Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sepuluh Wanita Jagoan

Tim pendaki gunung ekspedisi Alpen Wanita Indonesia berhasil menaklukkan tujuh puncak pegunungan Alpen. Memanjat pada jalur sulit, yang dimaksudkan sebagai ajang sebelum mendaki Mount Everest.

7 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIM pendaki gunung Ekspedisi Alpen Wanita Indonesia, yang berkelana selama sebulan, menaklukkan tujuh puncak gunung di lima negara Eropa (Austria, Swiss, Italia, Jerman Barat, dan Prancis) tiba di Jakarta, Kamis pekan lalu. Wajah anggota regu yang dipimpin Santinalia, mahasiswi Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Trisakti, itu tampak cerah, pertanda ekspedisi mereka tak sia-sia. Maka, Menteri P & K Fuad Hassan menyempatkan diri menyambut kedatangan mereka di Bandara Soekarno-Hatta. "Prestasi seperti ini yang seharusnya dibuat mahasiswa kita," ujar Fuad memuji keberhasilan tim. Prestasi yang dicapai kesepuluh mahasiswi ini memang bukan prestasi sembarangan. Tujuh puncak pegunungan Alpen Mont Blanc (4.807 m), Monte Rosa (4.633 m), Gran Paradiso (4.061 m), Pressenta (3.609 m), Kleineglockner dan Grossglockner (masing-masing 3.783 m), serta Zugspitze (2.962 m) -- yang mereka panjat bukanlah puncak-puncak yang gampang didaki. Apalagi pendakian ini dimaksudkan sebagai ajang sebelum tim mendaki Mount Everest (8.848 m) pada 1993. Keberhasilan ini merupakan sukses kedua tim wanita Indonesia. Pada 1987, regu pendaki gunung wanita kita menaklukkan puncak Imja Tse (6.160 m), Nepal. "Atas dasar prestasi itulah muncul ide mendaki tujuh puncak Alpen ini," ujar Dwi Astuti, Ketua Yayasan Putri Himalaya Indonesia. Tiga dari tujuh pendaki Imja Tse (Santinalia, Indria Dewayanti, dan Amalia Yunita) bahkan ikut memperkuat tim Ekspedisi Alpen Wanita Indonesia. Setelah menaklukkan tujuh puncak Alpen, kata Astuti, pendaki-pendaki gunung wanita kita maunya langsung mendaki Mount Everest. Tapi, Dinas Pariwisata Nepal memberi izin pendakian untuk 1993. Maka, mereka bentuk Yayayan Putri Himalaya Indonesia agar tekad pendakian Mount Everest tak pupus. Meski menunggu empat tahun, persiapan menaklukkan Mount Everest sudah dilakukan sejak November 1988. Sebanyak 25 pendaki gunung wanita, yang berdomisili di Jakarta, dipersiapkan untuk mendapatkan sepuluh pendaki Mount Everest. Tiga bulan pertama, latihan dilakukan empat kali seminggu. Antara lain climbing wall, memanjat dengan tali, dan latihan keterampilan di Citatah, Jawa Barat. "Untuk melakukan simulasi tidak mungkin, karena satusatunya gunung yang berselimut salju di Indonesla hanyalah Cartenz," kata Astuti. Maka, untuk membiasakan diri dengan udara dingin, calon pendaki dipaksa bangun pukul 2 dinihari, lalu latihan. Masuk triwulan kedua, frekuensi latihan ditingkatkan menjadi lima kali seminggu. Dua bulan terakhir menjelang pendakian Alpen, Juli dan Agustus, latihan dilakukan setiap hari. Untuk latihan ketahanan mental dan disiplin, mereka digembleng di Group I Kopassus, Serang, Jawa Barat. Keberhasilan mendaki tujuh puncak Alpen, yang menelandana sekitar Rp. 65.000.000, membuat pendaki-pendaki gunung kita, yang tergabung dalam Yayasan Putri Himalaya Indonesia, optimistis bisa mendaki Mount Everest. Karena itu, rencana kegiatan untuk tahun depan sudah mereka persiapkan. Menurut Nico Woworuntu, penasihat tim pendaki gunung wanita, cewek-cewek ini bertekad mendaki salah satu puncak Himalaya, Chulu West (6.625 m), Maret tahun depan. Lalu, Oktober 1990, pendaki-pendaki gunung wanita ini bersama tim Nepal akan melakukan ekspedisi menaklukkan puncak Annapurna South atau Barutse, yang masing-masing tingginya lebih dari 7.000 m. "Latihan itu dimaksudkan agar mereka terbiasa dengan ketinggian di atas 7.000 m ," ujar Nico. Tampaknya pendaki gunung wanita ini tidak mau kalah dengan pendaki pria -- yang memanjat puncak Pumo Ri (7.145 m), juga di Pegunungan Himalaya, April 1988. RN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus