UNTUK ketujuh kalinya regu bridge putra Indonesia membawa pulang
Piala Rebulida, lambang keunggulan bridge Timur Jauh. Pasangan
Ferdy Waluyanl Denny Sakul dan Hengky Lasut/Max Agouw dalam
turnamen bridge Timur Jauh (Far East Bridge Tournament 1982) di
Bangkok, di final Rabu pekan lalu menundukkan juara tahun lalu,
Taiwan, dengan 8-0.
Prestasi sekali ini agaknya paling mantap, karena Indonesia
berhasil meraih kemenangan lebih dari 80% (dari kemungkinan
100%), suatu rekor yang melampaui prestasi-prestasi sebelumnya.
Di perebutan piala Rebulida Indonesia tercatat pernah
memenangkannya pada tahun 1962, 1964, 1972, 1973, 1974 dan 1979.
"Di Tokyo (1979) kita sudah meraih kemenangan walau 1 session
masih harus dipertandingkan, sedangkan di Bangkok (1982 ini)
kemenangan kita sudah dipastikan 2 session sebelum berakhir,"
tutur Chef de mission, Amran 7.amzami, membanggakan prestasi
regu yang dibinanya itu.
Kemenangan Indonesia di kejuaraan bridge zone Timur Jauh yang
ke-25 ini dipetik selain dari dua Cina (RRC dan Taiwan),
Malaysia, Thailand, Filipina, Jepang dan Australia. Cuma sekali
Indonesia draw lawan Hongkong dan kalah tipis lawan Singapura
dan Selandia Baru. Sebagai juara, Indonesia akan menjadi wakil
zone untuk memperebutkan lambang supremasi bridge dunia, Bermuda
Bowl yang akan diperebutkan di Stockholm (Swedia) Oktober 1983.
"Regu Indonesia akan merupakan lawan berat bagi jagojago di
Stockholm," kata Alan Truscott, kolumnis bridge terkenal dari
The New York Times yang hadir sebagai komentator resmi di
Bangkok. Menurut Truscott, kekuatan regu Indonesia adalah
keberhasilannya dalam mengembangkan dan mempertahankan
partnership secara konsisten dan efektif.
Namun berdasarkan pengalaman kegagalan di perebutan Bermuda Bowl
di New York tahun lalu, ketua bidang pembinaan Gabsi, Amran
Zamzami, mengakui masih banyak kelemahan yang harus dibenahi.
Terutama stamina dan ketahanan bertanding setiap hari sejak
pukul 12.00 hingga 24.00 selama 12 hari di negeri dingin.
"Pemain Eropa di New York tahun lalu juga sampai batuk-batuk.
Untung pemain kita batuk-batuk cuma karena merokok. Tapi rasa
tanggung jawab dalam bidding dan tanggung jawab dalam permainan,
kekompakan antarpemain, antarpasangan dan dengan ofisial, dan
lain-lain masih perlu dibina," tutur Amran kepada TEMPO.
Rasa tanggung jawab untuk bidding dan permainan, menurut seorang
ofisial, belum sepenuhnya terlihat di Bangkok. Di ronde-ronde
awal, di Bangkok itu, misalnya, permainan regu Indonesia
terlihat kurang mantap sehingga sempat terduduk di urutan ke-4.
Pemain cadangan yang tidak seimbang dengan pemain inti, menurut
Amran, juga terasa di New York tahun lalu sebagai suatu masalah.
Karena itu Amran hendak menyelenggarakan pembinaan terpusat bagi
para master nasional yang qualified sebagai training-squad.
Dari mereka diharapkan nanti muncul pemain-pemain sekaliber
Ferdy Waluyan dan kawan-kawannya, terutama lewat permainan
sparring. Para calon pemain cadangan (para master nasional) itu
kelak akan diikutkan ke luar negeri (antara lain kejuaraan
invitasi di India Januari 1983) ataupun diajak menonton
pertandingan internasional, seperti yang sudah dialami Donny
Tuerah dan Munawar selama 3 tahun terakhir.
PROGRAM ini bukan khusus untuk para pemain pria saja. Pembinaan
untuk para pemain wanita selama ini juga tampaknya masih
terlampau kurang, sehingga kalah menyolok dari regu Filipina
(juara) di kejuaraan Bangkok. Nyonya-nyonya yang dikirim, yakni
pasangan W. SukandartT. Gunawan, D. Hartono/M. Sujarto dan D.
Suryosumarno/W. Sondakh, sebenarnya sudah cukup menguasai teknik
permainan bridge. Dalam seleksi di Jakarta Oktober lalu sebelum
ke Bangkok pasangan Sukandar/Gunawan bahkan menciptakan rekor
kemenangan lebih tinggi dari pasangan andalan pertama regu
putra.
Tapi kelemahan utama para pemain wanita di cabang olahraga otak
ini, yakni sering terganggu emosi, suatu ciri yang lazim
menghinggapi pemain bridge wanita. Bila kalah di satu papan,
terlalu lama mereka baru bisa menguasai perasaan
kecewa--terkadang sampai lewat 4 papan pertandingan. "Bukannya
memecahkan masalah dengan partner, tapi mereka membicarakan
kelemahan partner kepada orang lain," tutur Ketua Umum Gabsi,
H.N. Sumual.
"Kelemahan dasar para pemain putri harus dibenahi," tambah
Sumual. Kelemahan seperti ini pernah juga dialami pemain putra
di masa lalu (periode 1975 hingga 1978) sampai datang Amran
Zamzami (1979), tokoh bridge yang menerapkan cara berpikir dan
bertindak serba tegas kepada para pemain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini