Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sekaranglah, Ya, Tuhan

Profil Ali Sofyan Siregar, 29, juara maraton Indonesia pada Sea Games XIV. Lomba yang paling ganas & menyiksa disaat Jakarta sedang kemarau panjang. Saingan beratnya Phillips dari Burma.

26 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAPASNYA masih ngos-ngosan. Keringat mengalir di wajahnya yang cekung, membasahi celana dan singlet putihnya. "Saya sudah mengikuti SEA Games sejak 1981, tetapi inilah yang paling berat," kata Ali Sofyan Siregar sembari mengelap peluh. Ia baru saja menembus garis finis dalam 2 jam 31 menit 58 detik, jauh di bawah rekor SEA Games punya pelari Filipina, Jimmy Dela Torre, yang 2 jam 25 menit 50 detik. Dari seluruh pertandingan SEA Games, agaknya maraton inilah lomba yang paliing ganas dan menyiksa. Kemarau panjang yang membakar Jakarta ternyata telah menggagalkan usaha Ali Sofyan yang berusia 29 tahun itu untuk tidak hanya memanen emas tetapi juga menumbangkan rekor. "Waktu saya melewati kilometer 40 dan mobil Seiko di depan saya menunjukkan 2 jam 23 menit saya sudah tahu tak bakalan ada rekor baru. Saya tinggal berdoa kepada Tuhan supaya bisa mencapai finis dan merebut emas," ujarnya. Ketika pistol start berdentam pukul 6 pagi di Stadion Madya, Minggu pagi lalu, pelari Burma, Phillips, langsung memimpin di depan, menarik lima pelari dari tiga negara yang mengapung di belakangnya. Pertarungan dimulai dengan sangat hati-hati. Phillips, 21 tahun, terus memimpin. Di belakangnya, sekitar lima puluh meter, teman senegaranya, Khin Soe, yang sudah berusia 39 tahun membayangi, dengan Ali Sofyan dan Suharyanto menempel di ketiaknya. Agak jauh di buntut, dua pelari Muangthai, Choochart Sihawong dan Sirirat Sangviroon, berjuang untuk tidak terlalu jauh tertinggal. Keenam pelari itu terus mengayunkan kaki. Setelah berada di depan gedung BDN di Jalan Thamrin pada km 21, Ali mendesak ke depan dan menempel pelari Burma itu. Mulai dari titik ini pertarungan ketat, pada mengambil oper pimpinan. Titik balik untuk Ali Sofyan berada di dekat kolong Jembatan Semanggi, ketika Phillips tiba-tiba membungkuk dan menekan perutnya beberapa kali. Sebuah sepeda motor hampir menyeruduknya dari belakang. "Sekaranglah, ya, Tuhan," begitu bisik Ali dalam hati, saat dia mendengar kabar buruk tentang saingannya itu dari sang istri, Ice Magdalena, yang datang menghampiri. Ali melintasi jarak 25 kilometer dalam 1 jam 27 menit 40 detik. Di pos air ini ia mereguk air tawar sambil menoleh ke belakang, melihat Phillips yang tercecer sekitar 100 meter. Dari jauh pelari Burrna itu kelihatan seperti perunggu yang hangus. Matahari memang mulai membakar. Tidak itu saja. Lalu lintas di Jalan Gatot Subroto pun mulai mengganas. Panas matahari dan gas buangan mobil bersatu menyiksa pelari. Di pos minum dan guyur itu, karena terlalu panas Ali mencopot sepatunya dan melemparkannya begitu saja. Ice Magdalena dan abangnya memungut sepatu itu. Phillips tidak mudah ditaklukkan. Di Kuningan, ketika kedua pelari bisa bernapas lega karena naungan pohon akasia, Phillips bisa menyodok dan membelakangi Ali. Tetapi itulah yang terakhir. Selebihnya Ali yang berkuasa, mencapai finis lebih dulu dan membuktikan dialah pelari maraton terkuat Indonesia. "Saya tak bisa menceritakan bagaimana sakitnya sengatan matahari. Belum lagi asap mobil. Sudah bertahun-tahun saya lomba maraton, tak pernah sepanas ini," ujar Ali di kamar pemeriksaan doping. Hampir satu jam lamanya dia menunggu di kamar itu bersama istrinya sambil menenggak air. Ini siksaan lain baginya, karena air seninya belum juga bisa keluar. "Begitu keluar, seperti teh," katanya. Kemenangannya yang sekarang berbeda dengan yang di Bangkok tahun 1985. "Yang ini lain. Di sini saya lari di depan masyarakat saya sendiri. Sekalipun pada mulanya pahit karena mereka sempat menyoraki saya, mengejek saya. Biarin. Mereka memang begitu. Saya sendiri malah memberi emas buat mereka."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus