WADUK Gajah Mungkur ternyata tak hanya untuk irigasi dan
menjinakkan banjir--juga memacu kegiatan olahraga. Begitu waduk
diresmikan Presiden Soeharto November tahun lalu, segera
berlangsung lomba lari maraton diikuti atlet nasional dan
daerah. Menyusul lomba sepatu roda kawasan Ja-Teng dan lomba ski
air.
Hari Minggu 7 Maret lalu, 96 pembalap dari berbagai klub di
Jawa dan Bali datang ke waduk untuk unjuk kekuatan. Jalan
melingkar mengelilingi waduk yang indah sepanjang 110 km
dijadikan arena balapan.
Begitu lepas dari garis start di Monumen Gajah Mungkur, para
pembalap terpaksa merayap di jalan berpasir sepanjang 3 km yang
tidak pernah dilalui kendaraan umum. Lepas dari jalan milik
proyek Waduk Wonogiri itu, para pembalap meluncur di jalan yang
memang sepi.
Di kanan para pembalap, sampai jarak 25 km terhampar bukit-bukit
cadas yang kering kerontang. Di kiri membentang waduk yang
sengaja dibangun untuk menjinakkan amukan Bengawan Solo.
Perahu-perahu kecil kelihatan mengapung. Mengayuh terus menuju
selatan, pada km 50, jalan mulai menjauhi pinggiran waduk, terus
menuju Kota Wonogiri di km 90, dan berputar kembali ke Monumen
Gajah Mungkur.
Atlet Pelatnas dengan 14 pembalap menyemarakkan perlombaan nomor
perorangan. Mereka berlomba dengan serius, bukan untuk merebut
piala setinggi 2 meter dari Menteri PU, tetapi menjajagi
persiapan untuk kejuaraan balap sepeda Asia 7-11 April dan Asian
Games Desember mendatang.
Sutiono, atlet Pelatnas dengan pengalaman internasionalnya, baru
kali ini mencoba sirkuit Wonogiri, dan keluar sebagai juara
pertama. Waktunya 3 jam, 06 menit, 28 detik. Ia ditempel ketat
Moch Yusup dan Franky van Aert keduanya dari Pelatnas dengan
waktu sama 3.06.29. Sampai urutan ke-7 semua diborong atlet
Pelatnas.
Yang berhasil membawa pulang piala Menteri PU, klub Sangkuriang
Bandung dengan pembalap yang juga tak asing, seperti Enceng
Durachman, Johny Harun, Munari Saleh dan Ajat Sudrajat.
Sangkuriang datang ke Wonogiri dengan 6 regu, di antaranya 5
regu terdiri dari "orang-orang pemula". Juara regu kedua, klub
Sunan Giri Jakarta dan yang ketiga klub pendatang baru Pusaka
Putih Sukoharjo.
Sirkuit ini ternyata dipuji banyak pelatih. Ihun Kusnadi, 40
tahun, bahkan menyebut, rute ini tak kalah dengan rute kejuaraan
dunia. Ada tanjakan dan turunan yang baik. "Medan ini luar biasa
bagusnya," puji Ihun.
Edwan Siagian, 30 tahun, pelatih klub Kebayoran Jakarta menyebut
alam yang indah itu sangat mendukung. Sedang Harry Sapto, 30
tahun, pimpinan Proyek Pelatnas Balap Sepeda, menyebut arena ini
uk kalah dari lintasan SEA Games di Manila.
Sutiono sendiri--dan juga atlet Pelatnas lainnya--mengakui
sirkuit Wonogiri ini enak. Tapi ia lebih senang karena penduduk
di sekitar sana jarang dan lalu lintas tidak ramai. Ini membuat
keamanan lebih terjamin. Akan halnya keindahan alam, "yah,
menyenangkan juga dilihat setelah capek," kata Sutiono.
Tetapi kritik untuk sirkuit ini juga ada. Harry Sapto menyebut
ada jalan rusak dan banyak lubang. Ihun mengkritik banyaknya
pasir yang menyebabkan atlet asuhannya tak bisa mengembangkan
kecepatan maksimal. Ini semua diakui Drs. Amandi Sayidiman,
Pengurus Pengda ISSI Ja-Teng yang juga Pimpinan Perlombaan. "Ada
bencana tanah longsor di sekitar Nguntoronadi sepanjang 5 km
yang membuat sirkuit bopeng," katanya.
Apa target tim Pelatnas dari perlombaan Wonogiri ini? Tampaknya
memang hanya untuk mengukur sejauh mana kesiapan tim ini terjun
di Bangkok, April nanti. Sutiono sendiri mengaku sudah siap 75
persen sejak di-TC-kan Februari lalu.
Tetapi Bangkok, menurut Harry Sapto tidak begitu penting. "Di
sana hanya untuk mengukur kekuatan buat target Asian Games,"
kata Harry, usahawan muda di bidang kontraktor, yang sepenuh
waktunya tercurah pada Pelatnas ini semata-mata karena
menyalurkan hobinya. Ia kelihatan yakin pada kemampuan Sutiono
cs di Bangkok nanti. Soalnya saingan kuat seperti RRC, Jepang
dan Korea agak terhalang berlatih dalam bulan-bulan terakhir ini
karena musim dingin. "Harapan baik untuk road race. Untuk kelas
track memang masih perlu banyak latihan, saya akan mencoba untuk
membina terus," lanjut Harry Sapto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini