ADA yang menarik pada peringatan Hari ABRI yang lalu, selain gelar pasukan dan demonstrasi pesawat tempur. Yakni, Persatuan Sepakbola ABRI. Nama itu tiba-tiba saja jadi sorotan, karena kesebelasan tentara ini akan ikut kompetisi perserikatan. Dan jika berprestasi, ia akan melangkah lagi ke galatama, klub semiprof yang nasibnya semakin kembang-kempis lantaran setiap berlaga sepi penonton dan miskin mutu. PS ABRI di bawah bimbingan ketua umumnya, Mayjen. E.E. Mangindaan, diharapkan mendobrak kemandekan mutu galatama. Cita-cita pun sudah digantungkan: menjuarai sepak bola di Tanah Air. Optimisme itu muncul, kata Ketua Harian PS ABRI, Kol. I.G.K. Manila, karena timnya sudah memiliki disiplin tinggi dan fisik terlatih. PS ABRI sebenarnya bukan barang baru. Sudah dibentuk tahun 1984 untuk memenuhi kebutuhan menghadapi "duel" Wira Malindo (kompetisi olah raga Malaysia-Indonesia) tahun 1985. Pada kejuaraan setiap tahun itu, sampai kini masih berkedudukan 4-3 untuk kemenangan PS ABRI. Dari pengalaman berduel dengan Malaysia itu, muncul ide bagaimana kalau ABRI tak hanya mahir memegang senjata tapi juga jago bola. Niat itu disampaikan kepada pimpinan ABRI. Konkretnya, bagaimana kalau calon bintara ditambah sedikit persyaratan dengan kemampuan bermain bola. Pimpinan ABRI setuju. Maka, 700 orang Secaba (Sekolah Calon Bintara) tahun 1991 dites kemampuannya bermain bola. Terpilih 50 orang dengan perincian AD 14 orang, AL, AU, dan Polri masing-masing 12 orang. Dari jumlah tersebut, akan disaring lagi hingga tinggal 26 orang, pekan ini. Pelatihnya, tak tanggung-tanggung, adalah Polosin, asal Rusia, yang pernah mengantarkan PSSI menjuarai SEA Games Manila tahun lalu. "Ini rekrutmen yang baik sekali. Dan saya diberi kesempatan penuh untuk memilih pemain," kata Polosin. Mereka ditempatkan di Mabes ABRI Cilangkap, Jakarta Timur, yang memiliki dua lapangan sepak bola. Selama ini, setelah mengikuti kejuaraan, mereka dikembalikan ke daerah masing-masing. Sedangkan nantinya beda. Mereka tetap berkumpul. Sehari-harinya mereka ditempatkan dalam satuan pengawal. Dengan demikian, kariernya di ketentaraan tetap, dan faktor main bolanya ikut dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat. Kalau mereka berprestasi, kondite baik, dan disiplin juga bagus, bisa ikut ujian Secapa (Sekolah Calon Perwira). Soal imbalan juga diperhitungkan. Selain mendapat gaji sebagai anggota ABRI, juga ada uang pertandingan. "Bukan bonus, sebab itu malah merusak," kata Manila. Soal jumlahnya, kata Manila lagi, semua itu sudah ada indeksnya di ABRI. Pergi ke Bandung tentu berbeda dengan melawat ke Irian Jaya. "Pokoknya, bukan model sim salabim," kata Manila sambil tertawa. Semua seusai dengan anggaran yang sudah disetujui Dephankam maupun Bappenas. Jika sudah terjun di galatama, bagaimana dengan pemain yang berpangkat lebih tinggi? Apa ada tunjangan khusus? Juga bagaimana kalau pemain memasukkan gol? Aturan begini yang belum dirinci. Tapi, "Janji-janji seperti bikin gol dapat uang itu berbahaya sekali bagi ABRI," kata Manila. Yang rumit-rumit memang belum diatur tuntas. Tapi PS ABRI sudah menargetkan untuk bisa berbicara di Tanah Air. Target pada tahun pertama adalah menjuarai divisi II perserikatan wilayah Jakarta Barat (dipilih Jakarta Barat karena untuk wilayah Jakarta Pusat sudah diwakili PS AD, AL, dan Polri, sedangkan di wilayah Jakarta Utara ada PS Kopassus). Setelah itu, menampak ke divisi I, divisi utama, dan terakhir masuk ke klub galatama. Jadi, jika sesuai dengan rencana, PS ABRI baru akan masuk galatama setelah tiga tahun. Adalah tugas Polosin untuk mencapainya. Pelatih yang sudah menguasai bahasa Indonesia dengan lancar itu dikontrak tiga tahun dan digaji 2.000 dolar AS sebulan. Selain itu, ia dikontrakkan rumah di Cibubur untuk dua tahun senilai Rp 24 juta, plus fasilitas mobil Lancer berpelat tentara. "Biar saya bebas jalan-jalan dan polisi takut nangkap saya," kata Polosin berseloroh. Tahap pertama ia akan menggembleng dengan porsi latihan: pukul 06.00-08.00 latihan teknik, lalu bekerja di kantor, dan sore harinya pukul 15.00-17.00 latihan fisik. "Sore itu kami latihan mati-matian. Saya sekarang kerja seperti dokter. Pertama mendiagnosa, lalu saya baru menulis rencana kerja," katanya. Bagaimana stamina pemain? "Kalau dijawab serius, kurang. Masih harus disempurnakan. Kami harus kerja berat dan perlu waktu," kata Polosin kepada M.D. Ajie dari TEMPO. Misalnya, mereka masih belum bisa berlari cepat. Lalu, secara umum, setelah mengamati permainan yang ada, "Mereka sering main tidak pakai otak," katanya. Maksudnya, seorang pemain masih membuat pelanggaran yang tak perlu saat latih tanding. Walau begitu, Polosin menyukai anak asuhnya karena mereka mempunyai mental tinggi. Itu basis yang pokok. Sebab, untuk memenangkan kompetisi harus bermental tinggi. Disiplin di lapangan dan disiplin taktis adalah juga merupakan kunci. Bermodal itulah ia membawa PSSI menjuarai SEA Games. Karena itu, ia optimistis. Adakah proyek ini bakal semulus idenya? Beberapa orang meragukannya. Faktor pengganjalnya, dari 50 orang tadi banyak yang telah berusia 26 sampai 27 tahun, umur yang sulit dikembangkan. Lebih-lebih untuk proyeksi tiga tahun mendatang di galatama. "Kalau mau, mestinya sekarang juga harus ditandingkan di galatama, agar tidak mubazir," kata pelatih yang tak mau disebut namanya. WY, A. Reza Rohadian (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini