepakbola wanita," kata Shamdin Yusuf, pelatih LFAM. "Kini, kami tiap tahun memperebutkan piala kerajaan yang diberi nama Tim Syarifab Rabiah Cup." Pandangan orangtua terhadap putrinya yang memilih cabang sepakbola, di Malaysia, juga sudah berubah. "Ibu saya memang tidak menggalakkannya. Tapi membenarkan," kata Siti Zainuniah Akib dari LFAM. Ia sekarang siswa tingkat VI sekolah lanjutan (setingkat kelas III SMA) di Kuala Lumpur, dan akan berhenti main sepakbola bila berumah-tangga nanti. Di Singapura, sepakbola wanita dirintis sejak 1967, walau baru bisa diterima masyarakat untuk jadi tontonan tiga tahun lalu. Tapi WFAS sudah jadi juara III dalam Turnamen Sepakbola Putri Asia di Taipeh, 1977. Di kawasan ini yang maju adalah Taiwan dan Muangthai. Dalam turnamen segitiga di Jakarta, WFAS dan LFAM gagal menyingkirkan BP. "Wasit tidak adil," kata M.K. Mydeem, ofisial WFAS. Pertandingan yang dipimpin wasit Djafar Umar (Indonesia) memang terasa berat sebelah. Bermain seri lawan Malaysia (2-2) dan menang dari Singapura (2-1), BP menjadi juara segitiga itu dalam memeriahkan hari ulang tahun ke-30 Korps Cacat Veteran Republik Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus