Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gianluigi Buffon menyambut hangat simpati yang diulurkan gelandang Barcelona, Ivan Rakitic, sebelum berlaga di markas Juventus dalam Liga Champions Eropa, Rabu pekan lalu. Rakitic ikut sedih karena Italia tak lolos ke putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia. "Buffon dihormati banyak pemain. Rasanya menyedihkan dia kehilangan kesempatan terakhirnya berlaga di Piala Dunia," kata Rakitic.
Rakitic, yang akan memperkuat Kroasia di Piala Dunia, berharap bisa melihat Buffon tampil di sana. "Jika memungkinkan, aku ingin memberinya posisiku di tim nasional," ujarnya, seperti ditulis ESPN.
Buffon, 39 tahun, menanggapi Rakitic dengan canda. Ia merasa masih bisa bermain sebagai kiper. "Tapi mengisi posisimu sebagai pemain tengah untuk Kroasia rasanya bukan ide yang bagus," kata Buffon dalam akun Twitternya.
Simpati terus mengalir kepada Buffon setelah Italia ditahan imbang tanpa gol oleh Swedia dalam laga kedua playoff, Selasa dua pekan lalu. Swedia melenggang ke Rusia setelah mengantongi kemenangan 1-0 di kandang. Ini kegagalan pertama Italia dalam 60 tahun terakhir. Italia pernah gagal ke Piala Dunia 1958 di Swedia.
Tangis Buffon di lapangan Giuseppe Meazza, Milan, menjadi akhir pahit 20 tahun kariernya di Gli Azzurri-julukan Italia. Buffon adalah pemain yang paling sering membela Italia. Sejak debut pada 1997, ia sudah 175 kali bermain untuk Italia. "Ia adalah legenda, salah satu yang terbaik di dalam dan di luar lapangan," tutur penyerang Jerman, Lukas Podolski.
Buffon sudah lima kali tampil di Piala Dunia. Ia menjadi salah satu pemain kunci ketika Italia meraih gelar juara keempatnya pada Piala Dunia 2006 di Jerman. "Aku meminta maaf kepada semua pendukung sepak bola Italia. Kami gagal memenuhi target dan ini adalah penyesalan terbesarku," ujarnya.
Pemain datang silih berganti di tim nasional, tapi Buffon tetap menjadi pilihan utama pelatih Gian Piero Ventura di bawah mistar gawang. Kegagalan Buffon seperti memperkeruh pamor sepak bola Italia yang merosot. Media Italia bahkan mengecam keras buruknya penampilan tim nasional. Masalah yang kerap merundung liga domestik Serie A, termasuk pembinaan pemain muda, dinilai menjadi penyebab terbesar Italia terpuruk. "Italia, ini adalah kiamat," demikian berita utama Gazzetta dello Sport.
Ventura, 69 tahun, yang menggantikan Antonio Conte pada Juni 2016, membela diri dengan menyatakan catatan rekornya merupakan yang terbaik dalam 40 tahun. "Aku hanya kalah dua kali dalam dua tahun," katanya. Tapi Federasi Sepak Bola Italia langsung memecatnya meski Ventura masih memiliki kontrak hingga 2020.
Penampilan buruk Italia menjadi perhatian khusus Menteri Olahraga Luca Lotti. Menurut dia, sudah waktunya kompetisi dan pembinaan pemain di Italia dibenahi. "Semua yang ada di Serie A, dari level pemain muda sampai senior, perlu direvisi."
Sekitar dua dekade lalu, Serie A menjadi barometer kompetisi profesional dunia dengan klub-klub yang berisi talenta hebat. Serie A menjadi pilihan pemain seperti Diego Maradona, Michel Platini, dan Marco van Basten di puncak kariernya. Prestasi pemain legendaris seperti Ronaldo, David Trezeguet, Gabriel Batistuta, dan Cafu juga meroket di Italia.
Serie A menggembleng gelandang serang asal Brasil, Kaka, hingga dia sukses menggondol Ballon d’Or saat memperkuat AC Milan pada 2007. Namun itulah terakhir kali ada pemain Serie A yang merebut gelar pemain terbaik dunia. Setelah itu, Ballon d’Or menjadi rebutan Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, dua rival lama yang sama-sama bermain di La Liga Spanyol.
Para pemain terbaik, bahkan dari Italia sendiri, memilih kompetisi yang lebih baik di negeri orang. Pelatih-pelatih Italia beremigrasi. Pertandingan di Serie A tak seramai dulu. Stadion-stadion rapuh dimakan usia karena sebagian besar terakhir kali direnovasi menjelang Piala Dunia 1990. Dari enam tim raksasa Serie A-Juventus, AC Milan, Internazionale, Roma, Lazio, dan Napoli-cuma Juventus yang memiliki stadion baru.
Kemerosotan sepak bola Italia dimulai saat pecah skandal pengaturan pertandingan "Calciopoli" di Serie A yang mengguncang dunia pada 2006. Juventus dihukum turun ke Serie B, sementara AC Milan, Fiorentina, dan Lazio dikenai sanksi pengurangan poin. Dua gelar juara liga yang diraih Juventus bahkan dicabut dan klub itu dilarang tampil di Liga Champions Eropa. Sejumlah pemain bintang Juventus, seperti Zlatan Ibrahimovic dan Patrick Vieira, memilih pergi ke Inter Milan. Fabio Cannavaro hijrah ke Real Madrid, sementara Adrian Mutu makin moncer setelah bergabung ke Fiorentina.
Namun, saat dirundung kasus tersebut, Italia yang ditangani Marcello Lippi justru menjuarai Piala Dunia 2006 dengan mengalahkan Prancis di final. Dua tahun kemudian, di bawah kendali Roberto Donadoni, Italia pergi ke Euro dengan tim berisi sebagian besar mantan anggota juara Piala Dunia. Italia menjadi tim tertua dengan pemain berusia rata-rata 30 tahun. Spanyol, tim paling muda dengan usia rata-rata pemain 26 tahun, melibas Italia di perempat final.
Kesalahan serupa kembali dilakukan Lippi. Pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, alih-alih membawa tim dengan talenta muda, ia masih mengandalkan para veteran 2006. Cannavaro, yang sudah berusia 36 tahun, bahkan ikut dibawa. Italia membayarnya dengan mahal, menjadi juru kunci penyisihan grup dan gagal lolos ke babak selanjutnya.
Sejumlah media Italia melansir alasan utama kegagalan Italia, yakni penunjukan Gian Piero Ventura sebagai pelatih Italia pada tahun lalu. Ketika Antonio Conte meninggalkan posisinya untuk menangani Chelsea, Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) memang tak punya banyak pilihan sebagai penggantinya. FIGC kemudian menunjuk Ventura, yang kurang pengalaman internasional. Bahkan prestasi terbaiknya cuma membawa Lecce menjuarai Serie C 1995/1996.
Untuk memulihkan citranya sebagai kiblat sepak bola dunia, Italia perlu memperbaiki pembinaan pemain muda. Andrea Barzagli dan Daniele De Rossi, yang memperkuat Italia di Piala Dunia 2006, juga ingin gantung sepatu. Bek veteran Giorgio Chiellini pun menimbang untuk mundur. Pemain berusia 33 tahun itu mengatakan kegagalan lolos ke Piala Dunia menjadi noda terburuk dalam sejarah sepak bola Italia. "Momen seperti ini harus dipakai untuk merancang ulang tim," ujar Chiellini.
Pilihan termudah sebagai pengganti Buffon adalah kiper AC Milan, Gianluigi Donnarumma, 18 tahun. Buffon mendukung Donnarumma, yang dulu pernah diincar Juventus. "Sudah tepat jika tim nasional kita punya kiper seperti Donnarumma," katanya, seperti ditulis Goal.
Leonardo Bonucci menjadi bek paling senior setelah Barzagli dan Chiellini pensiun. Tapi ada pemain muda, seperti Daniele Rugani, Alessio Romagnoli, dan Mattia Caldara, yang bisa menggantikan mereka. Adapun di lini depan ada winger Lorenzo Insigne, Stephan El Shaarawy, serta penyerang Ciro Immobile dan Andrea Belotti.
Di lini tengah, Marco Verratti digadang-gadang menjadi pengganti Andrea Pirlo, yang kerap menjadi tolok ukur playmaker Italia. Musim lalu, akurasi operan Verratti mencapai 88 persen. Mengaku punya gaya bermain yang berbeda, Pirlo tertarik pada kemampuan gelandang Paris Saint-Germain berusia 24 tahun itu. "Verratti adalah masa depan sepak bola Italia dan Eropa," katanya, seperti ditulis Football Italia.
Italia masih punya jalan panjang untuk berbenah. Pekerjaan rumah terbesarnya adalah persiapan kualifikasi Piala Eropa 2020, yang digelar Maret tahun depan. "Aku mungkin tak akan di sini," kata Chiellini tentang peluangnya menjadi kapten tim nasional.
Gabriel Wahyu Titiyoga (AP, The Guardian, USA Today, Bleacher Report)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo