Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Seluncur Es Menyasar SEA Games

Berawal dari mengikuti olahraga rekreasi, para atlet olahraga ice skating Indonesia berburu prestasi. Olahraga yang tergolong mahal.

27 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gerakan Savika Refa Zahira terlihat anggun saat meluncur cepat, berputar, dan berpilin di atas landasan es. Dia mempraktikkan program—rentetan gerakan terstruktur yang dilakukan atlet figure skating—mengikuti irama lagu berdurasi dua setengah menit. Bergantian dengan tujuh rekannya, selama sekitar satu jam Savika beraksi di arena es BX Rink, Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, yang bersuhu sekitar 15 derajat Celsius. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Savika beberapa kali berhasil melakukan trik putaran ganda saat melompat. Dua kali dia menunaikan gerakan Biellmann, trik populer dalam figure skating berupa teknik meluncur sambil menarik satu kaki yang terentang dari arah belakang tubuh hingga mendekati kepala. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Remaja putri 15 tahun itu ternyata tidak puas. Setidaknya tiga kali dia tergelincir dan jatuh kala beraksi. “Ada beberapa gerakan yang tak sempurna, harus diperbaiki- lagi nanti,” kata Savika kepada Tempo, Selasa, 9 April lalu. 

Arena es untuk berseluncur alias ice rink masuk jadwal kunjungan rutin Savika sehari-hari setelah sekolah dan bimbingan belajar mandiri di rumah. Dia bahkan tak mengendurkan porsi latihannya meski tengah menjalani ujian di Sekolah Menengah Pertama Al-Azhar, Kemang, Jakarta Selatan. 

Ditemani sang ibu, Iris Purwandari, Savika mengikuti latihan yang biasanya selesai pukul 10 malam. Sempat kewalahan, ia kini terbiasa dengan jadwal padatnya. “Pihak sekolah juga tahu saya main ice -skating,” ucap Savika. 

Savika berkenalan dengan seluncur es sembilan tahun lalu, kala diajak orang tuanya bermain di Mal Taman Anggrek, Jakarta. Dia menjadi keranjingan meluncur dan serius berlatih. Savika pun memilih figure skating—seluncur es bebas yang mengombinasikan kecepatan, refleks, dan kelenturan tubuh serta koreografi tarian. 

Selain menikmati meluncur, Savika kesengsem oleh gaya para atlet figure skating yang dinilainya keren. “Saya tertantang mencoba gerakan seperti mereka,” tutur Savika, yang menjadi satu-satunya wakil Indonesia dalam Junior Grand Prix di Bratislava, Slovakia, pada Agustus 2018. 

Savika pun menekuni olahraga yang terbilang langka di Indonesia itu. Olahraga ini lebih didominasi atlet dari negara yang memiliki musim dingin, antara lain Amerika Serikat, Rusia, Kanada, dan negara-negara Eropa. Di Asia, ada atlet dari Jepang, Korea Selatan, dan Cina yang menjadi langganan kompetisi tingkat internasional.  

Popularitas olahraga ini di Indonesia terus meningkat. Gelanggang Sky Rink di Mal Taman Anggrek, yang dibangun pada 1996, menjadi fasilitas seluncur es permanen dalam ruangan pertama di Indonesia. 

Selain di BX Rink, arena seluncur ada di Gardenice Rink, Paris Van Java Mall, Bandung; dan Oasis Centre Arena, AEON Mall Jakarta Garden City, Cakung, Jakarta Timur. Oasis Centre Arena kini menjadi gelanggang seluncur terbesar di Indonesia dengan arena berukuran standar Olimpiade. 

Di luar empat arena permanen itu, sejumlah fasilitas seluncur sementara dibangun di pusat belanja kala musim liburan panjang. “Dulu cuma rekreasi, sekarang olahraga ini berkembang pesat dan makin banyak yang main,” ucap pelatih ice -skating, Bong Agus Nugroho. 

Seluncur es awalnya bernaung dalam Indonesia Skating Council, yang menginduk ke Persatuan Olahraga Sepatu Roda Indonesia. Dua tahun lalu, Federasi Ice Skating Indonesia diresmikan dan menjadi anggota Komite Olimpiade Indonesia serta International Skating Union. 

Ice rink kini tak cuma menjadi sarana bermain yang selalu ramai terutama oleh anak-anak. Atlet muda bertalenta bermunculan. Indonesia bahkan untuk pertama kalinya ditunjuk menjadi tuan rumah kejuaraan tingkat Asia pada 2017. Turnamen Skate Asia yang digelar di BX Rink itu diikuti- lebih dari 300 peserta dari 10 negara.

Seluncur Es Menyasar SEA Games/TEMPO/Prima Mulia

Nama Indonesia pun bergaung dalam Universiade, yang digelar di Krasnoyarsk, Rusia, awal Maret lalu, berkat Tasya Putri- Permatasari Setiabudiawan. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, tersebut menjadi satu-satunya wakil Indonesia dalam turnamen antar-mahasiswa sedunia itu. 

Mengenal ice skating dan berlatih sejak berusia tujuh tahun, Tasya mendominasi berbagai kompetisi lokal sejak 2008. Dia pun malang-melintang di berbagai kompetisi internasional. Tasya bahkan berlaga dalam Asian Winter Games di Sapporo, Jepang, pada 2017. “Keluarga selalu mendukung untuk ikut kejuaraan dan latihan di mana pun,” kata Tasya pada Kamis, 11 April lalu. 

Tasya menilai dunia ice skating Indonesia berkembang pesat. Para atlet muda lebih mudah menguasai teknik meluncur. Meski demikian, masih terlalu sulit bagi Indonesia untuk mengejar negara-negara jagoan ice skating di Asia seperti Jepang dan Korea Selatan, apalagi Amerika Serikat dan Rusia. “Kita terlambat dari segi teknik dan ilmu,” ujarnya. “Tapi sekarang federasi sering mendatangkan pelatih dari luar negeri. Jadi ada transfer ilmu.”

Kemampuan fisik dan durasi latihan juga berpengaruh besar terhadap penampilan atlet figure skating. Para atlet harus mampu meluncur nonstop hingga empat menit sambil meloncat, berputar, dan menari. Gerakan-gerakan berisiko tinggi itu bisa diasah dengan berlatih di bawah pelatih yang memiliki spesialisasi loncatan atau putaran. “Kalau di sini, latihan biasanya bercampur,” ucap Tasya, yang pernah berlatih di Amerika Serikat dan Malaysia. 

Selesai mengikuti Universiade, Tasya, yang menjadi atlet profesional sejak 2014, berfokus pada turnamen nasional. Musim kompetisi internasional baru dimulai pada Juli nanti. Dia juga mengincar posisi di tim nasional ice skating yang akan berlaga dalam SEA Games di Filipina akhir tahun nanti. “Sekarang latihan pribadi dulu,” tuturnya. 

Federasi Ice Skating Indonesia (FISI) memasang target lebih tinggi di Filipina. Saat ice skating pertama kali dipertandingkan dalam SEA Games, yakni pada 2017 di Malaysia, Indonesia memboyong satu medali perak dan sekeping perunggu. “Untuk 2019, kami berharap mendapat dua medali emas dan satu perak,” kata Ketua Umum FISI Susan Herawati. 

Adapun Savika Refa Zahira ingin berlaga sekali lagi di Junior Grand Prix tahun ini sebelum menjajal berkompetisi dengan para skater senior. Dalam kejuaraan nasional di Oasis Arena, 13-14 April lalu, dia menempati peringkat kedua. “Kalau masuk dua besar, bisa otomatis dapat tiket ke Junior Grand Prix,” ujarnya.

Savika juga memburu mimpinya menjadi atlet Indonesia pertama yang bisa tampil dalam Olimpiade Musim Dingin, yang pada 2022 akan digelar di Beijing, Cina. “Saya perlu memperbanyak waktu latihan,” tuturnya. 

Menjadi atlet figure skating membutuhkan kerja keras dan investasi besar. Apalagi figure skating tergolong olahraga termahal. Ongkos latihannya saja, seperti dilaporkan situs Money, mencapai US$ 50 ribu atau sekitar Rp 700 juta per tahun. 

Bagi para orang tua, seperti ayah dan ibu Savika, hal itu berarti memerlukan perencanaan keuangan yang serius. Mereka berhadapan dengan olahraga yang membutuhkan ongkos besar. Selain mengikuti sesi khusus (boot camp) di luar negeri, Savika menjalani latihan bersama sejumlah pelatih lokal. Ongkosnya berkisar Rp 600 ribu-1 juta per jam. “Setiap hari setidaknya dua jam berlatih,” kata Iris Purwandari. 

Ketika berkompetisi di luar negeri, Savika sudah terbiasa hanya ditemani rekan dan pelatihnya. Iris terakhir kali menemani Savika di negeri orang ketika sang putri menjalani latihan di Andorra, Eropa Barat. “Ini bagian dari usaha mengirit. Toh, uangnya bisa untuk latihan,” ucap Iris. 

Biaya mahal lain datang dari kostum untuk kompetisi. Dirancang khusus agar kuat dan lentur, kostum yang dilengkapi jalinan butiran kristal itu bisa dihargai Rp 5 juta. Adapun harga sepatu luncur, termasuk bilah besi yang bisa dibeli terpisah, lebih dari Rp 10 juta. 

Untuk memenuhi biaya latihan tahun ini, keluarga Savika berinisiatif mengumpulkan donasi lewat situs Destination-forward.com. Mereka membutuhkan sekitar US$ 32 ribu atau kira-kira Rp 449 juta agar Savika bisa menjalani latihan dengan program yang lebih baik di luar negeri. “Cukup berat untuk kami tanggung sendiri,” tutur Iris. 

GABRIEL WAHYU TITIYOGA, ANWAR SISWADI (BANDUNG)

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus