SUDAH berapa kali kita adakan Grand Prix",tanya seorang pembalap
senior. "Sudah yang ke-15 bukan" jawabnya sendiri. "Tapi mengapa
kita masih memakai peraturan yang 30 tahun ketinggalan?"
Pembalap itu tak lain adalah Derek Madradi, juara rally dan
juara lomba ketahanan mobil beberapa waktu yang lalu. Selama
tanggal 23 dan 24 Oktober, dua hari perlombaan, Derek lebih
aktif di pinggir sirkuit memasang mata mengamati berlangsungnya
acara perlombaan yang disebut Modified Touring Cat, pada hari
pertama perlombaan.
Kategori MTC atau "mobil yang dirubah sedemikian rupa" itu,
nampaknya menjadi pasal mengapa beberapa pembalap - termasuk
Derek -- mengundurkan diri. "Kalau Panitia menyebut-nyebut
peraturan FIA (Federasi Mobil Internasional) yang dipakai dalam
perlombaan G.P ke-XV ini, coba tunjukkan kalimat yang
menyinggung MTC itu", kata seorang peserta. "Yang dirubah
sedemikian rupa apakah termasuk penggantian seluruh mesin atau
perubahan body mobil dengan fiber-glass?" tambahnya. Keluarnya
peraturan yang pasti juga dirasakan sangat terlambat. Dalih
peraturan FIA itu "disesuaikan dengan keadaan Indonesia"
nampaknya kurang kuat menopang pengertian "Modified Touring
Car".
Kondisi Indonesia
Tapi nampaknya Panitia Balap (Racing Committee) bukan tidak
punya alasan. Mochtar Latif secara terus terang mengatakan bahwa
jika peraturan FIA hendak diturut 100 persen, "saya takut
perlombaan bisa batal", Ir. Wardiman yang juga anggota Panitia
Balap, mengemukakan adanya sementara peserta yang ingin merubah
peraturan supaya dia bisa ikut serta. "Saya tegas dalam hal ini.
Boleh saja dia ikut serta dengan penambahan kelas, tapi tidak
merubah peraturan yang sudah ada", katanya. Soal kwalifikasi
"mobil standar" atau "yang diubah" hampir selalu menimbulkan
interpretasi yang berlainan di antara peserta dan panitia dalam
sejarah balap di sini. Tapi diingatkan Mochtar, "kalau Panitia
harus mengikuti tata-tertib FIA sepenuhya, sirkuitnya saja tidak
memenuhi syarat". Sementara itu Wardiman menambahkan: "Kita
mengeluarkan peraturan balap dengan pedoman ketentuan FIA". Jadi
bukan peraturan FIA".
Rupanya kondisi Indonesia memang menuntut persyaratan
tersendiri. Kebijaksanaan Pemerintah untuk tidak mendatangkan
mobil bentuk-jadi (built in) keadaan sirkuit -- ingat untuk
memenuhi syarat pengamanan sirkuit Ancol membutuhkan 2300 ban
dan tong sepanjang tikungan-tikungan dan faktor promosi,
merupakan kondisi yang harus diperhitungkan dalam setiap balap.
Lain halnya dengan perlombaan Formula 11 yang bersifat khusus
Asia. Pembalap luar negeri setelah mengatasi kesulitan soal bea
cukai, nampaknya sepakat dengan pendapat Mac Donald: Sirkuit
Ancol cukupan. Tanpa banyak cincong ke-15 peserta meluncur dari
garis start menempuh 35 putaran sepanjang 156,45 Km. Graeme
Lawrence, favorit dari Selandia Baru, yang menggunakan Mach 76B
tercatat tidak meneruskan perlombaan pada putaran ke-6. Lomba
Formula yang pertama ini dimenangkan Mc Donald dengan "Ralt"
diikuti Albert Poon (Hongkong) dengan "Chevron" B29 dan G.B.
Swartz (Jepang) dengan Lola T460.
Dalam "Modified Touring Car" yang banyak dikritik sementara
pembalap panitia menempuh kebijaksanaan untuk menampilkan
beberapa kelas pemenang, sesuai dengan paraturan yang
ditentukan. Tapi Chepot, Aswin Bahar (keduanya dengan Honda
Civic) dan Sarsito S.A (Toyota Corolla) nampak bertahan di kelas
"pembalap pilihan".
Dalam motor G.P. Kanaya dengan Yamaha berhasil mempertahankan
supremasinya. Di samping itu RX 100 nampak khusus diproduksi
oleh Yamaha untuk kondisi balap di Indonesia. Beng Suswanto,
Embie dan Budyanto merupakan trio Yamaha yang belum ada lawannya
untuk kelas 100 cc.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini