ADA semacam trauma jika tim bulu tangkis Indonesia bertemu dengan Malaysia. Soalnya, dua kali bertemu dengan Malaysia di perebutan Piala Thomas, Indonesia selalu kalah. Di SEA Games Manila tahun lalu juga keok. Maka tak berlebihan jika ofisial Indonesia berharap tak usah bertemu dengan Malaysia. "Lebih baik menghindar," kata pelatih tunggal putra Indonesia, Indra Gunawan. Indra mungkin benar. Apalagi perebutan Piala Thomas 1992, dari tanggal 516 Mei ini, berlangsung di Kuala Lumpur. Jadi, selain faktor psikologis tadi, ulah penonton tentu sangat membahayakan. Malaysia memang mengidamkan Piala Thomas. Tahun 1958 lambang supremasi itu terlepas dari tangannya, dicuri Indonesia. Delapan kali secara berturut-turut piala itu berada di Indonesia. Tapi setelah Cina mengikuti turnamen ini, tahun 1982, piala itu direbut Cina. Dua tahun berikutnya giliran Indonesia yang membawa pulang. Tapi setelah itu sampai dengan 1990 Piala Thomas selalu di Cina. Sedangkan Malaysia cuma "kesenggol": menjadi finalis enam kali. Itu sebabnya Malaysia kali ini punya program lebih matang untuk merebut Piala Thomas. Antara lain mendatangkan pelatih dari Cina, Han Jian dan Cheng Changjie. Malaysia juga berusaha menjadi penyelenggara. Jadi tak berlebihan jika Malaysia ngotot. "Berapa pun hasilnya, kami harus menang," kata Gunalan. Memang, seperti yang ada dalam skenario: Indonesia menyerah 0-5 dari Cina. Ini partai mainmain yang cukup mengesalkan Malaysia maupun Cina. "Indonesia takut bertemu kami, karena itu mereka memasang pemain yang tidak seimbang," kata Gunalan. Tunggal utama Indonesia, Ardy, Allan, dan Hermawan memang tak diturunkan. Sebagai gantinya diturunkan Ricky Subagja, Rexy Mainaky, dan Bagus Setiadi. Apa yang dilakukan Indonesia sahsah saja. Begitulah strategi. "Di samping itu pemain utama sudah kecapekan dan perlu istirahat," kata wakil manajer tim Indonesia, Syamsul Alam. Lantas, Rudy Hartono menimpali, "Kalau kita turunkan pemain utama dan kemudian kalah, kan yang rugi kita sendiri." Jadi lebih baik menyimpan tenaga untuk semifinal. Dengan hasil ini, Indonesia bakal bertemu dengan Korea Selatan di semifinal. Malaysia harus menghadapi Cina. Malaysia diramalkan hanya akan menjadi "santapan malam". Walau begitu Cina tetap menganggap seluruh musuhnya punya kekuatan merata. "Rasanya sulit meraba kekuatan. Karena para pemain sudah sering bertemu dan mengetahui kelebihan masing-masing. Tidak ada lagi pemain yang super," kata manajer tim Cina, Hou Jiachang, merendah. Sementara itu, pelatih Korsel, Kim Suk Moon, tetap menganggap Indonesia layak diperhitungkan. "Tapi, rasanya lebih berat beretemu dengan Cina. Indonesia memang memiliki dua pemain tunggal yang tangguh, tapi tunggal ketiga dan dua gandanya rasanya masih bisa kami atasi," kata Kim Suk Moon optimistis. Dua tunggal tangguh yang dimaksudkan Suk Moon tak lain adalah Ardy B. Wiranata dan Allan Budi Kusumah. Ardy memang menempati peringkat satu dunia. Tapi pada penampilan pertama melawan Swedia, Ardy dikalahkan Jen Ollsen, 15-17, 15-1, 8-15. Ketua Bidang Pembinaan PBSI M.F. Siregar melihat kekalahan itu karena faktor angin. Type permainan Ardy adalah ke atas, reli. "Kalau sudah tahu ada angin, mestinya mengubah permainan. Jangan terus lambungkan bola tapi turunkan. Justru itu tak dilakukan Ardy. Akhirnya ia dibabat oleh pemain Swedia yang jangkung itu. Itu kesalahan dia sendiri," katanya. "Saya yakin Ardy bisa bangkit dalam partai-partai berikutnya dan menunjukkan kelasnya kembali sebagai pemain terbaik di dunia," kata Rudy Hartono. Ardy menyadari kurang cepat mengantisipasi keadaan. "Kekalahan itu jadi pelajaran emas buat saya," katanya. Mengenai kemungkinannya menghadapi pemain Cina, Jianhua ini kalau masuk final Ardy mengaku tak gentar. "Sejak dulu saya tidak pernah merasa gentar menghadapi siapa pun," kata Ardy yang menang tiga kali dari sembilan kali pertemuan dengan Jianhua. Jianhua, setan kidal, begitu lawan-lawannya menjuluki, memang hebat. Pemuda jangkung berumur 27 tahun itu seperti pembunuh berdarah dingin yang mengeksekusi lawannya tanpa ekspresi. Sementara itu, di bagian putri, kans merebut Piala Uber jauh dari target. Semifinal adalah hasil optimal yang bisa dicapai. "Soalnya, kekuatan tim putri kita hanya sampai di situ," kata pelatih tim putri, Liang Chiusia. Walaupun tim Indonesia bisa membabat habis Belanda dan Malaysia masing-masing dengan 5-0, toh generasi di bawah Susi Susanti dan Sarwendah kemampuannya agak jauh. Yuliani dan Yuni Kartika belum bisa dijadikan pemain utama. "Kekuatan kita memang agak pincang. Jika ada Meme -- panggilan akrab Minarti -- kepincangan itu bisa ditutupi. Ia punya pengalaman segudang bertanding di nomor beregu," kata Chiusia. Tapi Minarti tak bisa memperkuat tim Uber Indonesia karena masih dalam skorsing akibat makan obat yang dikategorikan doping. Walau begitu, peluang Indonesia tetap ada. Dan siapa tahu ada kejutan di semifinal saat menghadapi tim tangguh Korea Selatan Rabu nanti. Widi Yarmanto dan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini